Tradisi Medeng Godel di Desa Pakraman Susut, Payangan, Seekor dari Ratusan Godel Dipilih untuk Tawur Kesanga | Bali Tribune
Diposting : 25 February 2019 23:19
Redaksi - Bali Tribune
Bali Tribune/ DIKUMPULKAN - Ratusan sapi dikumpulkan dalam Tradisi Maedeng Godel di Desa Adat Susut, Buahan, Payangan.
Bali Tribune, Gianyar - Tradisi unik “Maedengan Godel“ rutin digelar warga Desa Pakraman Susut, Buahan, Payangan. menjelang perayaan Hari Raya Nyepi. Dalam Tradisi ini, Minggu (24/2), ratusan  sapi muda/ godel digiring dan dikumpulkan di areal Setra adat setempat untuk dinilai secara spiritual. Sepasang godel (jantan dan betina) terbaik dipilih oleh tim khusus, lanjut akan dijadikan kurban sesajen Tawur Kasanga.
 
Pemandangan unik langsung menyedot perhatian di Desa Pakraman Susut, Buahan, Payangan, pagi itu.  Mulai Pukul 07.00 Wita,  setiap  warga yang memiliki godel mewajibkan diri  untuk mengiring sapi muda peliharaannya menuju kuburan setempat. Tak jarang ada yang membawa induknya, agar godel yang akan disertakan itu ikut membuntuti.  Lantaran godelnya belum jinak, beberapa peserta bahkan nyaris terseret. “Terpaksa saya bawa induknya, karena godelnya masih rengas,” terang I Wayan Sudi.
 
Dari penuturan Bendesa Adat setempat, I Wayan Sudarsa. Tradisi Maedengan Godel ini, dijalani warga adat setempat secara turun temurun. Intinya, setiap warga yang memiliki ternak godel, mewajbkan diri untuk membawa godelnnya. “Sekalipun mereka enggan  menujual godelnya, kali ini mereka   wajib menunjukkan kondisi ternaknya itu, “ terang Sudarsa.
 
Sudarsa menambahkan, tradisi ini wajib  digelar sebagai khaul desa di masa lampau. Sebab, dari cerita leluhur meraka, keberadaan tradisi ini berawal ketika  desa mengalami  gering/  paceklik. Kemudian nyembul pawisik, agar setiap Tawur Kesanga warga desa wajib mempersembahkan kurban godel jantan yang dihaturkan persimpangan agung dan sesajen berkurban godel betina dihaturkan di Pura Dalem setempat.
 
Warga pun pantang menolak  atau melarang, jika  godelnya  terpilih sebagai kurban. Malah sebaliknya, warga merasa bersyukur, karena ternaknya mendapat kehormatan dan kesempatan  untuk meningkatkan derajatnya  lantaran  menjadfi kurban suci tawur.  “Dulunya, ternak godel  yang terpilih langsung digunakan tanpa  ganti rugi. Namun,  kini kami sesuaikan dengan harga pasaran,” tandas Sudarsa.
 
I Made Kotot, warga yang godel jantannya terpilih sebagai kurban mengaku sangat berbangga. Sejak awal pun dirinya yakin, jika godelnya  bakal terpilih. Karena kualitasnya juga mendekati sempurna.   “Godel saya ini, nyaris  tidak ada  cacatnya. Kulitnya mulus, bodinya juga mendekati sempurna. Memang, godelnya saya ini termasuk bibit unggul,” ungkapnya bangga.
 
Ditambahkannya, dari keyakinan peternak,  mereka wajib mengikuti tradisi itu. Sebab, sebelum ikut “Maedeng Godel”  mereka pantang menjual ternaknya itu.  Kalaupun tidak di jual, maka, ternaknya  akan  kena musibah atau gagal.  Kecuali bila godelnya baru berumur dibawah dua minggu. “Itupun, sehari sebelumnya sudah harus melapor ke Prajuru adat,” ujarnya.
 
 Setelah sepasang godel terpilih,  tidak semua peserta langsung membawa gogelnya pulang. Karena kesempatan itu juga dimanfaatkan untuk saling  berkomunikasi  dan bertukar pengalaman menganai ternak mereka. Bahkan tak jarang, ada transaksi jual beli godel.