Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Kita Sedang Menari di Atas Kemiskinan Petani

Bali Tribune / Wayan Windia - Guru Besar (E) pada Fak. Pertanian Univ. Udayana dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Made Sanggra, Sukawati.

balitribune.co.id | Virus korona telah membawa kesadaran baru. Bahwa kita harus kembali ke pertanian. Berbagai seminar online diselenggarakan. Ngomong bolak-balik, akhirnya memang kita harus kembali membangun sektor pertanian. Kita boleh punya mall, hotel, vila, dan pabrik. Tetapi kita tidak boleh tidak makan. Mungkin bangsa ini sudah chaos, kalau saat pandemi ini, tidak ada makanan.

Kalau kita ngomong tentang pembangunan pertanian, sejatinya kita sekaligus ngomong tentang dua hal. Yakni, pengentasan kemiskinan, pemerataan pendapatan, dan pemerataan regional. Saat ini kita selalu sibuk ngomong tentang pertumbuhan, indeks pembangunan manusia (IPM), dll. Tidak pernah serius ngomong tentang pemerataan. Tampaknya kita sudah jauh dicekoki oleh konsep (ekonomi) Barat. Padahal kita dituntut oleh Pancasila, untuk berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kalau saat ini kita mendorong pemerintah untuk membangun sektor pertanian, maka harus betul-betul tercermin dalam politik anggaran. FAO menginginkan agar 10% dari anggaran pemerintah digunakan untuk sektor pertanian. Mungkin dahulu hanya Pak Harto yang berani mengalokasikan anggaran yang maha besar (lk 10%) untuk pembangunan pertanian. Hasil dari proses pembangunan pertanian itu, telah kita lihat hasilnya.

Saat ini, demi mencegah melonjaknya inflasi, maka kita dengan senang hati hidup dalam zone nyaman, dengan harga produk pertanian yang murah. Khususnya harga beras, telah diatur oleh pemerintah. Ada gejolak sedikit saja, maka pemerintah sudah bersiap untuk import. Gudang-gudang beras selalu diperuntukkan untuk menekan harga beras. Sehingga petani, harus selalu siap hidup dalam kemiskinan. Dan kita, terus menari-nari dengan nikmat, di atas kemiskinan  petani.

Petani yang menanam padi satu hektar, pendapatannya dalam satu musim (4 bulan) adalah sekitar Rp. 15 juta. Belum dihitung nilai pemanfaatan tenaga kerja dalam keluarga, dan nilai sewa tanah sawahnya.  Itu berarti, petani hanya mendapatkan uang cash sekitar Rp. 3,75 juta per bulan. Nilai itu, mirip dengan pendapatan buruh bangunan, atau bahkan pengemis jalanan. Kalau begini kondisinya, siapa yang tertarik menjadi petani ? Tidak heran kalau banyak sekali terjadi alih fungsi lahan (sekitar 1% per tahun). Wajar, kalau tidak ada anak muda yang terjun sebagai petani. Hanya orang yang idealistis yang masih siap terjun sebagai petani.

Hingga saat ini, negara belum memihak kepada petani (produsen). Negara masih terus memihak kepada konsumen. Konsumen di nina-bobokkan dengan harga produk pertanian yang murah. Orang yang sudah terbiasa berada dalam zone nyaman, akan sulit sekali diajak hidup prihatin. Para pengusaha akan koar-koar kalau harga produk pertanian (beras) naik. Karena akan berpengaruh terhadap inflasi, dan berpengaruh terhadap upah minimum regional (UMR). Pengusaha yang kapitalistis, pasti selalu tidak ingin keuntungannya menurun. Kaum kapitalis selalu terus ingin menari-bari di atas kemiskinan petani.

Seharusnya biar saja UMR semakin naik. Kalau suatu perusahan tidak efesien, maka biar saja ia tutup. Orang yang terlempar dari sektor tersier atau sekunder, pasti akan segera terjun ke sektor pertanian. Apalagi bekerja di sektor primer (pertanian) sudah pasti kondisinya menarik dan menguntungkan. Buktinya saat ini, saat pandemi korona. Meski kondisi di sektor pertanian masih miskin, toh mereka siap terjun ke sektor pertanian. Di Bali. Tanah sawah atau ladang yang lama “tidur”, kini mulai digarap dengan serius, setelah banyak pekerja yang terlempar dari sektor tersier. Hal itu dilaporkan peneliti dari Nagoya University, Dr. Naori Miyazawa. Ia tinggal di Bali (Ubud) selama dua tahun, untuk mengadakan riset tentang subak dan agrowisata.

Hancurnya petani kedele dan bawang putih, adalah juga karena negara masih terus keenakan memihak konsumen. Hal yang analogis juga terjadi pada petani tebu. Selama negara (pemerintah) masih memihak kepada konsumen, maka secara pelan dan pasti maka sektor pertanian akan hancur lebur. Karena tidak ada yang mau bertani. Pemenang hadiah nobel dari Venezuela, Prof. Tum selalu mengatakan bahwa kalau sektor pertanian tidak diperhatikan oleh pemerintah, maka sektor pertanian pasti akan hancur dan tergilas oleh proses globalisasi. Kalau sudah terlanjur hancur, akan sangat sulit untuk memulihkannya kembali. Akan sangat mahal untuk merombak pabrik atau hotel, untuk kembali dijadikan sawah.

Dalam jangka panjang sektor pertanian akan menjadi primadona dalam proses pembangunan nasional. Kita memiliki potensi pengembangan sektor pertanian yang sangat kuat. Kemudian akan bisa menguasai pasar produk pertanian di Asia Tenggara atau bahkan Asia. Karena manusia pasti perlu makan. Dan kita memiliki potensi fisik, sosial, dan budaya untuk membangun pertanian. Lanjut pasti bisa memberikan makan pada kawasan Asia. Problemanya adalah, apakah kita siap untuk sementara hidup prihatin. Untuk itu kaum cerdik-pandai dan pemerintah harus mampu memberikan keyakinan. Sebab, begitu pada saatnya pemerintah memihak petani (produsen), maka keadaan tidak langsung baik. Pembangunan sektor pertanian memerlukan waktu, untuk bisa menikmati hasilnya.

Di Jepang, pembangunan pertanian dimulai dengan membangun industri hilir (industri yang mengolah produk pertanian). Kini saatnya kita meniru Jepang. Membangun industri hilir dan memihak petani (produsen) di on-farm. Saya kira, sesuai potensinya, tidak sedikit negara-negara di dunia yang hidup dan eksis dari sektor pertanian (agribisnis). Misalnya, Selandia Baru, Australia, dan Vietnam. Kapankah kita tersadar untuk itu?

 

wartawan
Wayan Windia
Category

Bupati Gus Par Buka Pelatihan URBANSAR, 44 Personel Damkar Karangasem Ditempa Basarnas

balitribune.co.id | Amlapura - Berdiri di kaki Gunung Agung, Karangasem sadar, keindahan datang bersama risiko. Saat bencana datang, harapan terakhir warga ada di tangan aparatur daerah. ​Untuk itu, Bupati Karangasem, I Gusti Putu Parwata (Gus Par), menantang langsung nyali pasukan 'Tim Api Gumi Lahar'.

Baca Selengkapnya icon click

G***k Sang Mandor, Tiga Buruh ini Ngaku Sakit Hati

balitribune.co.id | Gianyar - Dalam hitungan empat hari, sejak penemuan Mayat I Wayan  Sedhana (54) dalam kondisi Leher nyaris putus terg***k, pelakunya akhirnya terungkap. Yakni tiga buruh bangunan yang dipekerjakan oleh korban. Ketiga pelaku ditangkap di perbatasan Jember -Banyuwangi saat berupaya melarikan diri. Mereka membunuh sang mandor karena merasa Sakit hati sering diomelin dan kadang ditampar saat bekerja.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Membidik APBN 2026: Sekda Karangasem Hadiri Rakor Penentu Prioritas Kementerian

balitribune.co.id | ​Amlapura - Dalam pertemuan empat hari di IPDN Jatinangor, Karangasem fokus mengunci anggaran 2026. Sinkronisasi program strategis, dari Makan Bergizi Gratis, penuntasan TBC, hingga akselerasi Koperasi Merah Putih, menjadi menu wajib.

Baca Selengkapnya icon click

BPJS Ketenagakerjaan Karangasem Perkuat Sinergi dengan Agen Perisai

balitribune.co.id | Amlapura - BPJS Ketenagakerjaan Karangasem terus melakukan berbagai upaya untuk memperluas cakupan perlindungan sosial bagi masyarakat. Salah satunya dengan melakukan pembinaan Agen Penggerak Jaminan Sosial Indonesia (Perisai) guna mengoptimalkan program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Kegiatan yang dilakukan di Chic n Cozy, dihadiri seluruh Agen Perisai di bawah naungan BPJS Ketenagakerjaan Karangasem, Jumat (17/10).

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Polres Karangasem Diduga Jual Beli Test Urine Pecandu Narkoba

balitribune.co.id | Denpasar - Aneh bin ajaib kasus yang dialami  tersangka Galih Dwipa Fauji yang ditangkap saat menggunakan narkoba jenis sabu oleh anggota Sat Res Narkoba Polres Karangasem. Hasil test urinenya dinyatakan negatif. Padahal Fauji baru saja memakai narkoba. Hal ini yang menimbulkan kecurigaan dan dugaan praktik jual beli hasil dalam pemeriksaan urine. 

Baca Selengkapnya icon click

WNA Asal Kanada Ditemukan Meninggal di Lembongan

 

 

Semarapura, Bali Tribune

Suasana tenang di kawasan wisata Jungutbatu, Nusa Lembongan, mendadak gempar pada Rabu (29/10/2025) malam. Seorang warga negara asing (WNA) asal Kanada bernama Frances Colleen Hollywood (62) ditemukan meninggal dunia di kamar penginapan Lembongan Made In, Desa Jungutbatu, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.