Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Bangunan Kesalehan Sosial Kita

Bali Tribune / Hans Itta - Redaktur Pelaksana Harian Bali Tribune

balitribune.co.id | Presiden Joko Widodo meminta masyarakat ikut dalam budaya antikorupsi, bukan hanya karena takut denda dan penjara, melainkan karena ketakutan kepada Tuhan.

"Takut melakukan korupsi juga bisa didasarkan pada ketakutan kepada sanksi sosial, takut dan malu kepada keluarga, kepada tetangga, dan kepada Allah Subhanahu wa taala, kepada neraka," kata Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Bogor, Rabu (26/8/2020).
Pernyataan Presiden tentu sejalan dan sebangun dengan ajaran agama, yakni takut akan Tuhan maka jiwa kita akan selamat—tidak masuk api neraka setelah menyelesaikan pertandingan di bumi.  

Agama di negeri ini  boleh dibilang belum dikelola baik untuk membentuk etos bangsa. Belum menyolok korelasi positif antara dikenal sebagai bangsa religius dan menjadi bangsa modern, bangsa yang tinggi etos kerjanya dan memiliki greget dalam memberantas korupsi.

Sebagian kita malah terjebak dalam formalisme dan simbolisme agama, sementara esensi agama luput dari keseharian. Ketika agama ditampilkan tanpa kekuatan transformatifnya, masyarakat tetap tertinggal dalam kebodohan dan kemiskinan. Jika sudah begitu, sekularisasi kerap dijadikan kambing hitam.  

Tujuan akhir beragama bukan sebatas pengetahuan kognitif bahwa Tuhan ada atau hanya satu. Ada kontradiksi antara klaim Indonesia sebagai bangsa religius dengan maraknya korupsi di tingkat pejabat publik dan kemiskinan di tengah kekayaan negeri. Keberagaman tidak serta-merta membuat orang takut Tuhan dalam arti sesungguhnya. Keberagaman juga tidak langsung berkorelasi dengan etos pembangunan.

Yang tidak kalah memprihatinkannya, sekelompok orang memaknai  agama secara destruktif. Tindakan kekerasan dan teror dilakukan atas nama agama. Rusak pula citra Indonesia sebagai bangsa yang dikenal ramah dan cinta damai.

Semua gejala sosial itu merupakan pertanda bangunan kesalehan sosial kita belum kokoh, sewaktu-waktu terancam roboh, seperti ambruknya banyak gedung Sekolah Negeri di Tanah Air.

Sejatinya, keimanan kaya dengan kebaikan dan cinta sesama. Jika kita tidak sekadar menjunjung agama masing-masing, tetapi juga giat membentuk kesalehan sosial. Dengan begitu, diharapkan agama memberi konribusi dalam membangun kesejahteraan dan martabat bangsa.

Manifestasi keimanan sering terkungkung visi tempat ibadat. Potensi ekonomi umat diinvestasikan untuk bangunan yang tersusun dari batu-batru mati, bukan batu-batu hidup, yakni umat di negeri yang bersila ketuhanan ini adalah membangun tempat ibadat, kalau perlu, megah. Demi kemuliaan Tuhan, katanya. Hidup saleh seolah-olah harus berbiaya tinggi.

Saya teringat pada bulan Februari 2007 silam, Wakil Presiden Jusuf Kalla saat meresmikan enam proyek milik Pemerintah Kalimantan Timur. Dari Anggaran  Pendapatan dan  Belanja Daerah 2007 yang berjumlah Rp 4,258 triliun, tiga proyek bendungan pengendali banjir bernilai Rp 86,916 miliar. Namun, sebuah pusat kegiatan keagamaan dibangun dengan biaya Rp 550 miliar, hampir 13 persen dari APBD.

Komentar serius Wapres Jusuf Kalla saat itu, “Paling yang hadir sembahyang pagi 30 orang, tetapi bangunannya setengah triliun.” Dana sebesar itu seyogianya bisa dimanfaatkan langsung untuk kesejahteraan rakyat. Untuk memperbaiki gedung sekolah yang roboh. Untuk membangunn sekolah kejuruan. Untuk memberikan pembekalan kepada para santri dengan ketrampilan hidup mandiri atau memulai usaha kecil.

Beberapa tahun terakhir ini, kita terbiasa dengan suguhan kekerasan dan unjuk kekuatan dari kelompok-kelompok masyarakat yang memakai simbol dan slogan keagamaan. Bila potensi agama di era Orde Baru masih terselubung, di era sesudahnya langsung terlihat. Dari konflik antar umat beragama sampai konflik politik, tampak agama mudah diperalat untuk melegitimasi kekarasan dan memberi dukungan politik. Absolutisme agama dipolitisasi.

Kecenderungan politisasi agama dalam kondisi masyarakat kita yang masih religius memungkinkan peningkatan konflik sosial bernuansa agama. Bagaimana meredam efek destruktif keterlibatan agama dalam politik? Bagaimana mencegah konflik politik, sesuatu yang biasa dalam alam demokrasi, agar tidak menjadi konflik horizontal yang melibatkan kekerasan?

Sesuai dengan karakteristik religius bangsa Indonesia, Bumi Nusantara adalah lahan yang subur tumbuh kembang agama dan kepercayaan. Sayang, belakangan ini politisasi agama meningkat dan kian mengkhawatirkan. Simbol-simbol agama dipakai untuk membenarkan dan melegitimasi tindak kekerasan dan terang-terangan melawan hukum. Seolah-olah Tindakan melaan hukum itu  terpaksa dilakukan demi restu Penguasa di atas sana.

Padahal, Tuhan tidak membiarkan diri terbelah ke dalam kelompok-kelompok bertikai yang saling menghantam dan membianasakan, Tindakan-tindakan yang sama sekali tidak diperkenankan Tuhan. Agama telah dipolitisasi seolah-olah menjadi hukum yang lebih tinggi dari hukum negara, hanya untuk membenarkan radikalisme.

Devaluasi agama terjadi di negeri ini bukan oleh sekularisasi tetapi oleh politisasi agama, yang dalam bentuk radikalnya berbentuk main hakim sendiri dan merusak tatanan hidup bermasyarakat. Efek devaluasi agama ini lebih mengerikan ketimbang devaluasi yang sama di negara sekuler. Ratsan ribu pengungsi, ribuan jiwa melayang, kerugian harta benda yang tak ternilai, trauma yang terus membayang dalam mimpi dan penyesalan, dendam kesumat turun temurun, rusaknya sendir-sendiri kesatuan bangsa, mengentalnya primordialisme.

Oleh sebab itu, bagaimana kita dapat memelihara keluhuran agama dan mencegahnya dari devaluasi? Biarkan agama kembali ke fitrahnya. Tujuan beragama adalah menghadirkan kesejateraan di bumi. Beragama bukan untuk berpolitik. Jangan mengagamakan politik. Juga jangan mempolitikkan agama. Biarlah agama kembali ke rumah asalnya, lubuk nurani manusia dan dari situ keluar rupa-rupa amal ibadah yang menghadirkan kebaikan dan kesejahteraan.

 

wartawan
Hans Itta
Category

Pansus DPRD Badung Serap Aspirasi Sempurnakan Ranperda Inisiatif  Fasilitasi Perlindungan Kekayaan Intelektual

balitribune.co.id | Mangupura - Panitia Khusus (Pansus) DPRD Badung menyerap aspirasi pelaku seni budaya dan UMKM dalam rangka penyempurnaan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) inisiatif tentang Fasilitasi Perlindungan Kekayaan Intelektual. Rapat serap aspirasi itu digelar di Ruang Madya Gosana, Gedung DPRD Badung. Senin (15/9).

Baca Selengkapnya icon click

Lagi, Banjir Genangi Jalan Pantai Berawa Canggu, Satu Unit Kendaraan Tenggelam

balitribune.co.id | Mangupura - Hujan deras kembali memicu bencana banjir di sejumlah titik di kawasan Denpasar dan Kabupaten Badung, pada Senin (15/9). Beruntung banjir kali ini tak separah banjir yang terjadi pada 10 September lalu.

Namun, sejumlah titik yang sebelumnya jauh dari luapan air kini justru dilanda banjir. Salah satu titik banjir baru yang cukup tinggi di Kabupaten Badung adalah di Jalan Pantai Berawa, Canggu, Kuta Utara.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

PDIP Buleleng Serukan Solidaritas untuk Korban Bencana Banjir di Bali

balitribune.co.id | Singaraja - Menyikpai bencana banjir akibat hujan deras dan cuaca ekstrem yang melanda sejumlah wilayah di Bali pada 9–10 September 2025, DPC PDI Perjuangan Kabupaten Buleleng menyampaikan keprihatinan mendalam atas bencana dan musibah tersebut. Terlebih bencana tersebut menimbulkan korban jiwa, kerusakan rumah warga, serta infrastruktur di beberapa kabupaten/kota.

Baca Selengkapnya icon click

Menghindari Beban Berlebih Masyarakat, Dewan Minta Pembahasan Perubahan Perda Pajak dan Retribusi Daerah Ditunda

balitribune.co.id | Singaraja - DPRD Buleleng melalui Panitia Khusus (Pansus) 1 pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, untuk ditunda. Usulan penundaan itu disampaikan Ketua Pansus I, Dewa Nyoman Sukardina, SE, dalam rapat kerja bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait pada Senin (15/9). 

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Truk Rem Blong Tabrak Pohon dan Tiang WiFi di Jalur Denpasar-Gilimanuk

balitribune.co.id | Tabanan - Kecelakaan tunggal terjadi di jalur Denpasar-Gilimanuk, tepatnya di Bypass Ir Soekarno, Banjar Sanggulan, Desa Banjaranyar, Kecamatan Kediri, Tabanan pada Senin (15/9) sore. Kecelakaan tunggal itu terjadi pada sebuah truk yang sedang melintas dari arah Gilimanuk menuju Denpasar sekitar pukul 14.30 Wita.

Baca Selengkapnya icon click

Jembatan Gantung Yehembang Diresmikan, Permudah Akses Siswa dan Warga

balitribune.co.id | Negara - Harapan warga Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo untuk adanya akses yang lebih dekat menuju SMP Negeri 3 Mendoyo akhirnya terwujud. Wilayah permukiman yang dipisahkan oleh sungai ini kini telah dihubungkan dengan jembatan gantung. Jembatan Sri Kirana ini diresmikan Senin (15/9) kemarin.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.