
balitribune.co.id | Negara - Puluhan Kepala Keluarga (KK) di Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, Bali, kini harus menghadapi kenyataan pahit: sumur-sumur mereka mengering. Kekeringan ini diduga merupakan dampak langsung dari aktivitas pembangunan sumur bor milik tambak udang yang berlokasi di tengah permukiman mereka.
Kekeringan yang melanda Banjar Yehbuah bukan masalah sepele. Kelihan Banjar Yehbuah, I Dewa Arbawa mengatakan dampak kekeringan ini dirasakan sekitar 30 KK yang tersebar di dua wilayah. Sebelas KK berada di utara Jalan Nasional Denpasar–Gilimanuk dan 19 KK lainnya di selatan jalan raya. Keluhan ini mencerminkan keresahan yang dirasakan warga yang selama ini bergantung pada sumur-sumur tradisional untuk kebutuhan sehari-hari.
Sumber air tanah yang menjadi tumpuan hidup warga kini terancam dampak lingkungan dari proyek yang dibangun di sekitar permukiman. Kekeringan ini bukan hanya sekadar ketidaknyamanan, melainkan juga mengancam akses dasar masyarakat terhadap air bersih. "Kami menduga kekeringan ini terjadi karena air tanah tersedot oleh sumur bor milik tambak udang. Warga kami sudah kesulitan mendapatkan air bersih," ujarnya.
Keluhan serius dari warga tersebut disikapi DPRD Kabupaten Jembrana. Jajaran legislatif langsung turun melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi tambak udang tersebut pada Kamis (19/6). Sidak yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Jembrana, Ni Made Sri Sutharmi menjadi konfirmasi atas dugaan warga. Terbukti sidak dewan mendapati perusahaan tambak ini telah membangun 12 sumur bor dengan kedalaman mencapai 40 meter.
Selain sumur-sumur tanpa ijin yang menyuplai air ke tambak udang yang dibangun di lahan seluas 15 hektare dari total 30 hektare milik perusahaan tersebut, beberapa bangunan operasional, termasuk kantor, juga belum dilengkapi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Ketua DPRD Jembrana, Ni Made Sri Sutharmi menyatakan tidak akan mentoleransi kelalaian serius dalam pemenuhan regulasi lingkungan dan tata ruang tersebut.
Terhadap sejumlah pelanggaran perizinan, pihaknya menginstruksikan tindakan tegas berupa penyegelan terhadap aktifitas di lokasi proyek tersebut. Pihaknya memastikan upaya perlindungan terhadap kepentingan publik menjadi prioritas, "Saya minta Satpol PP untuk segera melakukan penyegelan terhadap sumur bor dan bangunan yang belum memiliki izin. Ini bentuk perlindungan kepada masyarakat dan penegakan aturan," ujarnya.
Begitupula diungkapkan Ketua Komisi II DPRD Jembrana, I Ketut Suastika. Ia menegaskan sikap tegas DPRD bukan berarti menolak investasi. Pihaknya menegakan kepatuhan hukum. Menurutnya setiap investor wajib mematuhi regulasi yang berlaku di Indonesia, khususnya di Jembrana. "Kami tidak anti terhadap investor. Tapi siapapun yang masuk harus ikuti aturan main. Kalau belum berizin, jelas harus dihentikan sementara," tegasnya.
Sementara perwakilan pengelola tambak, I Made Suwena tidak menampik seluruh sumur bor tersebut belum memiliki izin pengambilan air bawah tanah (ABT). Sumur bor tersebut setelah sebelumnya pihaknya sempat menggunakan air permukaan. "Kami terima teguran ini dan akan segera lengkapi izin yang kurang. Kami juga akan cari solusi terbaik untuk warga. Nanti kami akan siapkan air bersih menggunakan penampungan/tandon," ujarnya.
Sedangkan Satpol PP Jembrana merespon cepat instruksi tegas ini. Kepala Bidang Peraturan Daerah Satpol PP Jembrana, I Ketut Jaya Wirata, menyatakan pihaknya akan segera menindaklanjuti perintah penyegelan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, “kami akan lakuakan penyegelan,” ujarnya. Langkah ini diharapkan dapat menghentikan dampak lebih lanjut terhadap lingkungan dan memulihkan pasokan air bagi warga.