BALI TRIBUNE - Janji Presiden Jokowi untuk mengurangi kesenjangan di masyarakat dengan program reforma agraria berupa pemberian 30 juta hektar lahan untuk rakyat mulai disambut warga petani. Seperti respon petani di Desa Sumberkalmpok, Kecamatan Gerokgak. Mereka berharap kebijakan Jokowi itu dapat memberikan angin segar setelah berjuang puluhan tahun memohon tanah negara di desa itu kepada pemerintah.
Sebelumnya, Presiden Jokowi membuat kebijakan yang menguntungkan masyarakat akan memberikan konsesi kepada rakyat dengan mempercepat pembagian sertifikat- sertifikat kepada masyarakat untuk kesejahteraan.
Untuk merespon bagian dari Program Nawa Cita Presiden Jokowi itu, Desa Sumberklampok, Kamis (27/4), melakukan Rapat Konsolidasi dan Sosialisasi Percepatan Reforma Agraria. Rapat yang digelar di Balai Desa itu nyaris dihadiri semua warga termasuk Kepala Desa Sumberkalmpok, Wayan Sawitra Yasa, Ketua Pansus Desa Sumberklampok, Putu Artana dan Perwakilan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Bali, Ni Made Indrawati.
Ni Made Indrawati dalam pemaparanya menyatakan, Presiden melalui Staf Kepresidenan telah menyepakati kebijakan reforma agraria dan menjamin program tersebut berpihak kepada rakyat. Kata Indrawati, Reforma Agraria merupakan upaya untuk mendata kembali sumber-sumber agraria yang salah satunya adalah soal tanah. ”Hasilnya nanti untuk mempersempit kesenjangan dan ketimpangan dalam penguasaan lahan,” ujar Indrawati yang dikenal sebagai aktivis perempuan ini.
Menurutnya, Program Reforma Agraria bukan hanya bagi-bagi sertifikat semata, tetapi merupakan penataan ulang susunan kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agraria untuk kepentingan rakyat petani, buruh tani, tunakisma, dan lain-lainnya secara menyeluruh dan komperhensif. ”Program Reforma Agraria telah dicanangkan oleh Bapak Presiden Joko Widodo dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Negara (RPJMN) menjadi prioritas dan utama,” ucapnya.
Kata dia, program tersebut untuk Desa Sumberkalmpok sangat tepat karena subjek dan objek Reforma Agraria sangat jelas dan hampir 27 tahun konflik tanah di Desa ini tidak kunjung selesai, karena selama ini belum ada kemauan pemerintah untuk menyelesaikannya. ”Bahkan pada tahun 2009, Pemerintah Provinsi Bali ikut mengajukan permohonan HPL terhadap Tanah Negara eks HGU PT. Margarana ke BPN Provinsi Bali dan pada tahun 2010 Pemerintah Kabupten Buleleng juga mengajukan permohonan HPL ke Gubernur Provinsi Bali,” ungkapnya.
Karena Program Reforma Agraria ini merupakan program nasional untuk mengatasi ketimpangan struktur penguasaan dan kepemilikan tanah didaerah Provinsi Bali khususnya di Desa Sumberklampok untuk pengetasan kemiskinan dan mensejahterahkan masyarakat. ”Melihat kondisi masyarakat Desa Sumberklampok saat ini, sudah semestinya pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Bali, mencabut permohonan HPL yang telah diajukan kepada BPN Provinsi Bali dan memberikan rekomendasi dukungan kepada masyarakat Desa Sumberklampok untuk mendapatkan hak kepemilikan atas tanah yang telah dikuasai dan dikelola secara turun temurun,” tandasnya.
Kepala Desa Sumberklampok, Sawitra Yasa mengatakan,rapat konsolidasi yang digelar merupakan tindak lanjut dari program Presiden Jokowi soal Reforma Agraria melalui penyelesain konflik pertanahan khususnya ex HGU dan tanah kehutanan. ”Untuk di Desa Sumberklampok kita tinggal melengkapi data saja. Saya pastikan program Presiden Jokowi terkait Reforma Agraria sudah tercantum pada program Nawa Cita artinya program ini dapat dipastikan kebenarannya dan berharap seluruh warga selaku pemohon tanah mendukung serius program ini,” ucapnya.