Rumah Budaya Penggak Men Mersi Untuk Pamungkas Bali Mandara Nawanatya 2017, Libatkan 100 Seniman, Tampilkan Kolosal “Nemu Gelang” | Bali Tribune
Bali Tribune, Rabu 25 Desember 2024
Diposting : 8 December 2017 20:48
I Made Darna - Bali Tribune
Seniman
Nemu Gelang - Seniman Rumah Budaya Penggak Men Mersi Denpasar melakukan latihan persiapan Gelar Seni Akhir Pekan-Bali Mandara Nawanatya 2017.

BALI TRIBUNE - Setelah berlangsung selama hampir setahun, Gelar Seni Akhir Pekan-Bali Mandara Nawanatya 2017, Sabtu (9/12) pukul 19.00 mendatang akan resmi ditutup. Sebagai penampilan pamungkas, sebuah garapan kolaborasi yang di dandani  Rumah Budaya Penggak Men Mersi mendapat kehormatan untuk tampil menyajikan garapan bertajuk “Nemu Gelang”.

Konseptor Garapan, Kadek Wahyudita ditemui di Denpasar, Kamis (7/12) menjelaskan Nemu Gelang adalah sebuah bahasa kiasan masyarakat Bali untuk menyatakan ‘telah bertemu’ atau sesuatu telah mencapai keharmonisan. Berpijak dari esensi Nemu Gelang inilah, Penggak Men Mersi mencoba membuat sebuah karya seni pertunjukan kolaborasi yang melibatkan seniman lintas generasi.

“Kolaborasi ini akan berbentuk kolosal dengan menghadirkan seniman-seniaman muda pilihan untuk menterjermahkan konsep sebuah seni pertunjukan yang atraktif dan inovatif. Narasi karya yang ingin kami sampaikan lewat garapan ini adalah sebuah replay pagelaran Bali Mandara Nawanatya selama setahun yang melibatkan anak-anak hingga komunitas muda kreatif,” jelasnya.

Wahyudita menambahkan, dalam garapan Nemu Gelang ini Penggak Men Mersi berkolaborasi dengan empat komposer handal lintas generasi. Seniman tersebut diantaranya, Gung Bona Alit dengan sanggar Bona Aliitnya yang telah berhasil memadukan elemen musik tradisi nusantara dan dunia menjadi sebuah garapan world music dengan nafas Balinya. I Ketut Lanus dengan Sanggar Cahya Artsuka telah memiliki karakter menghadirkan gamelan Bali yang dikolaborasikan dengan kendang Sunda. Ary Wijaya lewat sanggar Palawara yang menghadirkan suasana-suasana baru dalam hal karya kontemporer namun tetap berpijak pada elemen tradisi. Terakhir, perwakilan jiwa muda yang kini tengah naik daun diungkapkan oleh I Wayan Sudiarsa (Pacet) dengan gamelan Singapraga yang memiliki karakter yang khas.

“Jadi dalam garapan ini kami melibatkan sekitar 100 seniman termasuk pemusik dan penari. Selain itu kami juga melibatkan Eka Laksmi dengan anak asuhnya di Naraswari Dance Creator,” ujar Wahyudita yang juga Kelihan Penggak Men Mersi.

Selain garapan “Nemu Gelang”, penutupan Bali Mandara Nawanatya akan diawali dengan sebuah tari inovatif dengan judul Tari Niti Sastra. Tari yang dikoreograferi oleh Wawan Gusman Adi Gunawan dari Komunitas Gumiart dan dibawakan oleh Rare Penggak ini memadukan beberapa elemen seni tradisi baik gerak maupun gamelan menjadi sebuah karya kontemporer.

“Tari ini melibatkan sekitar 30 orang penari. Niti Sastra adalah pengetahuan tentang moral dan politik kepemimpinan. Di dalam Niti sastra terangkum berbagai tuntunan moral dan etika untuk para pemimpin. Salah satu pengetahuan kepemimpinan yang sering dijadikan pedoman oleh para pemimpin dalam memimpin rakyatnya adalah filsafat tentang Panca Pandawa,” lanjut Wahyudita

“Kolaboratif disini bukan dinilai dari musiknya yang beraneka ragam saja dengan konsep satu otak, melainkan kolaborasi itu menghadirkan dua atau lebih konseptor yang berbeda, mereka  bertemu dan  menghasilkan dalam olahan karya cita rasa berbeda dalam kebersamaan, ini akan menjadi garapan yang menurut saya akan menghasilkan ciptaan yang beda, mudah-mudahan mampu menjadi tontonan musik dan tari kontemporer masa kini tanpa meninggalkan tradisinya,” pungkasnya.