BALI TRIBUNE - Akibat terbebani biaya operasional, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Buleleng memilih untuk menaikkan tarif. Opsi kenaikan tarif ini sudah berdasarakan asumsi pendapatan perkapita masyarakat termasuk upah minimum provinsi (UMP). Perhitungan atas kenaikan tarif ini juga didasarkan pada klasisifikasi pelanggan berdasar system subsidi silang dan pola tarif progresif.
Hal itu disampaikan Dirut PDAM Buleleng, I Made Lestarian, Selasa (13/2), saat mengumumkan kenaikan tariff PDAM per 1 Maret 2018. “Kenaikan biaya operasional dan pemeliharaan menjadi dasar utama kami mengambil kebijakan menaikkan tarif air PDAM menyusul kenaikan harga barang-barang dan material maupun ongos kerja,” jelasnya.
Menurut Lestarian, kenaikan tarif disesuaikan dengan klasifikasi pelanggan dan tingkat pemakaian air. ”Berdasar Permendagri No 23/2006 tentang pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada Perushaan Derah Air Minum tarif standar air minum harus terjangkau oleh daya beli masyarakat yang berpenghasilan sama dengan upah iminum Provinsi dan memenuhi prinsip keterjangkauan,” terangnya.
Adapun klasifikasi kenaikan tarif golongan S1 dan S2 biaya Abonemen sebesar Rp 10 ribu dan Rp 11 ribu, R1 biaya Abonemen Rp Rp 12 ribu dan tarif tertinggi N2 dan I2 masing-masing Rp 20 ribu dan Rp 22 ribu. ”Menghitung kenaikan tarif sesuai tingkat pemakaian dengan asumsi yang telah ditetapkan berdasar tingkat pemakaian rata-rata air. Berdasar pemakian rata-rata air masyarakat sebesar 18 m3 perbulan berarti ada sebanyak Rp 67 ribu lebih yang dikeluarkan pelanggan perbulan setelah ada penyesuaian tarif,” imbuhnya.
Dikatakan, perhitungan dan penerapan tarif air minum didasarkan atas klasifikasi pelanggan dengan menggunakan system subsidi silang agar pelanggan yang lebih mampu memberikan subsidi kepada pelanggan yang kurang mampu. ”Kita juga gunakan pola subsidi silang yang mampu memberikan subsidi pada yang kurang mampu serta dengan pola tarif progresif untuk pengguaan air yang efektif dan efesien,” tambahnya.
Lestariana menjamin,kenakan tarif tersebut sudah berdasar hitungan yang disesuaikan dengan kondisi riil masyarakat dan tidak memberikan beban berlebih kepada para pelanggan. ”Angka kenaikan sudah diangka paling rasional.Itupun kami pertimbangkan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan terutama biaya listrik yang mencapai Rp 900 juta lebih,” ungkapnya.
Besaran biaya listrik tersebut mengingat hampir 81,95 persen dari kapasitas produksi PDAM sebesar 709 liter/detik dari sebanyak 16 sumber mata air dan 37 sumur dalam menggunakan energy listrik untuk mengangkat air. ”Sisanya sebesar 18 persen baru menggunakan system gravitasi. Itu yang membuat cost kami untuk listrik cukup tinggi disamping komponen lain seperti gaji pegawai dan biaya operasional perawatan lainnya,” tandas Lestariana.