Kitab Etik Pilgub Bali | Bali Tribune
Diposting : 16 April 2018 22:49
Mohammad S. Gawi - Bali Tribune
Bali Tribune
BALI TRIBUNE - Pilkada adalah bagian dari rezim Pemilu. Dengan demikian, kontestasi ini tak akan lepas dari politik elektoral yang "memaksa" para kandidat berjuang untuk dipilih dengan mengeksplor sebanyak mungkin keunggulannya.
 
Meski demikian, demi merawat harmoni sosial dan rantai kekerabatan, maka eksplorasi keunggulan itu tidak merendahkan pusaka bangsa, menodai kesucian agama, suku dan golongan serta menyerang kehormatan pribadi.
 
Para kandidat, siapapun dia, adalah figur pilihan bagi kelompoknya. Oleh karena itu, kita berharap dia berlaga di ajang kontestasi dengan mengembangkan rivalitas yang sehat. Kemas-lah hasrat meraih tahta dalam balutan kasih dan rasa persaudaraan.
 
Bagai burung camar, Bali sudah terbang melintasi angkasa. Pemerintah terdahulu telah memberi arah kemana burung akan terbang. Dia telah memberi energi untuk menjelajahi angkasa, juga telah menguatkan cengkraman kaki agar kokoh dan berdaya.
 
Namun, ada hal yang luput dari perhatian; bahwa seliar-liarnya burung  terbang, dia harus menukik ke persada tanpa terlalu banyak bulu yang terjuntai ke tanah.
 
Peta kemiskinan Gianyar dan Karanganyar serta masih banyaknya  kantong-kantong kumuh di Kota Denpasar, sebagaimana dilansir Koran BALI TRIBUNE dalam sebulan belakangan, hendaknya menarik perhatian kedua pasangan kandidat Cagub-Cawagub Bali untuk menengok ke bawah.
 
Mereka tidak harus terlena dengan gemerincing dolar dan arus kunjungan wisma yang terus bertambah. Bahkan kemakmuran rakyat Bali, tidak hanya tergantung pada pertumbuhan ekonomi tetapi terutama pada pemerataan kesejahteraan.
 
Mengapa? ternyata dibalik kemajuan industri pariwisata dan keharuman nama Bali di pentas dunia, ternyata masih banyak kantong kemiskinan yang ditemukan di Karangasem, Gianyar, Jembrana dan Buleleng.
 
Kedua pasangan Cagub-Cawagub yang sedang berlagak di panggung kampanye, hendak menyadarkan program pemerataan pembangunan yang memungkinkan semua ruang dan masyarakat Bali tersapu oleh perhatian dan aliran kesejahteraan.
 
Kita berharap para kontestan tidak mencari celah untuk saling menjatuhkan dengan menyuntik informasi yang sumir dan setengah matang, agar pemilih diberi panduan yang benar untuk memilih pemimpinnya.
 
Bagaimana agar konsep pembangunan tidak hanya sakti di alam ide, bagaimana agar uang rakyat tidak tercecer kemana-mana, bagaimana agar budaya luhur masyarakat terus terpelihara, bagaimana agar sekat-sekat birokrasi dan kampung-kampung terisolasi, segera diangkat dan terjembatani. Inilah yang mesti diangkat dalam bahasa kampanye.
 
Dengan demikian, Pilgub yang menyerap dana ratusan miliar rupiah, membawa manfaat bagi masa depan Bali dengan melahirkan pemimpin yang berkualitas: visioner dan progresif.