Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Memaknai Arti Upacara Rsi Yadnya "Mediksa"

Bali Tribune/ Ilustrasi dari sebuah upacara Rsi Yadnya.

balitribune.co.id | Denpasar  - Mengutip dari tulisan yang disusun oleh Ida Rsi Agung Dwija Kertha Wiradharma Sadewa, dari Grya Taman Natha Amertha Sari Ashrama. Diartikan upacara "Padiksan atau Mediksa" digolongkan sebagai upacara Rsi Yadnya.
 
Diambil dari kata Diksa (atau juga disebut dengan "divya jnyana"). Diksa berasal dari bahasa sanskerta yaitu Di dan Ksa. “Di” artinya divya jnyana : sinar ilmu pengetahuan dan “ksa” artinya ksaya : melenyapkan, menghilangkan.
 
Jadi Diksa adalah proses inisiasi untuk dapat menerima sinar suci ilmu pengetahuan yang berfungsi untuk melenyapkan kegelapan/ kebodohan pikiran agar mencapai kesempurnaan. Dalam lontar Brahmana Purana, “Diksa rakwa ngaran ing brata mwang tapa”
 
Artinya Diksa adalah melakukan perbuatan suci dan mengendalikan indriya/nafsu.
 
Adiksa artinya menjalani inisiasi.
 
Orang yang sedang menjalani inisiasi disebut Adiksa. Ia yang sudah menjalani adiksa disebut diksita, artinya ia sudah menjadi murid dalam melaksanakan punyucian. Nama lain untuk pengertian Diksa adalah mapodgala, mabersih, masuci, madwijati dan malinggih.
 
Upacara pentasbihannya disebut Diksikabrata samskara. Beliau yang memberikan samskara (memberikan inisiasi) disebut Andiksani (Nabé). Beliau bertanggung jawab atas kepatuhan dan perilaku muridnya.
 
Untuk dapat menjaga kesucian dirinya, seseorang yang telah melaksanakan upacara mediksa, berkewajiban agar setiap hari menyucikan diri dengan melakukan puja Parikrama atau Surya Sewana. Mengenai waktunya dapat dilakukan saat pagi, siang, dan sore hari. Maka dari itulah sang pendiksa atau wiku tidak kena cuntaka dan juga tidak nyuntakain.
 
Dalam Lontar Ekapratama, Sang Sadaka disebut pula sebagai “Sang Katrini Katon” yaitu “Wakil Hyang Widhi di dunia yang terlihat oleh manusia sehari-hari”. Kemudian kitab Taiteria Upanisad menyebutkan bahwa Sang Sadaka juga adalah “Acharya Dewa Bhawa” yaitu “Perwujudan Dewa di dunia” karena kesucian lahir bathin dan dharma bhaktinya kepada manusia di dunia.
 
Selanjutnya didalam Yajur Weda (XX, 25) juga diuraikan tentang kesucian diksa yaitu : Dengan melaksanakan brata seseorang akan memperoleh diksa;
 
Dalam tingkatan Dwijati yang dari padanya diharapkan mulai mematuhi segala peraturan kebrahmanaan.
 
Dengan melakukan diksa, seseorang akan memperoleh daksina, pendapatan yang suci karena didapatkan dari perbuatan yang suci dan terhormat. Disebutkan pula beberapa makna diksa yaitu, Sebagai salah satu bagian dalam menguatkan iman atau sraddha, (diksa ; sembahyang). Menjaga tegaknya kelestarian ibu pertiwi, (diksa ; Tri Sadhaka).
Dari penjelasan tersebut maka pelaksanaan diksa memiliki tujuan untuk menyucikan diri secara lahir maupun bhatin sebagai sarana atau jalan untuk mentransfer pengetahuan ketuhanan (Brahmavidya) melalui media Guru Nabe atau Acarya, sekaligus sebagai pembimbing moral dan spiritual. Dengan melaksanakan diksa umat Hindu disebut Sadhaka, Sulinggih atau Pandita yang meliputi berbagai nama abhiseka seperti : Pedanda, Bhagawan, Pandita Mpu, Sira Empu, Dukuh, Rsi, dan lain-lain yang memiliki kewenangan melakukan bimbingan Dharmopadesa maupun Lokapalasraya kepada umat.
 
Selain itu diksa dvijati tidak hanya sebagai inisiasi formal, melainkan menunjukan adanya jalinan hubungan yang bersifat pribadi dan mendalam antara Guru Nabe (Acarya) dengan murid (sisya). Lebih jauh lagi Atharvaveda XI. 5. 3. menguraikan bahwa saat pelaksanaan diksa dvijati seorang Guru Nabe atau Acarya seakan-akan menempatkan murid (sisya) dalam badannya sendiri seperti seorang ibu mengandung bayinya, kemudian setelah melalui brata murid dilahirkan sebagai orang yang sangat mulia (dvijati). Dengan demikian pelaksanaan diksa dvijati merupakan transisi dari gelap menuju terang, dan avidya menuju vidya.
 
Dalam lembaga diksa dvijati kedudukan Guru Nabe begitu sentralnya, yakni memiliki hak prerogatif terhadap sisya-nya. Agar tidak terjadi pengingkaran terhadap sasana/dharmaning kawikon. Maka demi menegakkan Dharma berdasarkan ketentuan sastra, seseorang yang akan menjadi Pandita wajib mengangkat Guru Nabe, Guru Waktra, Guru Saksi.
 
Dalam proses upacara diksa, sebelum ditapak oleh guru nabe, maka akan ada tahapan Seda Raga / Amati Raga , yaitu saat calon diksita melakukan tapa/yoga yg disebut juga YOGA NIDRA dengan tujuan membunuh semua musuh dalam manusia (sad ripu dan sapta timira) yaitu Krodha (marah), Moha (bingung), dan Mada (mabuk), Dll. Adapun tujuan lain dalam pandangan Hindu,khususnya di Bali proses seda raga /amati raga juga diyakini untuk mengetahui jalan ke nirwana / swah loka sehingga bila jadi Wiku/ Sulinggih, nantinya bisa menuntun atma/roh yang diupacarai dalam prosesi upacara Pitra Yadnya. Ditegaskan seorang yang baru menjalani proses ekajati (disebut jero/jero mangku/jero mangku gde/pinandita) tidak patut/tidak memiliki kewenangan dalam menyelesaikan (nganteb bukan muput) pitra yadnya /ngaben karena seorang ekajati belum melalui proses sedaraga/amatiraga. Setelah calon diksita melewati proses sedaraga,baru akan dipanggil kembali /disadarkan oleh guru nabe, untuk melanjutkan tahapan selanjutnya yaitu mesucian, merajah,mepetik, mehias, metapak /diksa, dan karena proses hidup/lahir kedua kali ini, bangkit dari kematian (dimatikan indria /sadripu/saptatimira) maka diksa ini disebut juga dwijati (lahir ke dua kali) . Kelahiran yang pertama ialah ketika ia lahir dari rahim sang ibu, jadi lahir secara fisik. Sedangkan kelahiran kedua kalinya, ia lahir secara rohaniah melalui ilmu pengetahun/weda oleh guru nabe dan setelah didiksa ia menjadi Wiku / sulinggih /pandita yang bertugas melaksanakan kepanditaan.
 
Diksa dwijati tidak hanya sebagai inisiasi formal, melainkan menunjukan adanya jalinan hubungan yang bersifat pribadi dan mendalam antara Guru Nabe (Acarya ) dengan murid (sisya).
 
Atharvaveda XI. 5. 3. menguraikan bahwa saat pelaksanaan diksa dvijati seorang Guru Nabe atau Acarya seakan-akan menempatkan murid (sisya) dalam badannya sendiri seperti seorang ibu mengandung bayinya, kemudian setelah melalui brata murid dilahirkan sebagai orang yang sangat mulia (dvijati). Dengan demikian pelaksanaan diksa dvijati merupakan transisisi dari gelap menuju terang, dan avidya menuju vidya. Setelah itu diksita yang sudah ditapak akan menjalankan catur bandana Dharma, yaitu ;
- Amari Sesana : Perubahan kebiasan dan disiplin kehidupan.
 
- Amari Aran : Perubahan nama (Bhiseka).
 
- Amari Wesa : Perubahan tata berpakaian.
 
Angulahaken guru susrusa : artinya selalu taat dan patuh dengan perintah /tuntunan guru nabe.
 
Eksistensi diksa dalam ajaran agama Hindu adalah salah satu pengamalan Dharma yang memiliki sifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh seluruh Umat Hindu.
Dengan demikian diksa merupakan dasar keyakinan agama Hindu sekaligus hukum moral yang wajib diyakini, dijunjung tinggi, ditaati serta dilaksanakan dalam rangka menegakkan Dharma. Hal ini dinyatakan dalam mantram Atharvaveda XII.1.1 dan Yajurveda XIX. 36, sebagai berikut :
 
"Satyam brhad rtam ugram diksa ya topo brahmayajna prithivim dharyanti" 
 
Artinya : Sesungguhnya Satya, rta, diksa, tapa, brahma dan yajna yang menyangga Dunia.
 
"Vratena diksam apnoti, diksayapnoti daksinam, daksinam sraddham apnoti sraddhaya satyam aapyate”
 
Artinya : Dengan melaksanakan brata, seseorang mencapai diksa, dengan diksa seseorang memperoleh daksina dan dengan daksina seseorang mencapai sraddha, melalui sraddha seseorang mencapai satya.
 
Usaha menyucikan diri melalui diksa sebagai salah satu perwujudan Dharma diamanatkan pula oleh Wrhaspati Tattwa sloka 25 yang merupakan kewajiban setiap umat Hindu yang dijabarkan melalui tujuh pengamalan Dharma, yaitu: sila, yajna, tapa, dana, pravrjya, diksa dan yoga. Melalui pelaksanaan diksa seseorang menjadi Brahmana, "janmana jayate sudrah samskarairdvija ucyate" artinya semua orang lahir sebagai sudra melalui diksa/dvijati seseorang menjadi Brahmana. Sehingga diksa adalah suatu kewajiban yang dilakukan oleh semua umat Hindu. Bila saat semasih hidup melaksanakan diksa maka akan menjadi wiku/ sulinggih /pandita seperti disebutkan diatas. Namun karena mediksa adalah kewajiban semua umat, belum sempat diksa saat masih hidup, apabila sudah meninggal juga akan ada proses pediksan didalam pitrayadnya/pengabenan, yaitu sebelum ngaben akan ada proses ngaskara (sinangaskara) yaitu proses inisiasi roh yg artinya sama dengan proses diksa. Yang memiliki wewenang untuk ngaskara adalah hanyalah beliau yg sebelumnya sudah melaksanakan diksa dwijati yaitu wiku/sulinggih/pandita.
wartawan
JRO
Category

Bupati Sanjaya Ajak Masyarakat Peduli Fasilitas Umum melalui Jumat Bersih

balitribune.co.id | Tabanan — Dalam upaya meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, Bupati Tabanan, Dr. I Komang Gede Sanjaya, S.E., M.M., memimpin langsung pelaksanaan kegiatan Jumat Bersih yang berlangsung di Lapangan Alit Saputra, Tabanan, Jumat (25/4).

Baca Selengkapnya icon click

Pupuk Indonesia Menekankan Pentingnya Langkah Fundamental Mewujudkan Ketahanan Pangan Berkelanjutan

balitribune.co.id | Denpasar - Saat forum industri pupuk terbesar di Asia yang berlangsung di Bali yang mempertemukan pelaku usaha, asosiasi, dan pemerintah dari berbagai negara, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi menyampaikan pentingnya memperkuat kolaborasi lintas negara untuk menjawab tantangan krisis pangan global, disrupsi rantai pasok dan perubahan iklim.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Lindungi Pekerja Program MBG, BPJAMSOSTEK dan Badan Gizi Nasional Menandatangani Nota Kesepahaman

balitribune.co.id | Gianyar - Selain bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pemenuhan gizi bagi generasi penerus bangsa, program Pemenuhan Gizi Nasional atau Makan Bergizi Gratis (MBG) secara tidak langsung juga mampu menyerap jutaan tenaga kerja di Indonesia.

Baca Selengkapnya icon click

Slang Regulator Bocor, Warung Bakso di Kaba-Kaba Kebakaran

balitribune.co.oid | Tabanan – Sebuah warung bakso di Banjar Dauh Yeh, Desa Kaba-Kaba, Kecamatan Kediri, kebakaran pada Kamis (24/4) siang.

Meski tidak sampai mengakibatkan korban jiwa, kebakaran yang terjadi sekitar pukul 12.00 Wita di pinggir jalan raya Kaba-Kaba itu menimbulkan kerugian materi sekitar Rp 15 juta.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Sisa Hari Raya Galungan, Volume Sampah di Badung Naik 15 Persen

balitribune.co.id | Mangupura - Volume sampah di Kabupaten Badung mengalami peningkatan pada Hari Raya Galungan.  Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Badung mencatat peningkatan volume sampah mencapai 15 persen dari hari biasanya. Selama dua hari terakhir truk sampah mikik DLHK Badung bahkan telah mengangkut sebanyak 620 ton sampah. 

Baca Selengkapnya icon click

Gerakan Wisata Bersih Momentum Memperkuat Aspek Kebersihan dan Keberlanjutan

balitribune.co.id | Denpasar - Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana meyakini Gerakan Wisata Bersih (GWB) dapat menjadi momentum untuk memperkuat aspek kebersihan dan keberlanjutan destinasi wisata di Indonesia.

"Saya percaya, Gerakan Wisata Bersih dapat menjadi sebuah langkah untuk menjawab tantangan besar dalam menjaga kebersihan, kelestarian, dan keberlanjutan destinasi wisata kita,” ujarnya dalam siaran persnya, Kamis (24/4).

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.