Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Distorsi Makna 'Radikal'

Bali Tribune

BALI TRIBUNE - Kata "Radikal" yang sering digunakan masyarakat saat ini, telah mengalami distorsi makna yang mendasar. Kata itu tumbuh secara sosiologi dan diberi muatan makna melampaui makna asalnya. Di ruang publik, setiap hari, kata itu direproduksi secara sporadis terutama ketika terjadi peristiwa teroris atau aksi-aksi yang diklaim sebagai bertentangan dengan tiga pusaka bangsa: Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika. Bahkan, cenderung dijadikan senjata penguasa atau pendukung kekuasaan untuk menumpas kelompok oposisi atau setiap orang atau pihak yang dilabeli radikal, Ketika kata 'radikal' disebut, maka yang segera muncul dalam pikiran kebanyakan orang adalah teror, pengkhianatan dan pemberontakan terhadap negara. Hal itu disebabkan karena pemikiran orang terbebani oleh makna yang salah. Kata radikal sudah terlanjur memunculkan 'hantu' dalam alam pikiran publik. Padahal, 'radikal' berasal dari kata radic, yang berarti bersifat mendasar atau hingga ke akar-akarnya. Untuk menanamkan ideologi kebangsaan di tengah arus globalisasi yang membawa serta ideologi terlarang seperti komunis, marxis dan lennis, termasuk khilafat, tentu harus dilawan dengan pendalaman ideologi Pancasila secara radikal. Bahkan, dalam dunia ilmu dan seni, proses antitesa atas tesa yang salah tapi sudah terlanjur dianggap benar secara luas (salah kaprah), dibutuhkan pemikiran yang ”radikal” dan mendalam untuk melawan tesis yang salah kaprah itu. Saat berbicara  pada acara "Semiloka Penulisan Kritik Film dan Artikel Perfilman tingkat Dasar (8/8)”, Tommy S Awuy, kritik seni kontemporer menyinggung pemikiran filsuf Yunani, Plato tentang mimesis yang berarti meniru terhadap alam. Hal itu berkait dengan seni yang mempunyai unsur, di antaranya gerak, warna, bunyi, bentuk. ”Warna itu berkaitan dengan cahaya. Alam memiliki sebabakibat yang disebut dengan harmoni, semua unsur berkaitan satu dengan lainnya. Bumi dan planet tertata dengan baik, harmoni. Pikiran kita juga berkaitan dengan alam. Alam itu tertata rapi dan rasional. Dalam implementasinya, pemikiran Plato tentang mimesis ini memang membutuhkan telaahan kritis dan radikal. Untuk mengembalikan makna "radikal" ke asalnya, dibutuhkan proses sosialisasi yang radikal pula. Mengapa? Karena kata itu secara sosiologi terbentuk sendiri oleh masyarakat dan dimengerti sesuai dengan makna baru yang mereka sepakati. Fenomena maknawia dari makna baru tersebut telah membebani masyarakat untuk sesuatu di luar makna asalnya. Beban itulah yang memberikan stimuli secara psikologis sehingga kata radikal menjadi menyerampan saat ini.

wartawan
Mohammad S. Gawi
Category

Diduga Tipu Klien Miliaran Rupiah, Togar Situmorang Diadili

balitribune.co.id | Denpasar - Pengacara Togar Situmorang yang terbisa duduk dikursi penasihat hukum, saat sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Hakim Isak Ulingnoha, di Ruang Candra PN Denpasar, Kamis (13/11), justru duduk di tengah sebagai terdakwa. Ia didakwa dalam kasus penipuan terhadap kliennya untuk melobi sebuah kasus.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Klungkung Cetak Rekor Nasional, Wapres Gibran Puji Keberhasilan Turunkan Stunting

balitribune.co.id | Semarapura - Prevalensi stunting di Kabupaten Klungkung tercatat menjadi yang terendah di Indonesia yakni 5,1 persen, hasil survei kesehatan Indonesia tahun 2024. Capaian ini tidak terlepas dari komitmen bersama dalam upaya menurunkan angka stunting di Kabupaten Klungkung. 

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Lakukan Pembinaan Berkelanjutan, LPLPD Yakin Mampu Tingkatkan Tata Kelola LPD di Buleleng

balitribune.co.id | Singaraja - Badan Kerja Sama Lembaga Perkreditan Desa (BKS-LPD) Kabupaten Buleleng bekerja sama dengan Lembaga Pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa (LPLPD) yang tentunya didukung oleh Pemkab Buleleng terus melakukan langkah2 strategis untuk pengelolaan LPD utamanya dalam hal tata kelola lembaga.

Baca Selengkapnya icon click

Edukasi di Unhi: Strategi OJK Dorong Generasi Muda Bali Melek Investasi

balitribune.co.id | Denpasar - Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi, menegaskan pentingnya literasi keuangan bagi generasi muda untuk menciptakan investor yang cerdas dan berintegritas.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.