BALI TRIBUNE - Sidang kasus dugaan perluasan daratan tanpa izin dan perusakan kawasan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (KSDA-E) di kawasan hutan taman raya (tahura), Tanjung Benoa, Kuta Selatan Badung, dengan enam terdakwa, yakni Anggota DPRD Badung yang juga Bendesa Desa Pekraman Tanjung Benoa I Made Wijaya alias Yonda, Prajuru Desa Tanjung Benoa I Made Metra (Koordinator Panurekan Adat), I Made Wi Widnyana, I Made Suartha, I Made Marna, dan I Ketut Sukada, Senin (20/11) kembali digelar di PN Denpasar.
Dalam sidang kemarin, Majelis Hakim pimpinan I Ketut Tirta, Jaksa Penuntut Umun Eddy Artha Wijaya dkk menghadirkan dua saksi, yakni Kepala Unit Pelaksana Teknis Taman Hutan Raya (UPT Tahura) Ngurah Rai, Dinas Kehutanan Provinsi Bali Ir Nyoman Serakat Msi, dan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Polisi Kehutanan Tahura Ngurah Rai, Kompol Agus Santoso.
Dalam keterangannya, selaku Kepala UPT Tahura Ngurah Rai, saksi Serakat mengatakan dirinya pernah turun ke lapangan untuk mengecek adanya dugaan perluasan daratan dengan cara pengurugan dan perusakan pohon dengan cara ditebang. "Begitu saya mendapat laporan pada tanggal 6 Februari 2017, besoknya saya langsung turun ke lokasi, "aku Serakat.
Selanjutnya, dari pengecekan di lokasi pihaknya menemukan sejumlah tonggak (pohon) bekas dipotong di lokasi tahura. Disebutkan, Serakat ada sekitar lima tonggak yang bekas ditebang dengan kondisi masih berserakan. "Tetapi kalau sesuai prediksi luasan dan kerapatan ukuran 2 meter kali 0,25 meter, ada sekitar 30-35 pohon yang ditebang," ujarnya.
Demikian halnya soal perluasan daratan, menurut Serakat dari total 26 are, baru dikerjakan sekitar 2 are atau 200 m2. Termasuk soal jalan baru yang sempat menjadi perdebatan panjang saat pemeriksaan saksi sebelumnya, sesuai keterangan Serakat, ia membenarkan ada jalan baru. "Jalan lama ada, dan jalan baru juga ada. Bukti adanya jalan baru itu yakni setelah adanya temuan tanda bekas tonggak yang dipotong," imbuhnya.
Pun soal laham yang menjadi obyek perkara, kata Serarakat sesuai SK Menteri Kehutanan RI, lokasi yang diurug dan pohon yang ditebang adalah masuk kawasan Tahura Ngurah Rai.
"Kami tidak bicarakan masalah adatnya. Namun kami menggunakan acuan sesuai aturan yang ada," tegasnya sembari mengatakan setelah menemukan adanya kegiatan langsung melayangkan surat dan ralat ke pihak Bendesa Adat Tanjung Benoa dan juga sudah mendapat jawaban. Inti jawaban bendesa saat itu akan mengembalikan sampai tanggal 18, tapi saat itu belum clear sampai perkara ini bergulir.
Sementara Kasatgas Polisi Kehutanan Tahura Ngurah Rai, Kompol Agus Santoso yang dihadirkan sebagai saksi kedua juga tak jauh beda dengan keterangan Serakat. Hanya saja, dalam keterangannya, Agus Santoso mengatakan bahwa saat turun ke lokasi, dirinya melihat sejumlah alat yang tidak lazim yang diduga digunakan aktovitas di kawasan konservasi.
Disebutkan, sejumlah alat itu selain mesin molen kecil, selang, dan pondok kerja saksi juga temukan gundukan pasir. "Kami tidak sita, kami hanya amankan barang-barang itu," ujarnya.
Selain itu, usai mengamankan saksi juga mengaku sempat berdiskusi dengan pihak bendesa dan pihak lain yang intinya gundukan yang diakui pihak terdakwa untuk mencegah abrasi dan kerusakan pura dalem di kawasan konservasi itu harus dibongkar. "Ada diskusi, dan kami juga menerima surat permohonan maaf," pungkasnya.