IDI Desak Revisi UU Pendidikan Kedokteran | Bali Tribune
Diposting : 25 October 2016 13:29
San Edison - Bali Tribune
Dalam aksinya ke gedung wakil rakyat di Renon itu, para dokter yang mengenakan seragam kebesarannya dan diterima Ketua DPRD Provinsi Bali Nyoman Adi Wiryatama.

Denpasar, Bali Tribune

Puluhan dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bali turun ke jalan bertepatan dengan Hari Dokter Nasional sekaligus Hari Ulang Tahun IDI, Senin (24/10). Dalam menyampaikan aspirasinya, para dokter ini langsung menyasar Gedung DPRD Provinsi Bali. Mereka tiba di Gedung Dewan sekitar Pukul 10.00 Wita.

Dalam aksinya ke gedung wakil rakyat di Renon itu, para dokter yang mengenakan seragam kebesarannya diterima langsung oleh Ketua DPRD Provinsi Bali Nyoman Adi Wiryatama. Tampak juga hadir pada kesempatan tersebut Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali Ketut Tama Tenaya, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bali Nengah Tamba, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bali Nyoman Parta, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Bali Nyoman Suyasa, serta sejumlah anggota dewan.

Di hadapan para wakil rakyat, Ketua IDI Bali Kompyang Gautama meminta DPRD Provinsi Bali agar meneruskan aspirasnya ke DPR RI untuk merevisi UU Nomor 20 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran. Sebab dalam Pasal 7 dan Pasal 8, aturan tersebut mewajibkan dokter umum mengikuti Program Layanan Prima (PLP) yang diperkirakan menghabiskan waktu selama tiga tahun.

“Kami mengingatkan bahwa dokter berperan dalam perjalanan bangsa ini. Bahkan saat ini, banyak dokter yang berjuang di daerah terpencil, di perbatasan. Kami bukan cengeng, tetapi UU Pendidikan Kedokteran ini sangat meresahkan,” papar Kompyang.

Ia menyebut, dengan adanya Pasal 7 dan Pasal 8 UU Pendidikan Kedokteran, maka kompetensi yang dimiliki oleh dokter umum selama ini dengan sendirinya dianulir. Kompetensi ini diganti dengan Program Studi PLP, di mana dokter umum diwajibkan untuk menempuhnya.

“Kami berpandangan, kebijakan PLP ini tidak berbasis bukti. Semestinya produk undang-undang berbasis bukti. Karena itu kami mendesak agar undang-undang ini direvisi, dengan mencabut Pasal 7 dan Pasal 8,” tandas Kompyang.

Ia pun membeberkan beberapa persoalan, apabila undang-undang ini tetap berlaku. Dari sisi dokter, maka dipastikan ke depan seseorang baru bisa menjadi dokter dan melakukan praktik, setelah 11 sampai 12 tahun menempuh pendidikan. Ini akan sangat melelahkan serta menghabiskan biaya yang tidak sedikit.

“Biasanya, untuk menjalankan profesi dokter atau membuka praktik, hanya butuh waktu 8 tahun. Tetapi dengan hadirnya undang-undang ini, maka butuh waktu 11 atau 12 tahun untuk menempuh pendidikan baru bisa menjadi dokter,” jelasnya.

Dari sisi pelayanan, imbuh Kompyang, juga akan menjadi persoalan tersendiri. Sebab ketika seluruh dokter umum menempuh Program Studi PLP yang bisa menghabiskan waktu hingga tiga tahun, maka pelayanan kesehatan akan terganggu. “Bayangkan kalau dokter-dokter di Puskesmas sekolah lagi dua atau tiga tahun,” kata Kompyang.

Atas hal ini, Ketua DPRD Provinsi Bali Nyoman Adi Wiryatama, berjanji akan memperjuangkannya ke DPR RI. “Kami sepakat meneruskan dan memperjuangkan aspirasi saudara-saudara,” tutur politisi PDIP asal Tabanan ini.

Wiryatama menambahkan, selama ini Indonesia memiliki Perguruan Tinggi yang mumpuni mencetak dokter. Namun undang-undang ternyata mengamanatkan dokter umum untuk kembali menempuh pendidikan. “Mestinya kalau Perguruan Tinggi yang kurang sempurna, ya Perguruan Tinggi yang disempurnakan. Kalau semua ikut Layanan Prima, siapa yang layani di Puskesmas?” pungkasnya.