Denpasar, Bali Tribune
Ketua Dewan Pembina LSM Forum Peduli Masyarakat Kecil (FPMK) Gede Suardana mengaku sudah melaporkan kasus dugaan korupsi pengelolaan aset milik Pemkab Buleleng dan penyertaan modal daerah ke Perusahaan Daerah (PD) Swatantra, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Laporan tersebut juga sudah diterima KPK.
“Kami sudah bawa kasus ini ke KPK. Dan laporan kami sudah diterima KPK. Kami minta agar KPK turun ke Buleleng, dan laporan kami dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengusutan kasus dugaan korupsi ini,” ujar Suardana, di Denpasar, Minggu (29/5).
Menurut dia, pihaknya memutuskan melaporkan kasus ini ke KPK, karena kasus ini tak mendapat perhatian serius aparat kepolisian dan kejaksaan di Bali. “Kasus ini sudah dilaporkan ke Polda Bali, namun malah diterbitkan surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3),” bebernya.
“Kita juga laporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali. Bahkan berkali-kali kita mempertanyakan perkembangannya ke kejaksaan, namun sepertinya nihil. Kami kemudian memutuskan melaporkan kasus ini ke KPK,” imbuh Suardana.
Ia berharap KPK dengan kewenangannya melakukan penelusuran atas dugaan skandal PD Swatantra ini. “Kami sudah tidak bisa berharap lagi dengan kejaksaan. Karena kami menduga ada kongkalikong di sana dengan pihak-pihak terkait. Sesungguhnya kami sangat berharap Kejati Bali serius memproses laporan kami dan bekerja secara profesional, namun hasilnya jauh dari harapan,” tandasnya.
Suardana bersama FPMK sebelumnya telah melayangkan laporan pengaduan atas dugaan korupsi ini ke Kejati Bali dengan Nomor 09/ DP-FPMK/IX/2015 tertanggal 5 Maret 2015 lalu. Hingga setahun setelah pengaduan tersebut, tak ada perkembangan berarti terkait proses hukum atas kasus ini.
“Kami juga sudah beberapa kali menggelar aksi. Tetapi responnya tidak ada. Sekarang kami sudah laporkan kasus ini ke KPK, mudah-mudahan akan ada hasilnya,” ucapnya.
Ada beberapa poin aduan ke KPK, terkait kasus ini. Pertama, Pemkab Buleleng memiliki aset berupa puluhan hektar kebun cengkeh dan kopi yang dikelola PD Swatantra. Namun sampai saat ini, hasilnya tidak jelas, bahkan ada indikasi aset tersebut menjadi bancaan oknum pejabat.
Kedua, merujuk temuan BPK RI Nomor 02.C/LHP/XIX.Dps/05/2014, halaman 27, maka penyertaan modal ke PD Swatantra senilai Rp1,2 miliar adalah perbuatan melawan hukum karena hanya didasari SK Bupati Nomor 560/33/HK/2013. Melawan hukum, karena Perda Kabupaten Buleleng Nomor 8 Tahun 1998 Tentang Penyertaan Modal PD Swatantra, hanya mengamanatkan penyertaan modal sebesar Rp75 juta.
Suardana menyebut, dengan penyertaan modal Rp1,2 miliar ini, PD Swatantra meminjam dana ke BPD Buleleng sebesar Rp10 miliar untuk membeli 71 unit mobil. Mobil tersebut lalu disewakan kepada Pemkab Buleleng dengan nilai Rp9,5 juta per bulan untuk jenis Toyota Innova dan Rp6,5 juta per bulan untuk jenis Toyota Avanza.
“Dalam pengadaan dan sewa mobil ini, ada indikasi kongkalikong, juga dugaan korupsi. Apalagi pengadaan 71 unit mobil itu dilakukan melalui penunjukkan langsung (PL) dan bukannya tender,” pungkas Suardana.