BALI TRIBUNE - Kondisi sungai di Jembrana hingga kini belum sesuai yang diharapkan. Sampah masih menjadi persoalan terhadap keberadaan daerah aliran sungai (DAS), khususnya yang melalui kawasan perkotaan. Sejumlah alur sungai yang di sekitarnya merupakan permukiman warga masih digenangi sampah.
Masalah sampah di sungai sulit ditanggulangi kendati petugas secara rutin membersihkannya, sehingga program kali bersih (prokasih) yang diterapkan oleh Pemkab Jembrana sampai saat dirasakan belum maksimal.Hampir setiap saat endapan sampah dapat dijumpai di sejumlah alur sungai. Di beberapa titik sampah semakin hari kian menumpuk di bibir sungai, salah satunya di sungai di perbatasan antara Kelurahan Dauhwaru dan Keluarahan Sangkaragung, Jembrana.
Selain sampah organik seperti sisa bebantenan, juga menjadi tempat pembuangan sampah anorganik berupa sampah sisa rumah tangga. Apabila tidak segera ditanggulangi, kebiasaan warga membuang sampah di bibir sungai akan menjadikan sungai layaknya sebagai tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.
Begitupula yang terjadi pada daerah aliran sungai (DAS) yang melalui permukiman warga di kawasan belakang Pasar Inpres Negara, Lingkungan Satria, Kelurahan Pendem, Jembrana. Sampah, yang didominasi sampah anorganik seperti pelastik, tampak meluber pada aliran sungai, kendati petugas sudah sering membersihkan badan sungai yang melintas di tengah Kota Negara tersebut. Namun kesadaran untuk menjaga kebersihan sungai dengan membuang sampah pada tempat sampah yang disediakan masih kurang, sehingga menjadikan sungai yang bermuara di Tukad Ijogading itu selalu tergenang sampah.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jembrana, I Ketut Kariadi Erawan dikonfirmasi, Selasa (2/5), tidak menampik sejumlah titik aliran sungai seperti di Dauhwaru dan belakang Pasar Umum Negara, masih sering digenangi sampah kendati petugas sudah sering melakukan pembersihan melalui prokasih. Diakuinya, pihaknya sampai saat ini masih menggalakkan program kali bersih (prokasih) tersebut. Titik yang kini menjadi fokus pembersihan adalah kanal yang mengelilingi Gedung Kesenian Bung Karno serta Sungai Ijogading.
Dikatakannya, permasalahan yang paling mendasar terletak pada kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah, salah satunya dengan cara membiasakan diri untuk memilah dan membuang sampah pada tempatnya. Menurutnya, rumah tangga berperan sebagai agen pertama dalam pengelolaan. Dicontohkannya, dengan membiasakan menyediakan dua tempat sampah di setiap rumah tangga masing-masing untuk sampah organik dan anorganik, maka pengelolaan sampah dapat dilakukan denganmudah.
Diakui, pihaknya kewalahan karena kondisi jumlah petugas yang membersihkan sampah tidak sebanding dengan tingginya prilaku warga yang membuang sampah ke sungai. Namun prilaku masyarakat tersebut diyakininya bisa dilakukan dengan gerakan yang masif seperti pada gerakan Keluarga Berencana (KB), terlebi ibu rumah tangga memiliki peranan penting.
Selain gerakan pembersihan, untuk mengatasi sampah, juga harus disertai dengan pembinaan dan pengelolaan sampah. Desa memiliki andil dalam pengelolaan sampah seperti keberadaan BUMDes wajib memiliki Unit Usaha Pengelolaan Sampah, dan pemerintah berperan untuk memfasilitasi. Namun program tersebut bisa berjalan dengan baik apabila tidak didukung kesadaran masyarakat.