Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

RUU Mibol Mengancam Keberagaman Indonesia

Bali Tribune / Putu Suasta - Alumnus UGM dan Cornell University
balitribune.co.id | Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol) muncul situs resmi DPR dan relah memicu pro-kontra luas beberapa hari ini. Para ahli dan pemerhati hukum telah menyampaikan kritik tajam atas RUU tersebut. Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu menyatakan RUU Mibol menerapkan pendekatan prohibist (larangan buta) sebagaimana dikutip oleh CNN Indonesia (12/10/2020). Anggota DPR dari Fraksi Demokrat yang juga pemerhati hukum, Hinca Panjaitan, menyebutnya sebagai overkrimininalisasi dalam kolom terbarunya di Geosiar (13/11/2020). Masih banyak kritik lain dari para ahli dan pemerhati hukum yang memperlihatkan ancaman bahaya dari RUU terhadap sistem hukum di Indonesia. 
 
Kesulitan terbesar menghadapi RUU ini adalah anggapan yang mendasarinya bahwa minuman beralkohol membawa lebih banyak kerusakan atau dampak negatif sehingga produsen, penjual dan peminumnya layak dikriminalisasi. Karena itulah RUU ini dinilai menggunakan pendekatan larangan buta dan overkrimininalisasi. Kita akan melihat kesalahan fatal anggapan dasar tersebut dengan menelisik keragaman minuman alkohol tradisional di negeri ini yang telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Keragaman minuman alkohol tradisional di Indonesia bertalian erat dengan keragaman adat istiadat dan pola-pola interaksi sosial masyarakat adat di Indonesia.
 
Fungsi Sosial
 
Jauh sebelum Indonesia merdeka, masyarakat Bali telah akrab dengan minuman tradisional bernama arak atau tuak yang diolah dari nira pohon lontar, kelapa, atau enau. Hingga hari ini, sulit membayangkan sebuah acara adat terselenggara di Bali tanpa kehadiran minuman beralkohol tersebut. Demikian juga dengan masyarakat NTT yang sudah akrab dengan minuman tradisional bernama moke jauh sebelum Indonesia merdeka (juga dari nira lontar). Masyarakat Sumatra Utara terutama suku Batak telah berabad-abad menikmati tuak (dari pohon kelapa atau enau). Di Kalimantan masyarakat sudah terbiasa menikmati tuak beras (sesuai namanya, terbuat dari beras). 
 
Daftar di atas akan jauh lebih panjang jika semua suku atau daerah di Indonesia didata bersama dengan minuman beralkhol khas masing-masing yang diolah secara tradisional. Jika ditelesik lebih jauh lagi, akan tampak jelas bahwa mayoritas dari minuman-minuman tradisional tersebut selalu terhidang dalam acara-acara adat. Dalam kehidupan sehari-hari minuman-minuman tradisional tersebut digunakan untuk menjamu tamu atau sebagai pengusir lelah dan penat saat bersantai di malam hari setelah sepanjang hari menguras energi (bekerja). Di Sumatra Utara terkenal lapo yakni warung tuak. Di lapo orang-orang biasanya menikmati tuak sambil berdiskusi ringan, saling bertukar informasi atau sekedar kongko, menghibur diri dengan lelucon-lelucon atau gosip-gosip terbaru yang silih berganti di lapo tersebut sambil menikmati tuak. Ini hiburan berbiaya murah dan pola interaksi sosial di kampung-kampung.
Cara-cara bersosialisasi seperti di lapo tuak tersebut juga kita jumpai di banyak daerah di Indonesia dengan nama yang berbeda-beda. Di Bali dengan mudah kita menemukan warung-warung penjual arak, lazim dikenal sebagai dagang tuak, tempat orang-orang dewasa saling bersilaturahmi, bertukar kabar, diskusi dan berbagai bentuk kegiatan yang mengjawantahkan sifat asli manusia sebagai mahluk sosial.
 
Mengingkari Kebhinekaan
 
Ragam minuman alkohol  di atas menunjukkan ragam adat dan ragam cara-cara bersosialisasi antar masyarakat adat di Indonesia. Maka RUU Mibol merupakan sebuah upaya pengingkaran terhadap keragaman tersebut. Bisa kita bayangkan jika produsen, penjual dan peminum minuman beralkohol di Indonesia selalu dihantui ancaman pidana, pelan-pelan minuman alkohol tradisional akan punah dan pola-pola interaksi sosial yang dilukiskan di atas akan sirna juga. 
Sekalipun beberapa pasal dalam RUU tersebut memuat pengecualian terhadap acara adat dan tujuan pariwisata, ancaman keberagaman tersebut tetap sangat kuat. Para penyadap nira enau, lontar dan kelapa tidak akan bebas lagi melakukan aktivitas mereka untuk memproduksi arak, moke, tuak atau minuman tradisional lain. 
 
Kini muncul pertanyaan: apakah setiap hendak pergi ke ladang untuk mengambil nira, mereka (produsen minuman beralkohol tradisional) mesti menjelaskan kepada aparat bahwa minuman yang hendak mereka produksi dimaksudkan untuk adat atau pariwisata? Apakah masyarakat di Kalimantan harus bolak-balik menghadap aparat tiap kali hendak mengolah beras menjadi minuman beralkohol? Tidak terbayangkan kerepotan-kerepotan yang timbul seandainya RUU tersebut menjadi hukum. Konsekuensi lebih jauh, minuman tradisional akan menjadi sangat mahal karena proses produksinya menjadi lebih rumit dan orang-orang akan menikmatinya dengan diam-diam (menghindari kontrol aparat hukum) sehingga fungsi sosial dari minuman tersebut hilang.
Seperti kita tahu, RUU tersebut menggunakan konstitusi sebagai landasan perumusannya, tapi atas nama konstitusi yang menjamin kebhinekaan negeri ini, RUU tersebut harus ditolak. Tabik
wartawan
Putu Suasta
Category

Lahir dari Konsep Tapa Prakerti, Sanggar Seni Candrawangsa Tampilkan Gamelan Inovatif di PKB 2025

balitribune.co.id | Mangupura - Sanggar Seni Candrawangsa dari Banjar Dalem, desa Angantaka, Kecamatan Abiansemal, Badung menampilkan pertunjukan gamelan inovatif di Pesta Kesenian Bali. Mereka tampil pada Jumat (4/7) di Panggung Kalangan Angsoka, Art Centre Denpasar.

Baca Selengkapnya icon click

Sprint Bupati Turun, Bingin Segera dieksekusi, Step Up Hotel Mulai Potong Kelebihan Bangunan

balitribune.co.id | Mangupura - Badung, Bali Tribune. Pemerintah Provinsi Bali bersama Pemerintah Kabupaten Badung segera mengeksekusi pembongkaran 48 bangunan ilegal di kawasan Pantai Bingin, Kecamatan Kuta Selatan. Langkah ini tinggal menunggu surat perintah (sprint) dari Bupati Badung.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Keren! Inovasi Pembayaran Parkir, Perumda BPS Denpasar Luncurkan SipParQi

balitribune.co.id | Denpasar - Perumda Bhukti Praja Sewakadarma (BPS) Kota Denpasar memberikan kemudahan layanan dalam transaksi pembayaran parkir. Dimana, pengguna jasa parkir bisa membayar cashless dengan Sistem Pembayaran Parkir QRIS Terpadu (SipParQi).

SipParQi ini dilaunching dipusat perbelanjaan, Denpasar, Jumat (4/7). Dengan SipParQi ini pengguna parkir tidak akan lagi diribetkan dengan membawa uang receh saat membayar parkir.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

DPRD Badung Gelar Rapat Paripurna Membahas Pertanggungjawaban APBD Badung Tahun 2024

balitribune.co.id | Mangupura - DPRD Badung menggelar Rapat Paripurna dengan agenda Penyampaian Bupati Badung terhadap Raperda tentang Pertanggungjawaban APBD Kabupaten Badung Tahun 2024 di Ruang Sidang Utama Gosana, Gedung DPRD Badung, Kamis (3/7). 

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.