balitribune.co.id | Bangli - Mendung duka menyelimuti Kabupaten Bangli setelah putra terbaiknya, Anak Agung Gede Bagus Ardana (90) meninggal dunia pada hari Senin (21/2).
Pria yang juga tokoh puri Agung Bangli dan menjabat sebagai Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Markas Cabang Bangli ini meninggal dalam perawatan di RSU Bangli. Almarhum yang juga seorang maestro ini sudah sejak lama menderita penyakit bronkitis.
Sementara pihak keluarga kini masih melakukan rembug terkait pelaksanaan upacara untuk adik dari pahlawan Kapten AA Anom Mudita ini.
Putra kelima AA Gde Bagus Ardhana, yakni AA Gde Putra Temaja Ardana mengatakan jika almarhum memiliki riwayat sakit bronkitis. Sakit tersebut diderita sejak puluhan tahun. Bahklan karena penyakit yang di derita sejak tahun 1980, almarhum berhenti merokok.
Lanjut pensiunan pegawai Kejaksaan ini, tiba- tiba pada Minggu (20/2) pagi kondisi ayahnya drop hingga dilarikan ke RSU Bangli. "Kami larikan ke UGD, dilakukan pemeriksaan dan harus rawat inap," ujarnya, Selasa (22/2/).
Kondisi semakin menurun pada Senin (21/2) dari ruang rawat dipindahkan ke ruang ICU. Hanya beberapa jam di ruang ICU, almarhum dinyatakan meninggal dunia. "Sekitar 2-3 jam saja di ruang ICU," sebutnya
Sebelum dilarikan ke rumah sakit, almarhum masih melakukan aktivitas seperti biasa. Diusia yang sudah sepuh, almarhum masih melakukan aktivitas seperti melukis atau menghadiri kegiatan di masyarakat.
AA Gde Bagus Ardhana merupakan pelukis dengan aliran semi realis. Menurut Agung Temaja jika almarhum sudah menghasilkan banyak lukisan. "Lukisan kebanyakan mengangkat cerita Ramayana dan Mahabarata. Untuk menghasilkan satu lukisan waktu tidak tentu karena almarhum melukis ketika ada inspirasi," ujarnya.
Almarhum melukis tidak hanya untuk menjadi sumber penghasilan. Bahkan sebuah hasil karya almarhum berupa lukisan anoman ngobor alengka sempat mau ditukar dengan mobil, namun ditolak "Hasil karya tersebut kebanyakan diberikan pada teman dekat. Hasil karya almarhum juga diberikan kepada tokoh seperti menteri sebagai cindera mata," ujarnya.
Disampaikan pula menjelang tutup usia, almarhum masih membuat lukisan tetapi belum rampung. Selain itu, almarhum juga sering membantu untuk ngodak (rehab) barong.
Jika ayahnya tersebut sejak kecil sudah dilibatkan dalam upaya melawan penjajah. Pada usia 12 tahun sudah ikut dalam misi yang dikoordinir kakaknya yakni Kapten AA Gde Anom Mudita. "Almarhum anak ke empat dari 6 bersaudara dan Kapten Anom Mudita adalah anak kedua. Almarhum diberikan tugas saat malam hari, jadi pagi masih sekolah," sambungnya.
Terkait perjuangan melawan penjajah tertuang dalam buku Merdeka Seratus Persen Kapten TNI AA Gde Anom Mudita. Dalam buku tersebut juga menceritakan tugas yang diterima AA Gde Bagus Ardhana.
Disinggung terkait pelaksanaan upacara pelebon, Agung Temaja mengatakan, pihak keluarga masih akan meminta petunjuk pada Sulinggih. Pihak keluarga sudah sempat berkoordinasi dengan prajuru adat Banjar Pande dan Puri Agung.
Selain itu masih komunikasi dengan LVRI provinsi dan Kodim 1626/Bangli. Kemungkinan akan dilaksanakan upacara pelepasan secara militer. "Seperti apa upacara, pelaksanaanya masih kami komunikasikan dengan keluarga dan adat," imbuhnya.