BALI TRIBUNE - Setelah menjebloskan mantan Pejabat Pelaksan Teknis (PPTK) I Gusti Made Patra ke dalam jeruji besi, kini giliran mantan Sekwan DPRD Denpasar Gusti Rai Suta yang diadili di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (10/5) dalam kasus yang sama yakni dugaan korupsi perjalanan Dinas (Perdin) DPRD Denpasar.
Dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu, jaksa penuntut umum (JPU) Putu Gede Suriawan dkk mendakwa terdakwa dengan pasal berlapis.
Di hadapan majelis hakim pimpinan Wayan Sukanila, JPU menilai perbuatan terdakwa melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Tipikor sebagaiman dalam dakwaan primer. Selain itu, dalam dakwaan subsider terdakwa dianggap melanggar pasal 3 UU RI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI No.20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam dakwaannya jaksa menyebutkan, terdakwa ditunjuk sebagai pejabat pengguna anggaran untuk kelancaran Perdin oleh Walikota. Selanjutnya, terdakwa menunjuk terpidan Gusti Made Patra sebagai Pejabat Teknis Kegiatan (PPTK).
Setelah Perdin ditetapkan, terpidana Made Patra yang bertugas mengelola keuangan daerah menyiapkan dokumen lain yang berkenaan dengan realisasi pelaksana kegiatan. Sementara terdakwa berkoordinasi dengan saksi Gede Wira Kusuma Wahyudi untuk mencari travel.
Lalu, didapat Sunda Duta Tour & Travel dan Bali Daksina Wisata. Kedua travel ini kemudian mengajukan paket perjalanan sesuai daerah tujuan Perdin DPRD Kota Denpasar. "Ketika Perdin telah siap, kemudian dilaksanakan dengan menggunakan kedua travel tersebut," beber JPU.
Menariknya, tidak ada perjanjian tertulis maupun tender saat mengunakan dua travel ini. Kemudian terpidana Made Patra selaku PPTK mempersiapkan surat tugas dan surat perintah Perdin untuk pimpinan serta anggota DPRD yang ditandatangani Ketua DPRD Kota Denpasar. Lalu, Made Patra membuat daftar penerimaan biaya Perdin yang kemudian diajukan ke bagian keuangan Sektariat DPRD kota Denpasar.
Dalam perdian, mereka dapat uang harian (uang makan dan uang saku), biaya transport pengawai, biaya penginapan, uang representatif, sewa kendaraan dalam kota, plus sopir dan BBM dibayarkan secara lumpsum. Usai melakukan Perdin, terpidana Made Patra membuat dan menyusun bukti-bukti pendukung terkait pengeluaran biaya transportasi dan penginapan. Kemudian bukti-bukti ini diajukan ke Bagian Keuangan Sekretariat DPRD kota Denpasar untuk diveriikasi Kasubag, Perbendaharaan. Lalu diteliti Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) selanjutnya SPJ yang menjadi lampiran Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang ditanda tangani Made Patra dan bendahara, diajukan ke Rai Suta untuk ditanda tangani." Ketika terdakwa menerima kelengkapan admnistrasi surat perintah membayar dari saksi Made Patra. Semestinya dilakukan pengujian terhadap tagihan sesuai tugas poko dan fungsi terdakwa sebagai penguna anggaran," kata Jaksa.
Sebagai pengguna anggaran yang bertanggungjawab penuh atas segala dokumen yang berkaitan dengan surat bukti penerimaan atau pengeluaran pelaksanaan anggaran perdin tidak dilakukan pengecekan dan penelitian kembali atas surat perintah membayar yang ditandatanganinya.
"Didalam setiap kegiatan Perdin ternyata ditemukankan penggelembungan nilai pengeluaran yang semestinya dibayar secara riil cost dan sesuai dengan realisasi belanja perdi DPRD Denpasae tahun 2013," kata Jaksa.
Akibat yang ditimbul dari perbuatan terdakwa yang tidak meneliti dengan seksama kebenaran tagihan biaya penginapan serta biaya transportasi pesawat yang disediakan oleh pihak travel telah merugikan negara sebesar Rp 2.292.268.170. Sidang akan dilanjutkan pekan depan. Namun, karena terdakwa Rai Suta tidak didampingi pengcara maka Majelis hakim akan menunjukan kuasa hukum yang akan mendampingi terdakwa selama persidangan ke depannya.