Denpasar, Bali Tribune
Komunitas Nitirupa menggagas pameran seni rupa bertajuk “Nitibumi” yang dimaksudkan sebagai ajakan kepada siapa saja untuk berpikir dan bertindak semampunya sebagai upaya menjaga bumi dari ancaman besar kerusakan alam.
Isu perubahan iklim dan nasib bumi yang semakin terdesak oleh kepentingan kehidupan global telah lama dan banyak diperbincangkan di berbagai forum, terrmasuk di kalangan seniman. “Tapi kita jangan bosan untuk terus membahas dan mempertanyakan sejuah mana peran kita untuk ikut menyelamatkan lingkungan,” kata Ketua Komunitas Nitirupa Wayan Redika, di lantai 2, Resto Soto Ayam Surabaya (SAS), di Jalan Teuku Umar Denpasar, Kamis (19/5).
Nitirupa didirikan pada 20 Oktober 2015, berawal dari kegelisahan sejumlah perupa untuk menyatukan visi dan misi berkesenian yang mendorong pengembangan kreativitas dan penciptaaan karya seni. Selain itu juga memperluas jejaring kerja sama, memfasilitasi edukasi dan apresiasi, serta ikut mewujudkan suasana berkesenian yang nyaman.
Komunitas ini didirikan oleh perupa Wayan Redika, Made Wiradana, Made Supena, Teja Astawa, Imam Nurofiq, Galung Wiratmaja, Nyoman Sujana Kenyem, Made Gunawan, Uuk Pramahita, Bambang Putu Juliarta, Loka Suara, dan Pande Alit Wijaya Suta. Mereka akan menggelar pameran “Nitibumi”, pada 3 Juni 2016 mendatang di Bentara Budaya Bali.
Ketika berdiskusi dengan pengusaha dan pecinta seni, Zainal Tayeb dan Harry T Putra, yang akrab disapa Heri Soto ini, Zainal mengaku telah lama menikmati berbagai pameran hingga mengoleksi karya dari sejumlah lelang lukisan, seperti Christie’s, Sotheby’s dan lain-lain. Serta memberikan saran bagi komunitas ini, termasuk menekankan betapa pentingnya manajemen berkesenian.
Zainal Tayeb menyarankan, sebagai seniman harus memiliki wilayah kreatif yang luas untuk mengungkapkan sejumlah pandangan, baik mengenai isu, peristiwa, dan berbagai hal terkait kehidupan ini. “Tema ini sangat menohok siapa saja dan sangat bagus untuk menjadi renungan kita bersama. Saya berharap pesan dari karya dalam pameran ini bisa sampai dan mengena kepada khalayak,” kata Zaenal yang menyatakan kesediaan untuk membuka pameran “Nitibumi”.
Sebagai pengusaha yang ikut berkiprah menumbuhkan perekonomian di Bali, Zaenal mempunyai perhatian besar terhadap dunia seni rupa. Sosok pria yang selalu tampil dengan model rambut dikuncir rapi ke belakang itu juga sering memfasilitasi sejumlah kegiatan bagi seniman di Kuta.
Dengan menggandeng Heri Soto, Zainal Tayeb juga memprakarsai melukis bersama 100 seniman sebagai respons terhadap tragedi kemanusiaan “Bom Bali” dan menyampaikan pesan bahwa denyut kehidupan Bali tak boleh lumpuh.
Harry menambahkan, dunia seni rupa belakangan ini seolah “tiarap”, namun diharapkan hal ini tidak menurunkan greget para seniman untuk terus berkarya. Bahkan kondisi seperti ini harus dijadikan sebagai momen yang berharga untuk melahirkan karya-karya yang berkualitas.