balitribune.co.id | Sembilan puluh tiga tahun yang lalu gernerasi Indonesia dari Sumatra, Jawa, Bali dan yang lainnya mengukir sejarah menjadikan Indonesia senapas, senasib dan sejiwa. Bulan ini tahun 2021 di tengah badai covid 19 dan bencana gempa bumi yang melanda ujung timur Bali tidak menyurutkan menggaungkan dan menggemakan Sumpah Pemuda Indonesia dan tetap menggelegar di pelosok negeri Indonesia. Merawat ingat dan melawan lupa dengan mengingat, membaca sejarah bangsa agar bertumbuh jiwa-jiwa nasionalisme dan persatuan bangsa menjadi satu kekuatan NKRI. Sumpah Pemuda bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan ruatan teks Proklamasi sebagai sejarah bangsa. Sumpah Pemuda diikrarkan tanggal 28 Oktober 1928, berisi tiga butir pernyataan , yaitu
1.Bertanah air satu tanah air Indonesia,
2. Berbangsa satu bangsa Indonesia,
3). Berbahasa satu bahasa Indonesia.
Ketiga pernyataan di atas menjadi satu kesatuan menjiwakan Proklamasi yang memiliki energi politik kemerdekaan bangsa serta bagian sejarah luar biasa untuk kita maknai. Sedangkan butir ketiga, yaitu berbahasa satu bahasa Indonesia menjiwakan nasionalisme relatif masih utuh biarpun dibombardir oleh kosakata asing sebagai pembendaharaan kata.
Mengisi ulang jiwa-jiwa yang hampir rapuh oleh kekosongan diri akan vitamin sejarah bangsa, oleh keegoaan diri yang lupa akan identitas bangsa. Gelombang modernisasi terkadang juga bisa melupakan leluhur kita yang berjuang untuk bersatu berjuang untuk sebuah kebebasan yang disebut kemerdekaan. Menggaungkan gema Sumpah Pemuda pada generasi millennial di era mediamorfosis ketiga agar tetap bertumbuh menjadi generasi Indonesia yang sejati jangan terperopokasi oleh pemecah negeri ini. Berjiwa untuk melawan pikun (lupa) dan merawat ingat tentang sejarah suatu bangsa akan menyadarkan generasi pentingnya persatuan dalam membangun peradaban bangsa. Lem perekat generasi anak bangsa yang disebut Sumpah Pemuda harus digemakan sebagai penggelora semangat anak negeri. Sumpah Pemuda sebuah tekstur kata yang penuh makna yang mengandung nilai-nilai luhur arti sebuah persatuan dalam bertanah air, berbangsa dan berbahasa satu bahasa Indonesia. Tanah air sebagai ibu ning ibu atau ibu dari segala ibu yang memberikan kehidupan umat manusia sebagai ibu pertiwi. Bangsa bagian ikatan dalam kesatuan orang yang senasib dan sepenanggungan. Bahasa Indonesia adalah jati diri bangsa karena dari bahasa seseorang bisa menguak karakter personal dan bangsanya. Bertanah air, berangsa, dan berbahasa satu dalam payung NKRI merupakan satu amunisi dan magnet yang membuka alam kesadaran agar menjadi teguh, kokoh untuk menapak bijak dan menjayakan nilai-nilai luhur Sumpah Pemuda. Wujud menapak bijak nilai luhur Sumpah Pemuda dengan memperkuat persatuan Indonesia melalui lem perekat bangsa yang digelorakan dalam semangat Sumpah Pemuda. Memperkuat literasi kebhinekaan nusantara dalam budaya, adat, suku dan agama juga bagian dari lem perekat negeri seribu pulau ini. Merajut kebhinekaan bangsa menjadi satu kekuatan untuk menjadi NKRI tangguh ada pada generasi sebagai pelanjut peradaban bangsa agar tidak menjadi kenangan seperti kejayaan Majapahit. NKRI tanpa batas waktu dan tetap berjalan seiring napas anak-anak negeri dari masa ke masa sebagai tongkat estapet generasi. Menjayakan nilai luhur bukan sekadar belajar tentang sejarah tetapi akan lebih bermakna jika anak bangsa belajar dari sejarah. Binatang tidak mungkin terperosok kedua kalinya pada lubang yang sama dan juga generasi Indonesia tidak mungkin terperosok kedua kali dalam perpecahan karena kita belajar dari sejarah.
Merajut benang perbedaan menjadi kain persatuan sebagai marwah kebesaran Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ibarat ilmu sapu lidi satu batang lidi akan mudah untuk dipatahkan dan jika menjadi satu kesatuan akan sulit untuk dipatahkan bahkan bisa dipergunakan untuk menyapu bersih rempahan-rempahan sampah pemecah persatuan dan kesatuan yang mengotori Indonesia. Jika perbedaan suku, perbedaan adat-budaya, perbedaan bahasa dijadikan satu kekuatan Indonesia akan menjadi Indonesia yang adiluhung dalam keberagaman budaya dengan satu kata budaya nusantara, dan suku nusantara. Persatuan dalam perbedaan sebagai kondisi riil bangsa untuk membangun toleransi berbagai dimensi harus dikedepankan (unity in diversity). Titik krisis pemahaman terhadap arti sebuah perbedaan segera diinisiasi. Berbeda baju, berbeda gografis akan melahirkan perbedaan pola kehidupan tetapi sejatinya badan kita sama yang dihidupkan oleh sang jiwa. Memaksakan persamaan dan menolak perbedaan dalam kebhinekaan mengundang kebersekatan Indonesia. Kebersekatan didasari perbedaan akan mengundang perpecahaan bahkan mungkin juga kehancuran nilai-nilai kemanusiaan. Indonesia yang pluralisme harus dikelola dengan kejernihan pikiran agar melahirkan tindakan beradab dengan asas kepatutan. Hindari menonjolkan egoisme kedaerahan, egoisme politik yang kadang melahirkan politik identitas dan lebih menonjolkan suku, agama, dan ras harus dikubur.
28 Oktober 1928
Sebuah catatan waktu
Karya : I Komang Warsa
Dua delapan Oktober satu Sembilan dua delapan
Suara gemuruh menyalak
Menggoncang bumi Indonesia
Jika kau adalah aku, teriakan gema sumpah kita
Jika aku adalah kau satukan raga untuk nusantara
1 9 2 8 angka sakral penuh makna
Diukir tinta emas, dilukis puitis untuk dimaknai
Sebagai lukisan keabadian sejarah
Kekuatan tergores pada angka dua delapan
Tangga Oktober sayap mengukir sejarah
Satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa sebagai Ibu Indonesia
Aku peras menjadi Indonesia hebat, Indonesia raya
Melebur raga pada pita bhineka tunggal ika
Pada kepak sayap burung garuda
Berbinar kata bercumbu makna
Dalam cengkram kakimu yang tajam
Setajam sumpahmu untuk pertiwi menyatu
Biar napas patriotmu masuk ceruk tubuhku
Menjadi saksi anak negeri
Terlukis pada tembok-tembok sejarah
Sebagai darah yang membasahi pertiwi
Indonesia dan sumpah kita tiada pernah lenyap