Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Pancasila, Riwayatnya Nanti

Bali Tribune

Oleh: Wayan Windia - Guru Besar di Fak. Pertanian Unud, dan Ketua Stispol Wira Bhakti. 

balitribune.co.id | Hari lahirnya Pancasila, dikenang dan diperingati pada setiap tanggal 1 Juni. Bahkan pada era Jokowi, hari tersebut ditetapkan sebagai hari libur nasional. Hal itu menandakan bahwa semakin tahun, kesadaran tentang pentingnya Pancasila sebagai dasar negara, terus semakin berkembang. Mengapa? Karena, tantangan terhadap eksistensi Pancasila sebagai dasar negara, terus semakin nyata. Indikasinya adalah, munculnya komunitas yang ingin mengganti Panacasila sebagai dasar negara. Aksi-aksinya, diweja-wantahkan dalam bentuk teror, separatisme, dan alam pikir yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.

Adapun sumbangan terbesar dari generasi pembebas (meminjam istilah Jenderal TB Simatupang), adalah sebuah konsensus, yang menyepakati Pancasila sebagai dasar negara. Kalau kesepakatan itu tidak ada, maka tidak akan ada UUD 1945, tidak akan ada NKRI, dan tidak akan ada semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Pada era itu, semua komponen bangsa, telah menempatkan dirinya dalam kondisi serba mengalah. Untuk kemudian dapat menerima dengan ikhlas, Pancasila sebagai dasar negara, dan juga UUD 1945. Semua itu bisa terjadi, karena adanya rasa persatuan dan kesatuan untuk bangsanya, setelah sebelumnya bersama-sama terlibat dalam perang kemerdekaan RI.

Selanjutnya, akibat perkembangan teknologi (informasi) dan globalisasi, maka telah terjadi proses transformasi sosio-kultural. Dalam waktu yang bersamaan, telah muncul generasi baru Indonesia. Sebuah generasi yang tidak mampu memahami sejarah bangsanya. Bahwa dahulu, bangsa ini merebut kemerdekaannya dengan tetesan darah. Para pendiri bangsa, harus terlibat dalam perang kemerdekaan yang sangat panjang, dan memakan korban jiwa-raga, serta harta-benda yang tak ternilai.

Karena tidak bisa memahami, maka dalam benak generasi baru Indonesia saat ini, hanya tertanam sejuta harapan. Harapan tentang kebebasan, demokrasi, HAM, kesejahteraan, dll. Mereka pada umumnya “berpaling” ke arah Barat.  Harapannya, hanya ingin “menerima” dari bangsanya. Tidak pernah terpikir kesadaran untuk “memberi” kepada bangsanya, sebagaimana dahulu diteladani oleh para generasi pembebas (pendiri bangsa).

Indikasinya tercermin dari berbagai demonstrasi massa, yang telah terjadi selama ini ( di era reformasi), dan juga korupsi yang dilakukan oleh para elit. Sangat tidak masuk akal, bahwa tatkala pandemi covid, sang menteri dan elit di Kemensos terlibat korupsi kasus bansos untuk rakyat miskin. Ada juga indikasi kasus korupsi yang dilakukan para elit, pada saat rakyat kesulitan minyak goreng. Mungkin masih banyak lagi kasus-kasus yang lain. 

Apakah generasi baru Indonesia tidak boleh memiliki harapan-harapan? Tentu bisa saja. Mereka bisa saja memiliki harapan-harapan hingga di atas langit. Tetapi mereka harus terus diingatkan bahwa, kakinya harus tetap berpijak di bumi (Indonesia). Bahwa mereka harus tetap eling pada sejarah bangsanya. Eling tentang Pancasila sebagai dasar negara, yang dahulu dipertaruhkan dengan berdarah- darah. Bahwa tanpa ada perang kemerdekaan, tanpa ada Pancasila sebagai dasar negara, maka apa yang kini kita dapat nikmati, adalah suatu hil yang mustahal (meminjam istilah pelawak Asmuni).

Lalu, bagaimana caranya, agar generasi baru Indonesia bisa paham pada sejarah bangsanya? Salah satu cara yang paling efesien dan efektif adalah melalui sistem pendidikan nasional. Mata kuliah Pancasila harus wajib diajarkan. Tetapi disinipun ada kendala. Bahwa dalam UU tentang Pendidikan Tinggi, memang tercantum bahwa mata kuliah Pancasila adalah salah satu dari mata kuliah wajib. Tetapi dalam PP tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), ternyata tidak dicantumkan kewajiban untuk mengajarkan mata kuliah Pancasila. Ini hal yang aneh bukan? Kok PP berani menentang UU. Berarti dalam komunitas itu, ada tangan-tangan “usil”.

Lalu, bagaimanakah dasar negara kita, yakni Pancasila dan riwayatnya nanti? Dalam era Orde Baru telah dimemukakan bahwa Pancasila adalah ideologi yang terbuka. Bahwa Pancasila terbuka untuk menyerap dinamika perkembangan zaman. Tetapi nilai-nilai Pancasila harus tetap kokoh dilaksanakan oleh anak-anak zamannya. Untuk itu saya sejak lama terpesona dengan statemen dari Jenderal TB Simatupang. Bahwa pembangunan nasional harus dilaksanakan sebagai pengamalan dari Pancasila. Artinya, sama sekali tidak boleh menyimpang.

Mengapa? Karena para pendiri bangsa, pasti sudah sangat memahami geopolitik bangsanya. Mereka juga memandang  masa depan bangsanya, dengan kaca mata yang sama, yakni kaca mata “memberi” kepada bangsanya. Kalau ada penyimpangan dari Pancasila, maka bangsa ini tidak akan pernah tenang dari gerogotan para begundal politik. Misalnya, kasus-kasus korupsi yang terus merebak yang dilakukan oleh para elit (politik). Bahkan Menko Polhukam menyebut bahwa korupsi di Indonesia di era reformasi, jauh lebih jelek dibandingkan di masa era Orde Baru.

Pertanyaannya adalah, apakah saat ini ada penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila? Sebagai Ketua Gugus Kebangsaan Prov. Bali, saya beranggapan bahwa memang ada penyimpangan tsb. Penyimpangannya adalah dalam sistem politik di Indonesia, yang bertentangan dengan Sila ke-4 dari Pancasila. Mungkin, inilah sumber ketegangan sosial, dan munculnya kasus korupsi yang dilakukan para elit kita di Indonesia. Oleh karenanya, sistem politik nasional di Indonesia, sangat perlu di tata ulang.

Tetapi, tantangannya mungkin sangat berat. Karena alam pikir yang dikembangkan adalah alam pikir ala Barat. Oleh karenanya, agar Pancasila bisa lestari sepanjang massa, maka renungkanlah dan implementasikan visi pembangunan yang dikemukakan Jenderal TB Simatupang tsb. Beliau adalah seorang jenderal yang terus terlibat dalam perang kemerdekaan, bersama-sama dengan Jenderal Besar Sudirman. Kemudian berkembang sebagai salah seorang intelektual TNI. Tentu beliau sangat menghayati geopolitik bangsanya, dan memahami arah yang harus ditempuh bangsanya.

 

wartawan
WW
Category

Karam di Selat Bali, Tim SAR Evakuasi 27 Penumpang Korban KMP Tunu Pratama Jaya

balitribune.co.id | Negara - Setelah Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Tunu Pratama Jaya dilaporkan tenggelam di perairan Selat Bali pada Kamis (3/7/2027) dini hari, operasi pencarian kini masih terus dilakukan. Hingga Kamis siang ada sejumlah penumpang yang ditemukan meninggal dunia di perairan Pebuahan, Negara.

Baca Selengkapnya icon click

Tiga Tahun Kasus Mandeg di Polresta Denpasar, Investor Australia Bersurat ke Kapolri

balitribune.co.id | Denpasar - Penanganan perkara dugaan penipuan dan penggelapan dilaporkan investor asal Australia, Jeffrey Norman Cruickshank (78) ke Satreskrim Polresta Denpasar terkesan jalan di tempat. Buktinya, lebih dari tiga tahun Jeffrey Norman Cruickshank melaporkan I Nyoman Suastika dan Rieke Indriati hingga penyidik menerbitkan SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) pada 10 Juni 2024, tetapi belum ada penetapan tersangka. 

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Pansus II Tekankan Data Presisi Sebagai Landasan Pembangunan Daerah

balitribune.co.id | Tabanan - Panitia khusus atau Pansus II DPRD Tabanan meminta keberadaan Data Presisi menjadi salah satu landasan utama penyelenggaraan pembangunan daerah yang akan dirangkum ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tabanan 2025-2029.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Jembrana di Ambang Krisis Guru, Beban Guru Aktif Bertambah

balitribune.co.id | Negara - Dunia pendidikan di Kabupaten Jembrana tengah dihadapkan pada tantangan serius. Hingga kini tercatat terjadi kekurangan 200 lebih guru pengajar. Kondisi ini diperparah dengan bertambahnya guru yang pensiun setiap tahun. Tahun 2025 saja, sebanyak 119 guru akan memasuki masa pensiun.

Baca Selengkapnya icon click

Industri Keuangan Bali Tetap Tangguh, Kredit UMKM dan Investasi Tumbuh Positif di April 2025

balitribune.co.id | Denpasar - Sektor Jasa Keuangan di Provinsi Bali menunjukkan performa stabil dan tumbuh positif hingga April 2025. Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali mencatat bahwa permodalan yang kuat, likuiditas yang cukup, serta risiko yang terjaga menjadi kunci ketangguhan sektor ini. Hal ini diungkapkan Kepala OJK Provinsi Bali, Kristrianti Puji Rahayu di Denpasar, Rabu (2/7).

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.