BALI TRIBUNE - Dari ratusan parekan dan permas yang suntuk ngayah selama upacara piodalan di Pura Samuan Tiga, Bedulu, Gianyar, sejatinya ada seorang parekan istimewa. Ia adalah Garret Kam, yang keistemewaannya tidak hanya pada proses menjadi abdi parekan, namun juga status kewarganegaraannya.
“Menyusupnya” seorang Garret Kam, warga Hawaii di antara ratusan abdi parekan, memang lepas dari perhatian. Terlebih perawakan dan wajahnya tidak mencolok denga parekan lainnya. Sebagai parekan yang terbilang istimewa, Garret yang akrab disapa Nyoman Hawaii atau Nyoman Swastawa ini tidak mendapat perlakuan khusus. Sebagai parekan lainnya, Nyoman rajin ngayah dan tergolong parekan ‘teladan”.
Kepada Bali Tribune, Senin (15/5), Nyoman Hawaii mengakui jika pengukuhan dirinya sebagai parekan, memang sempat memunculkan pro dan kontra. “Saya dinobatkan sebagai parekan pada tahun 1990. Namun sebelumnya ada sebuah proses yang harus saya jalani,” ungkapnya.
Sebelum gelar abdi disandang, Nyoman mengakui jika dirinya memang tinggal di Bedulu dan selalu ngayah di Pura Samuan Tiga. Hingga beberapa tahun berjalan, Mangku Ageng Lingsir (almarhum) memanggilnya dan menawarkan gelar parekan. Namun keinginan itu tidak serta merta diterima oleh abdi parekan lainnya. Hingga akhirnya, para pelingsir parekan mengujinya selama tiga tahun. “Setelah tiga tahun menjalani ujian, saya akhirnya diterima sebagai abdi parekan,” terangnya.
Meski prosesnya berbeda dengan parekan lainnya, ia justru melihat vibrasi penyatuan dan tolerasi di Pura Samuan Tiga memang sangat terjadi hingga zaman sekarang. “Di pura ini nilai toleransi dan persatuan sangat terjaga. Dari manapun asalnya, kalau memang tulus ingin menjadi pengayah, saya yakin pasti diterima,” terangnya.
Dari pengalaman selama puluhan tahun sebagai parekan, ia mengaku sangat bersyukur dikaruniai ketentraman jiwa dan raga. Karena itupula, dirinya pantang absen setiap ritual Siat sampian. Meski membutuhkan stamina yang cukup karena harus memutari pura hingga belasan kali sambil berlari. “Saya sangat menikmati tahapannya, mulai dari gerakan tari sutri oleh puluhan permas mengelilingi pura hingga delapan belas kali. Dilanjutkan dengan tarian ombak bersama para abdi parekan dengan tangan saling pegang tanpa terputus. Benar-benar menyatu dan dami,” ungkapnya.