Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Subak Versus Desa Adat

Bali Tribune / Wayan Windia - Guru Besar (E) pada Fak. Pertanian Unud dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Made Sanggra, Sukawati.

balitribune.co.id | Sebagai “orang subak” saya banyak bertemu dengan berbagai pihak yang berkait dengan sistem subak. Ada wacana bahwa dilema yang kini dihadapi oleh beberapa subak adalah eksistensinya mulai dipepet dan digerus oleh desa adat. Bahwa desa adat beranggapan bahwa subak adalah bagian dari desa adat. Alasannya adalah, bahwa Pulau Bali sudah dibagi habis oleh wilayah desa adat. Oleh karenanya, subak otomatis menjadi bagian dari desa adat.

Lho, kalau demikian adanya, lalu kawasan desa dinas di mana? Faktanya adalah, banyak terjadi bahwa beberapa desa adat berada dalam satu kawasan desa dinas. Atau sebaliknya, beberapa desa dinas berada dalam satu kawasan desa adat. Atau ada juga satu desa dinas berada dalam satu kawasan dengan desa adat. Faktanya, kawasan kewenangan desa dinas, desa adat, dan subak, memang saling tumpang tindih. Sastrawan Bali modern, Made Sanggra, menyebutkan, desa adat dan subak, masing-masing sebagai simbol lelaki (puruse), dan perempuan (predane).

Struktur masyarakat seperti di Bali (yang rumit seperti diakui Cliford Geertz), disebut tatanannya oleh ahli sosiologi sebagai masyarakat polisentri (McGinnis, 1999). Di mana masyarakat memiliki banyak pusat/sentral kawasan, dengan kewenangan tertentu sesuai fungsinya masing-masing. Misalnya, di kawasan pemukiman adalah kewenangan desa adat (untuk urusan adat) atau desa dinas (untuk urusan ke-pemerintahan). Di kawasan persawahan adalah kewenangan subak. Di kawasan perkebunan adalah kewenangan subak-abian. Di kawasan pantai adalah kewenangan bendega. Masing-masing lembaga itu sudah memiliki peraturan perundang-undangan masing-masing. Semua dari mereka adalah juga melestarikan kebudayaan Bali. Kebudayaan Bali tidak hanya dilestarikan oleh desa adat.  

Oleh karenanya tidak benar kalau ada desa adat yang meng-klaim suatu kawasan tertentu adalah kawasan desa adat. Apalagi dengan alasan bahwa semua wilayah Bali sudah habis dibagi untuk kawasan-kawasan desa adat. Lalu, bisa timbul pertanyaan. Siapa yang membagi ? Apa haknya untuk membagi? Apa dasar hukumnya? Barangkali perlu kita lihat UUD 1945. Dalam Pasal 33 (Ayat 3) disebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jadi, bumi Indonesia ini dikuasai oleh negara. Di Bali bukan dibagi habis oleh desa adat. Tetapi ada berbagai kelompok masyarakat yang memiliki kewenangan-kewenangan tertentu, untuk kesejahteraannya.

Untuk itu, guna menghindari friksi sosial di akar rumput, maka yang diperlukan adalah justru mengadakan koordinasi yang intensif antar semua lembaga tersebut di lapangan. Buatkan wadah koordinasi antar semua lembaga itu. Dengan demikian, mereka akan semakin kuat dalam menghadapi intervensi dari eskternal. Misalnya saja, kalau ada migran yang membangun gubuk di tengah persawahan untuk kepentingan panen. Bisa saja subak mengijinkan, tetapi desa adat tidak mengijinkan. Maka terjadilah friksi.

Contoh lain misalnya, kalau ada investor membangun hotel bertingkat di samping pura, yang membeli sawah di kawasan itu. Bisa saja desa adat mengijinkan, tetapi subak tidak setuju. Lalu terjadi friksi. Atau, kalau ada alih-pemilikan sawah. Kok bendesa adat yang memberikan persetujuan, dan pekaseh sama sekali tidak tahu. Ketika lanjut terjadi alih fungsi lahan sawah, maka investor membeton sampai dengan saluran irigasi. Tentu saja subak menjadi marah. Lalu terjadi friksi.

Maka, untuk menghindari friksi seperti itulah, maka diperlukan wadah koordinasi antar semua lembaga di lapangan (desa dinas-desa adat-subak-dan bendega). Bukan justru dengan jalan subak dicaplok. Monopoli kewenangan justru berbahaya. Karena bisa saja mendorong timbulnya tindakan sewenang-wenang.

Dalam sejarahnya (kune dreste), memang selalu ada koordinasi antar subak dan desa adat di lapangan. Misalnya, kalau di desa adat akan ada upacara ngaben, maka pimpinan desa adat akan berkoordinasi dengan pekaseh. Untuk melihat, di sawah sedang musim apa? Kalau di sawah sedang musim panen atau musim pengolahan tanah, maka bisa saja pelaksanaan upacara ngaben di carikan hari baik yang lainnya. Jadi, tidak ada dalam sejarahnya, desa adat ingin mencaplok kewenangan subak. Lalu, kok sekarang tiba-tiba muncul wacana dan sekaligus kegelisahan, seperti apa yang disebutkan dalam awal tulisan ini?

Sebab-musababnya karena masalah ekonomikah? Umumnya demikian. Masalah uang atau masalah ekonomi sering membuat orang-orang mabuk kepayang. Karena kita sudah kalah dan dilindas oleh proses globalisasi. Globalisasi menyebabkan sistem politik menjadi liberal, dan sistem ekonomi menjadi kapitalis. Globalisasi menyebabkan terjadinya kompetisi/persaingan yang bebas dan ketat. Akhirnya manusia menjadi pragmatis, individualis, dan melulu mengejar profit. Konsep manusia seperti inilah yang akhirnya bisa menimbulkan friksi/konflik. Tidak perduli dengan tradisi (kune dreste).

Padahal kita di Bali selalu bangga dengan konsep Tri Hita Karana (harmoni dan kebersamaan). Konsep ini juga sudah menjadi visi dari berbagai pemda di Bali. Tetapi visi hanya sekedar visi. Kurang dijamin implementasinya. Itu disebabkan, yakni karena kita sudah kalah melawan arus globalisasi.

Semoga virus korona berkenan untuk membebaskan manusia dari proses dan dampak globalisasi. Manusia dan bangsa menjadi semakin sadar untuk mencari jati dirinya. Menjadi tidak sangat tergantung pada dunia luar. Kembali pada sistem kune dreste. Kita menjadi semakin respek pada sektor pertanian (agribisnis), yang merupakan dasar bagi kehidupan manusia. Hanya dengan kesadaran seperti itu, maka kita menjadi respek pada sektor pertanian dan lembaga subak, yang mulai dibangun oleh Ide Rsi Markandya, pada awal Abad ke-10.

wartawan
Wayan Windia
Category

Crosser Astra Honda Kembali Melesat Bawa CRF Raih ‘Back To Back’ Podium di Kejurnas Motocross

balitribune.co.id | Jakarta – Crosser muda Astra Honda Racing Team (AHRT), Arsenio Algifari, kembali menunjukkan performa konsisten dengan meraih double podium pada seri kelima Kejurnas Motocross Indonesia 2025 kelas MX2. Balapan di Sirkuit MX Akarmas Sumbing Mountain, Wonosobo, Jawa Tengah, 23–24 Agustus 2025, menjadi ajang pembuktian Arsenio yang semakin konsisten melesat kencang bersama CRF250R andalannya

Baca Selengkapnya icon click

Astra Motor Bali Kembali Dukung Bali United Musim 2025–2026, Perkuat Sinergi dengan Klub Kebanggaan Pulau Dewata

balitribune.co.id | Denpasar – Astra Motor Bali selaku main dealer sepeda motor Honda kembali menunjukkan komitmennya dalam memajukan sepak bola Indonesia dengan menjadi sponsor resmi Bali United di Liga 1 musim 2025–2026. Dukungan ini ditandai melalui penyerahan jersey yang berlangsung bertepatan dengan laga uji coba perdana Bali United melawan PSIM Yogyakarta di Stadion Kapten I Wayan Dipta akhir Juli 2025

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Sambut Hari Pelanggan Nasional 2025, Astra Motor Bali Jalin Silaturahmi dengan BPSK Bali

balitribune.co.id | Denpasar – Memanfaatkan momentum Hari Pelanggan Nasional yang jatuh pada 4 September 2025, Astra Motor Bali menggelar kegiatan silaturahmi ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Bali pada 28 Agustus 2025. Kunjungan ini menjadi wujud apresiasi Astra Motor Bali terhadap masyarakat, khususnya pengguna setia sepeda motor Honda.

Baca Selengkapnya icon click

MLT Beri Peluang Peserta BPJS Ketenagakerjaan Punya Rumah

balitribune.co.id | Gianyar - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan hadir lewat program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) memberikan kemudahan pembiayaan rumah bagi pekerja dengan bunga kompetitif, syarat ringan, dan tenor panjang hingga 30 tahun. Hal ini sebagai bukti kehadiran negara dalam membantu pekerja mewujudkan impian memiliki rumah. Program tersebut menyediakan skema pembiayaan rumah yang lebih terjangkau dan mudah diakses.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Bupati Adi Arnawa dan Wabup Bagus Alit Sucipta Hadiri Pelebon Ida Pedanda Gede Sadhawa Jelantik Putra

balitribune.co.id | Mangupura - Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa bersama Wakil Bupati Bagus Alit Sucipta menghadiri Upacara Pelebon Ida Pedanda Gede Sadhawa Jelantik Putra, di Griya Sedawa, Desa Adat Tegal Tugu, Kecamatan/Kabupaten Gianyar, Kamis (28/8). Kehadiran Bupati dan Wabup Badung sebagai bentuk penghormatan dan rasa turut berduka cita yang mendalam atas wafatnya almarhum.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.