Ngeredag Desa, Ribuan Krama Peliatan Menyemut , Arus Lalu Lintas Peliatan-Ubud Lumpuh | Bali Tribune
Diposting : 20 November 2017 20:13
Redaksi - Bali Tribune
Ngeredag
UNIK - Prosesi Ngeredag Desa di Desa Peliatan, Ubud, ribuan krama menutup arus lalin pada Sabtu malam lalu.

BALI TRIBUNE - Ribuan krama dari Desa Pakraman Peliatan, Ubud menyemut dalam iringan Ngeredag Desa, Sabtu (18/11) sore hingga tengah malam. Diawali dengan puluhan Bala Ngeredag, yang berseragam unik dan memukul kentongan, disusul puluhan barong sakral mengelilingi desa dan diprosesi di setiap perbatasan. Arus lalu lintas pun terpaksa ditutup hingga menyebabkan jalur Peliatan-Ubud lumpuh dalam semalam.

Tumpukan kendaraan sudah terlihat mulai pukul 15. 00 Wita ketika iringan tapakan Pura Kayangan Tiga, Pura Manca  serta Pura Swagina menuju Pura Dalem Gede Peliatan.  Tumpukan kendaraan memuncak pada pukul 18.00 Wita saat iringan prosesi Ngeredag Desa bergerak menuju perbatasan desa pakraman di depan Bebek Tepi sawah.

Prosesi yang  berlangsung sekitar satu jam serta memanfaatkan  seluruh badan jalan itu tak ayal membuat arus lalu lintas dari arah Gianyar lumpuh.

Menyambung kemudian prosesi di perbatasan selatan yang mengakibatkan kendaran dari arah Denpasar menumpuk. Dari arah selatan menuju perbatasan Peliatan-Ubud, arus lalu lintas pun menjadi tanpa solusi pengalahan. Sementara iringan Bala Ngeredag dengan seragam uniknya, yakni bertopi kukusan, maseselet Siyut serta bertapak dara kapur sirih terus bergerak mengelilingi desa dengan memukul kentongan. Beragam rupa barong sakral diarak dan diiringi ribuan warga mengelilingi desa. 

Langkah barong sakral yang terdiri dari topeng rangda,  garuda,  barong landung, berong ket, babi jantan dan barong  macan ini, lantas terhenti sejenak di Pura Dalem Puri, setelah semua ujung desa di persembahkan  prosesi caru. Hingga malam, prosesi  terus  berlanjut menuju  titik tengah desa.  Sebagai prosesi puncak, upacara digelar lebih besar yang disebut dengan Caru sambleh.

Bendesa Pakraman Peliatan, I Ketut Sandi mengatakan, ritual itu disebut dengan Sesuhunan Nguya Nyatur Desa atau istilah lama disebut Ngeredag Desa. Upacara unik ini  dimaksudkan untuk menetralisir unsur-unsur dasar alam sehingga memberi kedamaian dan kesejahteraan.

Karena bulan keenam kelender Bali, diyakini sangat keramat.  Dimana segala macam penyakit dan hama sedang mewabah.  Tanda-tandanya hujan mulai turun, ditambah angin laut yang berembus kencang serta lalat dan hama tanaman sedang  berbiak. “Dulunya riya ini lebih dikenal dengan Ngeredag Desa, karena diawali dengan iringan Bala Ngeradag,” ungkapnya.   

Lanjutnya, sesuhunan barong sebagai simbol kekuatan penolak bala, dimohonkan agar senantiasa mengendalikan  aura negatif yang masuk ke wilayah desa setempat. Seiring itu pula, warga dituntun untuk   menyadari dan memahami kondisi tubuhnya masing-masing.  Secara bersama-sama pula  memahami  kondisi  alam lingkungan agar keseimbangan tetap terjaga.