Denpasar, Bali Tribune
Pemerintah Kota Denpasar menggelar upacara Petinget Tumpek Krulut yang berlangsung di Lapangan Puputan Badung I Gusti Ngurah Made Agung, Sabtu (22/10). Petinget ini digelar sebagai sujud dan syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas manifestasinya sebagai pencipta suara-suara suci atau tabuh dalam kehidupan.
Petinget dimulai sekitar pukul 18.00 wita diawali dengan penampilan tari Rejang Renteng yang dibawakan anggota Wanita Hindu Dharma Indonesia Kota Denpasar. Ada pula sejumlah tabuh yang ditampilkan baik tabuh gamelan gong, gender, slonding, jegog, angklung, semarandana, hingga beleganjur.
Usai penampilan tari dan tabuh, acara kemudian dilanjutkan dengan sembahyang bersama dan ditutup dengan penampilan Ngelawang dan Sesolahan dari sanggar Siwer Nadi Swara Banjar Pagan Kelod Denpasar Timur. Tampak hadir pada kesempatan tersebut, Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra, Wakil Walikota Denpasar IGN Jaya Negara, Sekda Kota Denpasar berserta seluruh SKPD Kota Denpasar.
Forum Tenaga Penyuluh Lapangan Agama Hindu Kota Denpasar, Cok Putra Wisnu Wardana mengatakan, upacara keagamaan Tumpek Krulut ini ditujukan sebagai upaya untuk memuja manifestasi Tuhan yakni Betara Iswara sebagai penguasa tetabuhan dan sarwa gambelan. ‘‘Kita bersyukur atas terciptanya suara-suara suci atau tabuh. Oleh karena itu pada hari ini juga sering disebut dengan Odalan Gong. Tujuannya adalah agar perangkat suara untuk kelengkapan upacara tersebut memiliki suara yang indah dan taksu,’’ ujarnya.
Dikatakan Wisnu Wardana, Tumpek Krulut dikenal juga dengan Tumpek Lulut. Kata Lulut dalam Bahasa Bali berarti jalinan atau rangkaian cinta kasih. Sedangkan Makna dari Krulut itu sendiri kata Cok Putra adalah welas asih atau cinta kasih dan turunnya cinta kasih ini diwujudkan dalam bentuk nada yang merdu dan indah.
Selain itu Tumpek Krulut juga merupakan pertemuan kasih sayang Panca Tirta Dewa Samara serta lima nada perwujudan Samara Ratih atau Panca Geni. Pertemuan Panca Tirta dan Panca Geni menjadi suara genta pinara pitu yang menjadi nada dasar sebagai seluruh gambelan. Dalam hal ini, pertemuan itu dinamakan kalulut asih atau membangkitkan rasa sayang disebut senggara rasa sebagai pendakian kasih sayang atau sebuah bakti yang ditunjukan pada tuhan.
“Tidak hanya itu, perayaan Tumpek Krulut hampir sama dengan tumpek lainnya. Untuk itu perlu disosialisasikan karena Bali memiliki banyak hari-hari baik. Untuk itu diharapkan masyarakat mengetahui makna dari Tumpek Krulut itu sendiri. Sehingga untuk ke depan semua masyarakat bisa memahami perayaan untuk alat musik tradisional,” ujarnya.