
BALI TRIBUNE - Upaya prajuru Desa Pakraman Manukaya Let, Tampaksiring menangkal langkah penyidik Polres Gianyar dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) pungli di Pura Tirta Empul, 6 November lalu, agaknya bakal kandas. Perarem adat yang dijadikan dasar pemungutan di luar MoU dengan Pemkab Gianyar, belum cukup. Kepolisian pun memastikan akan segera menetapkan tersangka atas kasus yang menimbulkan kerugian negara Rp 17,65 miliar ini. Dalam konferensi pers di Mapolres Gianyar, Senin (12/11), Kapolres Gianyar, AKBP Priyanto Priyo Hutomo menegaskan benang merah dari kasus pungli ini adalah pungutan dengan karcis masuk yang tidak sesuai dengan Perda tentang Retribusi dan kerjasama antara Pemkab Gianyar dengan Desa Pakraman Manukaya Let terkait Objek Wisata Pura Tirta Empul. “Selain karcis dari Dinas Pariwisata Gianyar, juga ada ada tiket masuk dari desa adat setempat, yang diberlakukan mulai pukul 15.00 Wita sampai selesai. Dan ini sudah berlangsung selama lima tahun,” ungkap Kapolres Prayitno. Disebutkan, dengan karcis masuk yang dikeluarkan desa adat ini, secara otomatis hasilnya tidak disetor ke kas daerah Kabupaten Gianyar. Dan, dari belasan saksi yang sudah diperiksa, terungkap dari tanggal 1 Oktober 2013 samapai dengan dilakukan OTT pada tanggal 6 November lalu, hasil pungutan karcis dari desa pakraman itu mencapai Rp 18,1 miliar. Dari jumlah itu, lanjutnya, seharusnya pihak desa adat hanya menerima 40 persen, yakni Rp 7,2 miliar dan Rp 10,87 miliar disetorkan ke kas daerah. Menariknya lagi, setelah dilakukan pengecekan ke kas desa adat setempat, petugas tidak menemukan angka Rp 18, 1 miliar tersebut. Dalam sisa saldo yang disimpan di LPD setempat, hanya tersisa Rp 458 juta. “Sisanya sebayak Rp 17 miliar ini juga tidak jelas pertanggung jawabanya,“ terang Kapolres. Dari hasil penyidikan sementara, Kapolres juga memastikan akan segera menetapkan tersangka setelah melakukan audit kembali dengan melibatkan para ahli. Termasuk pula melengkapi keterangan saksi dari Kepala BPKP Gianyar, Kadis Pariwisata Gianyar, Kepala Inspektorat Gianyar, ahli pidana dan lain-lain. “Dalam kasus ini kami jerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 atau Pasal 12 UU RI No 31 Tahun 1999 , jo UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHP. Ancamannya paling singkat 4 tahun dan selama-lamanya 20 tahun,” tegasnya. Secara terpisah, Bupati Gianyar, I Made Mahayastra yang ditemui usai menghadiri Sidang Paripurna DPRD Gianyar mengaku prihatin terhadap kasus ini. Karena itu, pihaknya menyerahkan sepenuhnya ke aparat penegak hukum. Disebutkan, dalam pungutan di wilayah desa pakraman itu, para prajuru adat sudah jauh-jauh hari diwanti-wanti untuk berhati-hati. Bahkan Kajari Bali sudah pernah mengumpulkan para bendesa adat agar terhindar dari jeratan hukum pidana korupsi, khususnya dalam hal pungutan liar. Bupati Mahayastra juga tidak melihat ada sisi pelemahan terhadap eksistensi desa adat dalam kasus ini. Baginya, kasus ini murni melibatkan oknum prajuru adat. Justru sebaliknya, desa pakraman diberikan ruang yang tegas untuk mendapatkan pemasukan yang sah. “Kita ikuti proses hukumnya sekaligus sebagai pembelajaran bagi seluruah desa pakraman yang ada di Kabupaten Gianyar,” pungkasnya.