Diposting : 2 May 2018 15:12
Redaksi - Bali Tribune
BALI TRIBUNE - Realitas politik hari ini kian jelas. Parpol peserta pemilu tahun 2014 yang siap memunculkan Capres-Cawapres, sudah terbelah dalam dua poros; poros pendukung Jokowi dan poros pendukung Prabowo. Parpol pendukung kedua poros ini sudah susul menyusul mendeklarasikan dukungannya, terakhir adalah Partai Gerindra , yang kemudian dilanjutkan dengan peresmian Sekretariat Bersama (Sekber) Gerindra-PKS di Menteng, Jakarta Pusat.
Dua partai yang sejak awal diyakini public ada di poros Prabowo (PAN dan PBB), terutama PAN, pasca peresmian Sekber malah melakukan manuver. Bahkan, berhembus kabar, PAN merapat ke Jokowi, berbeda dengan titah Ketua Dewan Pembina, Amien Rais. Sayup-sayup terdengar, penyebabnya adalah negosiasi posisi dalam kubu pendukung Prabowo yang belum aman. Zulkifli Hasan bahkan tampak berbeda pendapat dengan Amien di ruang public, meski banyak yang menafsirkan hanya sebagai sandiwara demokrasi.
Kondisi yang mengambang di poros Prabowo dan ketidakpastian PKB, salah satu parpol penyokong kubu Jokowi, membuat dugaan akan muncul poros ketiga kian kuat. Apalagi, PKB sudah mematok target menduetkan Jokowi-Cak Imin sebagai harga mati. Besar kemungkinan, ketika Jokowi yang menurut sejumlah pengamat akan digandengkan dengan Puan Maharani demi lestarinya trah Soekarno, membuat PKB balik haluan. Tapi, peluang PKB untuk menyatu dengan kubu Prabowo, agaknya kecil. Oleh karena itu, PKB diyakini akan bersama atau tanpa PAN bergabung dengan Partai Demokrat untuk melahirkan Poros Baru, sambil terus menggalang dukungan parpol lain untuk memenuhi ambang batas.
Poros baru ini tidak bisa dianggap sepele. Sebab, akan terjadi peristiwa “bola muntah” dalam terminologi olahraga jika gesekan teramat tajam bahkan menjadi konflik terbuka antara pendukung Poros Jokowi dan Prabowo. Psikologi massa punya hukum sendiri, bahwa apabila cannal aspirasi mengalami hambatan antara lain karena konflik internal, maka aliran suara akan mengalir balik mencari tempat yang rendah untuk menemukan perimbangan.
Dengan demikian, parpol yang diprediksi mengalami konflik dalam perebutan posisi Cawapres baik di kubu Jokowi maupun kubu Prabowo akan mengalir ke poros baru bentukan Partai Demokrat. Tentu saja poros baru ini akan menempatkan pendatang baru pada posisi yang lebih menguntungkan dibanding dengan tawaran dari kubu yang sebelumnya mereka dekati. Salah satu akomodasi posisi adalah Cawapres, Menteri Koordinator, Direktur BI, Pertamina, Telkom, atau sejumlah kementerian dan BUMN ‘basah’.
Sampai disini, poros baru diprediksikan muncul dengan menarik massa parpol pendukung, sekaligus massa yang tidak nyaman dengan konflik perebutan posisi Cawapres di kubu Jokowi maupun Prabowo. Bukan tidak mungkin, sejarah baru akan lahir yakni bahwa poros yang tidak diperhitungkan, akan memenangi pertarungan dalam Pilpres 2019. Dalam politik, kemungkinan itu ada, meski harus dengan perjuangan yang tak biasa.