Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

POPULISME, LADANG SUBUR BAGI POLITIK IDENTITAS DI INDONESIA

Bali Tribune/Putu Suasta
balitribune.co.id | Awal tahun 2019 majalah terkenal yang berbasis di London, The Economist, merilis peringkat demokrasi 167 negara berdasarkan survei tahun 2018 yang dijalankan Devisi Intelligence Unit. Rangking Indonesia turun 20 peringkat dari posisi 48 ke posisi 68. Kultur politik merupakan salah satu kategori yang memberi skor buruk untuk Indonesia dari  lima kategori dalam survei The Economist Intelligence Unit (EIU). Politik Indonesia, dalam pantauan EIU, semakin menunjukkan preferensi terhadap kapitalisasi sentimen-sentimen agama, etnis, daerah dan berbagai sentimen primordial lain menjadi kekuatan politik.
 
Politik Pengakuan
Berbagai gerakan massa dan kegaduhan publik di tanah air yang mempertontonkan secara kasat mata berbagai sentimen rasial dalam beberapa tahun terakhir dapat kita baca sebagai bentuk aspirasi massa terhadap pengakuan identitas partikular mereka. Baik pengakuan terhadap keistimewaan dan superioritas daerah tertentu, pengakuan terhadap keistimewaan sebagai golongan mayoritas (majority privilege) dan berbagai bentuk pengakuan lain terhadap identitas-identitas partikular masyarakat. Aspirasi terhadap pengakuan ini kemudian diamflikasi oleh para aktor-aktor politik melalui berbagai cara baik dalam rangka mendapatkan basis dukungan massa maupun dalam rangka memobilisasi penolakan massa terhadap lawan politik mereka.
 
Jejak panjang perjuangan mendapatkan pengakuan dalam sejarah manusia ditegaskan oleh Hegel yang kemudian sering dikutip dalam literatur politik: “perjuangan mendapatkan pengakuan  merupakan penggerak utama sejarah”. Tesis dari Hegel menjadi fondasi bagi para teoritikus yang memformulasikan konsep “perjuangan mendapatkan pengakuan” (struggle for recognition) menjadi teori “politik pengakuan”. Inti dari teori ini adalah bahwa perjuangan sosial masyarakat tidak lagi diarahkan untuk mewujudkan  distribusi kesejahteraan secara merata tetapi untuk mendapatkan pengakuan identitas partikular mereka.
 
Di Indonesia kita menyaksikan penguatan “politik pengakuan” tersebut dalam beberapa tahun terakhir, bukan hanya dalam perhelatan pesta demokrasi tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari terutama melalui saluran-saluran digital. Gejala-gejalanya memang telah terlihat sejak tahun-tahun pertama paska berakhirnya rezim represif Soeharto yang berhasil meredam hampir semua aspirasi perbedaan dengan tangan besi, menggunakan dalih stabilitas nasional. 
Begitu Soeharto lengser aspirasi-aspirasi kedaerahan, etnis, agama dan berbagai bentuk aspirasi primordial lainnya menyeruak ke permukaan seperti air yang membuncah saat katup penutupnya dibuka. Ormas-ormas yang mengusung panji-panji daerah, etnis dan agama tumbuh bagaikan jamur di musim penghujan. Namun di tahun-tahun awal paska berakhirnya ORBA  aspirasi ormas-ormasi ini relatif kurang mendapat tempat dalam politik praktis karena dipandang bukan bagian dari agenda reformasi yang merupakan primadona politik saat itu. Dengan kata lain, di tahun-tahun awal tersebut “yang laku jual” secara politik adalah program-program demokratisasi dan berbagai bentuk pelaksanaan agenda reformasi lainnya.
“Politik Pengkuan” kini mencuat kembali dan menunjukkan tendesi penguatan dengan bentuk baru yang kita kenal sebagai politik identitas, dilatarbelakangi adanya ketidakpuasan sebagian masyarakat pada demokrasi dan berbagai pelaksanaan agenda reformasi yang telah berjalan lebih dari dua dekade. Ketidakpuasaan tersebut kemudian diperbesar oleh kekecewaan terhadap kinerja pemimpin-pemimpin populis yang sebelumnya diharapkan dapat membawa perbaikan cepat dan menyeluruh. Para pemimpin yang muncul di tengah gelombang populisme tersebut dinilai sebagian masyarakat telah gagal memenuhi aspirasi mereka.
Jebakan Populisme
Populisme telah menjadi salah satu istilah politik yang kerap kita dengar dalam berbagai diskusi, tetapi sangat sulit didefenisikan karena bentuknya dapat berbeda dari satu negara dengan negara lainya. Maka kita hanya dapat mengemukan ciri-cirinya, antara lain: ada kecenderungan dari calon pemimpin baru untuk mengidentifikasi diri sebagai bagian dari masyarakat dan menarik garis perbedaan bahkan pertentangan dengan penguasa atau elit-elit politik lama. 
Pola di atas kita saksikan dalam kemunculan Jokowi di tingkat nasional, Ridwan Kamil, Tri Risma di tingkat daerah dan sejumlah figur lain yang layak disebut. Mereka dipersepsikan secara luas sebagai pemimpin yang berasal dari masyarakat, bukan kelanjutan dari elit-elit politik lama. Dampak buruk dari psikologi politik masyarakat seperti ini adalah bahwa masyarakat dapat terjebak dalam kultus individu yakni pemujaan sosok pemimpin yang kerap diperlakukan sebagai pusat dari semua keutamaan moral. 
Pemimpin yang dipuja-puji tersebut tidak lagi diperlakukan sebagai manusia biasa yang memiliki kelebihan sekaligus kelemahan. Mereka dianggap sebagai jawaban atas semua masalah kenegaraan. Karena itu, ketika perbaikan yang diharapkan tidak dapat ditunjukkan dalam waktu dekat, banyak yang kecewa bahkan berbalik memusuhinya. 
Dalam keadaan seperti ini muncullah aktor-aktor politik lain yang berusaha mendapatkan keuntungan dari kekecewan masyarakat. Tapi para aktor-aktor politik ini tidak memiliki program rasional dan terukur yang dapat ditawarkan sebagai alternatif. Maka mereka lebih memilih membangun narasi emosional di tengah masyarakat melalui jualan supremasi agama, etnis, jender dan lain sebagainya. Masyarakat dikelabui bahwa satu-satunya yang rasional sebagai alat perjuangan adalah identitas. Narasi seperti ini kita perhatikan muncul secara masif di Pilpres 2014, dipertontonkan secara luas dan meraih kemenangan dalam Pilkada Jakarta 2017, dan mengalami penguatan  dalam Pilpres 2019.
wartawan
Putu Suasta
Category

Kapolda Bali dan Pangdam IX/Udayana Pimpin Patroli Gabungan Skala Besar Jaga Keamanan Bali

balitribune.co.id | Denpasar - Dalam upaya memastikan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat tetap kondusif, Kapolda Bali Irjen Pol. Daniel Adityajaya, S.I.K., M.Si., bersama Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Piek Budyakto, S.H., M.H., memimpin langsung patroli gabungan skala besar di wilayah Bali pada Senin (1/9) malam.

Baca Selengkapnya icon click

Ribuan Pecalang Tegaskan Tolak Aksi Anarkis di Bali

balitribune.co.id | Denpasar - adiri Gelar Agung Pecalang, Gubernur Wayan Koster serukan: Pecalang Bali…Bali Aman, Bali Aman, Bali Aman, Merdekaaa…!!!gemuruh semeton Pecalang Bali yang memadati Lapangan Niti Mandala Renon, Denpasar, Senin (1/9).

Pada Gelar Agung tersebut, Pecalang Bali tegas menyatakan “Menolak Aksi Demo Anarkis di Tanah Gumi Bali”.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

DPRD Bali Tunda Sidang Paripurna, Keamanan Jadi Pertimbangan Utama

balitribune.co.id | Denpasar - Sidang Paripurna ke-1 DPRD Provinsi Bali Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026 yang semestinya berlangsung Senin (1/9) ditunda. Agenda yang seharusnya digelar pukul 11.00 Wita di Ruang Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, urung dilaksanakan akibat situasi keamanan pasca kericuhan aksi massa di kawasan Renon akhir pekan lalu.

Baca Selengkapnya icon click

Walikota Jaya Negara Serahkan 17 Rumah Layak Huni, Lengkapi Bantuan Perabotan Rumah Tangga, Dorong Hunian Sehat dan Berkelanjutan

balitribune.co.id | Denpasar - I Gusti Ngurah Jaya Negara, kembali menyerahkan bantuan 17 unit Rumah Layak Huni (RLH) bagi masyarakat kurang mampu pada Senin (1/9), di tiga lokasi berbeda.

Bantuan ini diberikan kepada keluarga penerima yang sebelumnya tinggal di Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Tidak hanya rehabilitasi total bangunan menjadi hunian layak, program juga dilengkapi perabotan rumah tangga, seperti kasur, hingga kompor.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Per 1 September Masuk Wilayah Indonesia Wajib Mengisi All Indonesia Sebelum Kedatangan

balitribune.co.id | Denpasar - Mulai 1 September 2025 pelaku perjalanan luar negeri yang memasuki wilayah Indonesia melalui 3 bandara yakni Bandara Soekarno-Hatta, I Gusti Ngurah Rai, Juanda serta 6 pelabuhan internasional wajib mengisi aplikasi All Indonesia.

Baca Selengkapnya icon click

Apresiasi Mitra Berprestasi, Erajaya dan Telkomsel Gelar Gathering Inspiratif

balitribune.co.id | Denpasar - Telkomsel bersama Erajaya group se-Bali sukses menggelar acara gathering mitra yang berlangsung di Inna Sindhu Beach Sanur. Kegiatan ini dihadiri oleh jajaran manajemen, mitra strategis, serta seluruh store leader dari Erajaya wilayah Bali, dengan tujuan mempererat sinergi dan memberikan apresiasi atas kontribusi mitra dalam pencapaian target bersama.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.