
balitribune.co.id | Negara - Setelah sebelumnya pihak kuasa hukum korban telah mengeluarkan pernyataan membantah sejumlah hal dalam eksepsi terdakwa, kini kasus dugaan tindak pidana penyerangan kehormatan atau nama baik melalui informasi elektronik yang menjerat seorang oknum wartawan berinisial IPS (49) yang masih tahap persidangan pun terus bergulir.
Kasus dugaan tindak pidana penyerangan kehormatan atau nama baik melalui informasi elektronik yang telah mencuat sekitar 1,5 tahun lalu ini, sejak Selasa (12/8/2025) sudah mulai disidangkan di di Pengadilan Negeri (PN) Negara. Sebelumnya saaat sidang kedua dengan agenda pembacaan eksepsi oleh penasehat hukum terdakwa IPS pada Selasa (19/8) menyampaikan sejumlah hal terkait penanganan perkara ini.
Salah satunya yang dipertanyakan pihak terdakwa yang sebelumnya didakwa melanggar Pasal 45 ayat (4) jo. Pasal 27a UU RI No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ini adalah legal standing korban sebagai pelapor. Melalui kuasa hukumnya dalam eksepsinya mempertanyakan pelapor Dewi Supriani (Anik Yahya) yang seorang komisaris di SPBU.
Kuasa hukum terdakwa, Putu Wirata seusai sidang tersebut kepada awak media menyatakan pelapor untuk dapat melakukan pelaporan ke kepolisian harus mendapatkan kuasa dari pihak direksi SPBU, "Pelapor tidak memenuhi syarat legal standing dalam hal ini. Kalau dia sebagai komisaris harusnya mendapat kuasa dari direksi untuk melapor. Jadi prosesnya harusnya dihentikan dan hak-hak klien kami dikembalikan," jelasnya.
Wirata yang saat itu didampingi Ketut Ardana selaku kuasa hukum terdakwa juga menilai seharusnya penegak hukum terlebih dahulu mengusut pelanggaran kemudian baru mengarah ke penanganan terhadap perkara kliennya. "Jika dinyatakan tidak melanggar aturan atau tata ruang dan lainnya baru diusut pencemaran nama baik. Namun jika ditemukan pelanggaran berarti apa yang diberitakan klien kami itu benar," tandasnya.
Eksepsi dari penasehat hukum IPS, sebelumnya juga telah ditanggapi penasehat hukum korban Dewi Supriani (Anik Yahya), I Made Sugiarta. Dalam pernyataannya kepada media, kuasa hukum korban menyataka korban berhak melapor. Menurutnya pada awal perkara ini, dalam berita pada media online yang dibuat terdakwa jelas menyebut nama Anik Yahya. Apalagi ada kata Mencaplok pada judul dan bahasa mencela.
“Memang boleh wartawan membuat bahasa menarik untuk dibaca tapi ini sudah mencela," jelas Sugiarta dan Donatus Openg. Bahkan apa yang disampaikan dan diberitakan oleh terdakwa juga tidak benar. Dewan Pers pun menurutnya sudah melakukan mediasi pada Mei 2024, dengan memanggil korban/pelapor dan terdakwa. Dikatakannyanya Dewan Pers juga telah mengeluarkan surat yang berisi penilaian terhadap berita itu.
"Saat itu dewan pers menyatakan masalah itu tidak bisa diselesaikan dewan pers. Berita itu dinilai bukan produk jurnalistik karena lebih banyak menyangkut kepentingan pribadinya dan bukan untuk kepentingan umum," jelasnya didamping Donatus Openg selaku kuasa hukum. Pihaknya juga mengatakan pemanfaatan lahan tanah milik Pemerintah Kabupaten Jembrana oleh kilennya juga sudah sesuai dengan kontrak yang ada.
Demikian juga dari surat dari BWS (Balai Wilayah Dungai) jika dibaca dengan seksama tidak ada pelanggaran yang dilakukan. "Memang ada konstruksi dinding penahan tanah dan tangga di sempadan sungai Ijo Gading tapi itu berjarak 3 meter dari tanggul sungai. Konstruksi dibangun oleh pemilik SPBU 54.822.16. Jadi jarak 3 meter dari tanggul sungai itu sudah memenuhi syarat dan tidak ada melanggar," jelasnya saat itu.
Kasus ini pun kini terus bergulir. Teranyar pihak kuasa hukum korban Senin (25/8) juga telah mengirimkan somasi kepada salah seorang pejabat di Pemkab Jembrana berinisial INS. Made Sugiarta menyatakan pejabat di salah satu OPD ini disomasi lantaran pernyataannya dalam pemberitaan di salah satu media online beberapa waktu lalu yang dinilai jelas bertentangan dengan fakta hukum yang termuat dalam perjanjian yang sah.
Akibat pemberitaan tersebut menurutnya telah menimbulkan pencemaran nama baik kliennya, “Bahwa dalam pemberitaan tersebut yang bersangkutan menyampaikan adanya dugaan pelanggaran perjanjian sewa tanah yang dilakukan oleh Klien kami. Pernyataan pejabat tersebut adalah tidak benar, tidak berdasar, dan telah merugikan nama baik serta reputasi Klien kami, baik secara immateriil maupun materiil,” ungkapnya Senin sore.
Selain meminta pejabat ini segera melakukan klarifikasi dan hak jawab melalui media yang sama, dengan porsi dan penempatan yang setara dengan pemberitaan sebelumnya, paling lambat 3 (hari kalender sejak diterimanya somasi, pihaknya dalam somasi yang dilayangkan itu juga meminta pejabat tersebut menyampaikan pernyataan resmi bahwa informasi yang disampaikan sebelumnya adalah tidak benar dan telah merugikan kliennya.
“Apabila dalam jangka waktu yang telah kami tentukan, tidak memenuhi tuntutan itu, maka dengan sangat menyesal kami akan menempuh langkah hukum lebih lanjut, baik gugatan perdata atas dasar perbuatan melawan hukum, maupun proses pidana terkait dugaan pencemaran nama baik serta/atau penyebaran informasi yang tidak benar sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tandasnya.