SNI Tingkatkan Daya Saing Produk di Masa Pandemi | Bali Tribune
Diposting : 20 May 2021 13:35
Ayu Eka Agustini - Bali Tribune
Bali Tribune / Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN, Zakiyah saat menyerahkan SPPT SNI 8914:2020 Tekstil – Masker dari kain kepada pelaku UMKM
balitribune.co.id | DenpasarPandemi Covid-19 yang menyebar di Tanah Air pada awal Maret 2020 lalu membuat seluruh masyarakat Indonesia mulai mengubah pola hidup. Guna menghindari paparan virus Corona (Covid-19), seluruh lapisan masyarakat diwajibkan menerapkan gaya hidup sehat yakni rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menggunakan masker saat melakukan aktivitas di luar rumah, menjaga jarak fisik, mengonsumsi makanan sehat.
 
Sejak aturan penggunaan masker ditetapkan oleh pemerintah, peluang bisnis ini dilirik sejumlah pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Tanah Air. Tidak sedikit pelaku UMKM berlomba-lomba memproduksi masker kain dengan berbagai motif dan jenis kain yang nyaman digunakan oleh penggunanya serta mampu memfilter virus agar tidak masuk ke hidung. Cara ini merupakan salah satu upaya mengendalikan penyebaran virus di masyarakat. 
 
Menyikapi kondisi ini, Badan Standardisasi Nasional (BSN) pada September tahun 2020 menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil – Masker dari kain. Penetapan SNI ini berdasarkan Keputusan Kepala BSN Nomor 407/KEP/BSN/9/2020. Saat itu, Deputi Bidang Pengembangan Standar BSN, Nasrudin Irawan mengatakan SNI 8914:2020 Tekstil – Masker dari kain merupakan SNI baru yang disusun oleh Komite Teknis 59-01 Tekstil dan Produk Tekstil dalam rangka mendukung pencegahan penyebaran pandemi Covid-19 melalui penggunaan masker kain. 
 
Masker kain bisa berfungsi dengan efektif jika digunakan dengan benar, antara lain untuk mencegah percikan saluran nafas (droplet) mengenai orang lain. Masker kain yang beredar di pasaran ada yang terdiri dari satu lapis, dua lapis dan tiga lapis. Contoh masker kain satu lapis yang banyak beredar adalah masker scuba atau buff. Namun, sesuai SNI, masker kain yang berlaku terdiri dari minimal dua lapis kain.
 
“SNI 8914:2020 menetapkan persyaratan mutu masker yang terbuat dari kain tenun dan/atau kain rajut dari berbagai jenis serat, minimal terdiri dari dua lapis kain dan dapat dicuci beberapa kali (washable). Meskipun demikian, dalam ruang lingkup SNI ini, terdapat pengecualian, yaitu standar ini tidak berlaku untuk masker dari kain nonwoven (nirtenun) dan masker untuk bayi. Selain itu, standar ini tidak dimaksudkan untuk mengatasi semua masalah yang terkait dengan keselamatan, kesehatan dan kelestarian lingkungan dalam penggunaannya,” jelas Nasrudin.
 
Selain itu, pemilihan bahan untuk masker kain juga perlu diperhatikan, karena filtrasi dan kemampuan bernafas bervariasi tergantung pada jenis bahan. Efisiensi filtrasi tergantung pada kerapatan kain, jenis serat dan anyaman. Filtrasi pada masker dari kain berdasarkan penelitian adalah antara 0,7% sampai dengan 60%. Semakin banyak lapisan maka akan semakin tinggi efisiensi filtrasi.
 
Dalam SNI 8914:2020, masker kain dibagi kedalam tiga tipe, yaitu tipe A masker kain untuk penggunaan umum, tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri, dan tipe C untuk filtrasi partikel. Adapun, pengujian yang dilakukan, diantaranya uji daya tembus udara dilakukan sesuai SNI 7648; uji daya serap dilakukan sesuai SNI 0279; uji tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, dan ludah; pengujian zat warna azo karsinogen; serta aktivitas antibakteri.
 
Terkait pengemasan, menurut Nasrudin, masker dari kain ini dikemas per buah dengan cara dilipat dan/atau dibungkus dengan plastik. Terkait penandaan pada kemasan masker dari kain sekurang-kurangnya harus mencantumkan merek; negara pembuat; jenis serat setiap lapisan; anti bakteri, apabila melalui proses penyempurnaan anti bakteri; tahan air, apabila melalui proses penyempurnaan tahan air; pencantuman label: cuci sebelum dipakai; petunjuk pencucian; serta tipe masker dari kain.
 
Meskipun demikian, penggunaan masker juga harus dilakukan dengan benar. Nasrudin mengingatkan masker kain perlu dicuci setelah pemakaian dan dapat dipakai berkali-kali. “Meski bisa dicuci dan dipakai kembali, masker kain sebaiknya tidak dipakai lebih dari 4 jam, karena masker kain tidak seefektif masker medis dalam menyaring partikel, virus dan bakteri,” tegas Nasrudin.
 
Dengan ditetapkan SNI masker kain, diharapkan dapat mengurangi penyebaran virus Corona serta diikuti dengan tindakan tetap mengikuti protokol kesehatan lainnya, yakni jaga jarak dan mencuci tangan menggunakan sabun dengan air yang mengalir. 
 
Berselang beberapa bulan dikeluarkannya SNI 8914:2020 Tekstil – Masker dari kain, sejumlah UMKM masker kain binaan BSN meraih SNI tersebut pada awal Mei 2021. 
 
Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian BSN, Zakiyah di Bandung menyerahkan SPPT SNI 8914:2020 kepada pemilik UMKM Babyfynnsass, PT. Sansan Saudaratex Jaya dan PT. Tatuis Cahya Internasional disaksikan Asisten III Administrasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Dudi Sudrajat Abdurachim. 
 
Ketiga penerima sertifikat tersebut merupakan binaan Kantor Layanan Teknis Badan Standardisasi Nasional (KLT BSN) Jabar. KLT BSN Jabar, melakukan pendampingan penerapan SNI kepada pelaku usaha untuk meningkatkan daya saing, nilai tambah produk, serta memperluas pasar mereka. 
 
Masker kain merk Babyfynnsass yang diproduksi oleh UMKM Babyfynsass Bandung sudah memproduksi lebih dari 5 juta masker dan memberdayakan masyarakat yang terkena PHK efek pandemi sebanyak 120 orang yang berasal dari Bandung dan sekitarnya. Sementara, masker kain yang diproduksi oleh PT. Sansan Saudaratex Jaya Cimahi dikenal dengan merk JsM dan yang diproduksi oleh PT. Tatuis Cahya Internasional dikenal dengan merk Tatuis. 
 
Penerapan SNI 8914:2020, menurut Zakiyah sangat penting pada saat sekarang sebagai salah satu upaya pemerintah untuk pencegahan virus Covid-19. Ia berharap, capaian ketiga pelaku usaha di Bandung tersebut bisa memberikan teladan dan inspirasi bagi pelaku usaha masker kain yang lain untuk menerapkan SNI 8914:2020 dapat berhasil dengan baik. Tercatat, hingga Mei 2021, pelaku usaha yang telah mendapatkan sertifikat SPPT SNI 8914:2020 sebanyak 4  pelaku usaha. 
 
Tidak hanya menerapkan SNI masker kain, di masa kehidupan kenormalan baru pasca-pandemi Covid-19, BSN juga mendorong SNI Pengelolaan Pariwisata Alam guna membangkitkan perekonomian yang sempat terpuruk akibat penyebaran wabah global ini. Di era baru sekarang ini BSN selain mengutamakan protokol kesehatan juga tetap melakukan diseminasi atau pembinaan untuk penerapan SNI yang berkaitan dengan pemulihan ekonomi nasional, salah satunya adalah SNI 8013:2014 tentang Pengelolaan Pariwisata Alam. 
 
Seperti diketahui pada masa pandemi, pariwisata alam menjadi pilihan utama masyarakat yang ingin melakukan refreshing karena berisiko rendah berdasarkan rekomendasi Satgas Covid-19. Tentu saja hal yang harus dipastikan bahwa di lokasi tempat pengelolaan pariwisata memenuhi persyaratan terutama dalam rangka perlindungan terhadap para pengunjung. Seperti disampaikan Kepala BSN, Kukuh S. Achmad. Melalui penerapan SNI 8013:2014 Pengelolaan Pariwisata Alam, BSN mendorong agar pengelolaan pariwisata alam tetap menerapkan prinsip sustainability atau kesinambungan serta manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar. 
 
Sehingga keberadaan pariwisata alam ini tidak merusak lingkungan, masyarakat bisa menikmati begitupun pengunjung juga aman di dalam melakukan kegiatan wisata. Mengingat di masa kebiasaan baru ini, masyarakat lebih aman melakukan aktivitas wisata di luar ruangan untuk menghindari paparan virus. 
 
"Penerapan SNI Pengelolaan Pariwisata Alam menjadi sangat penting untuk memberikan branding kepada lokasi-lokasi pariwisata alam yang selama pandemi ini menjadi primadona untuk dikunjungi oleh masyarakat dengan tetap menerapkan protokol kesehatan," terangnya.
 
Kukuh menjelaskan bahwa program pembinaan penerapan SNI Pengelolaan Pariwisata Alam menjadi salah satu kebijakan strategis BSN. Target kebijakan ini adalah role model penerap SNI Pengelolaan Pariwisata Alam. Role model penerapan SNI pariwisata alam tersebut diharapkan bisa ditiru oleh kawasan pengelola pariwisata alam yang lain. 
 
Ditambahkan Kukuh, dalan mengembangkan sektor pariwisata alam, selain melakukan pembinaan terhadap pengelola wisata alam, BSN segera akan menyelesaikan pengembangan skema sertifikasi dan akreditasi SNI 8013:2014 Pengelolaan Pariwisata Alam serta menyiapkan Lembaga Penilaian Kesesuaian (Lembaga Sertifikasi) untuk pariwisata alam. "Kita juga harus memastikan di lapangan, apa yang kita diseminasikan, apa yang kita bimbingkan kepada para pelaku para pengelola pariwisata alam itu bisa diwujudkan sesuai dengan cita-cita kita semua,” imbuhnya.
 
Menurut Ahli Ekowisata sekaligus Guru Besar Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. E.K.S. Harini Muntasib, perlu adanya inovasi pengembangan wisata di masa pandemi. Inovasi wisata saat ini dan yang masih harus dikerjakan di masa mendatang adalah wisata yang sesuai dengan protokol kesehatan.