
balitribune.co.id | Mangupura - Badung, Bali Tribune. Pemerintah Provinsi Bali bersama Pemerintah Kabupaten Badung segera mengeksekusi pembongkaran 48 bangunan ilegal di kawasan Pantai Bingin, Kecamatan Kuta Selatan. Langkah ini tinggal menunggu surat perintah (sprint) dari Bupati Badung.
Kepala Satpol PP Provinsi Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi, menyebut eksekusi ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Komisi I DPRD Provins Bali terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang di kawasan yang ditetapkan sebagai lahan perlindungan setempat dan tanah negara.
“Sudah kami layangkan SP1 hingga SP3. Total ada 48 bangunan, bukan 45 seperti sebelumnya, milik 38 pelaku usaha. Bangunan ini akan dibongkar dan pembongkarannya akan dibiayai oleh Pemkab Badung,” kata Dewa Dharmadi usai rapat koordinasi terpadu di Puspem Badung, Jumat (4/7).
Pembongkaran akan dilakukan secara manual, mengingat medan cukup ekstrem di tepi tebing. Beberapa bangunan bahkan bersifat permanen dari beton.
"Untuk pembiayaa akan ditanggung Pemkab Badung," ungkapnya.
Salah satu poin krusial yang mendasari pembongkaran ini adalah pengakuan dari para pemilik usaha bahwa bangunan mereka berdiri di atas tanah negara, bukan lahan hak milik pribadi.
“Sudah ada pengusaha yang menyampaikan keberatan dan permohonan audiensi. Tapi prinsip kami jelas tanah negara, bukan hak milik. Fungsinya harus dikembalikan sebagai kawasan lindung,” tegas Dewa Dharmadi.
Pihak desa adat juga mendukung langkah ini. Dalam rapat koordinasi disebutkan bahwa area Pantai Bingin sudah masuk dalam pararem adat sejak 1987 sebagai kawasan hijau dan rindang.
Setelah pembongkaran, kawasan ini akan ditata ulang oleh Pemkab Badung. “Kemungkinan ke depan akan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama, tapi tidak untuk bangunan usaha,” katanya seraya menepis isu yang berembus bahwa di kawasan pantai Bingin akan ada investor masuk.
Setelah Pantai Bingin, penertiban akan dilanjutkan ke lokasi lain, termasuk kawasan Balangan, yang memiliki kasus serupa bangunan berdiri di atas tanah negara tanpa dasar hak milik.
Sementara itu, proyek akomodasi wisata Step Up sudah mulai melakukan pemotongan bangunan yang melebihi batas ketinggian. Hasil inspeksi menyatakan kelebihan ketinggian mencapai 1,58 meter dari yang disetujui.
“Pemotongan dilakukan sendiri oleh pengelola Step Up menggunakan bor. Ini bagian dari penyesuaian sebagaimana diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki,” jelas Dharmadi.
Pengembang Step Up juga telah menyanggupi pemasangan ornamen Bali sebagaimana direkomendasikan DPRD Bali. Ornamen tersebut akan dipasang pada tahap finishing bangunan, saat progres mencapai 90 persen.