Reforestasi Pasca Benca Erupsi Gunung Agung, Cubang Air Warga di Desa Tulamben Terpapar Abu Vulkanik | Bali Tribune
Bali Tribune, Senin 23 Desember 2024
Diposting : 15 February 2018 23:28
Redaksi - Bali Tribune
pohon cendana
TANAM - Reforestasi pasca erupsi Gunung Agung, seorang warga menanam pohon cendana di lahan perkebunan di Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Karangasem.

BALI TRIBUNE - Status Gunung Agung telah diturunkan dari level awas ke level siaga. Sebagian besar pengungsi yang tinggal di luar zona merah radius 4 kilomter dari kawah sudah banyak yang pulang ke kampung halaman mereka masing-masing. Namun berbagai permasalahan baru dihadapi oleh masyarakat yang tinggal dekat dengan zona merah tersebut, di antaranya kondisi lahan pertanian mereka yang rusak akibat terpapar abu vulkanik serta masalah air bersih.

Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah dan kalangan swasta untuk merecovery kondisi lingkungan pasca terjadinya erupsi Gunung Agung diataranya melakukan penanaman pohon di areal luar zona merah. Rabu (14/2), sejumlah anggota dari Conservation International (CI) Indonesia, melakukan kegiatan pengembalian atau recovery kondisi bentang alam Gunung Agung termasuk lahan milik warga di Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Karangasem, dengan Reforestasi.

Dalam kegiatan itu, CI Indonesia memberikan bantuan bibit tanaman pohon cendana, sawo kecik, panggal buaya dan jenis pohon lainnya kepada petani di kelompok tani Galiran Arum dan Ancak Sari. Masing-masing petani menerima bantuan lebih dari dua bibit untuk selanjutnya di tanam di lahan perkebunan mereka masing-masing.

Nyoman Buda, salah satu warga Banjar/Desa Tulamben mengatakan sebenarnya selain jenis pohon tersebut petani di Tulamben sangat membutuhkan bibit pohon kelapa daksina dan jenis tanaman buah lainnya. “Kendala lainnya yang kami hadapi adalah masalah air. Kami sangat membutuhkan bantuan air bersih, dan kami berharap air dari sungai Telagawaja bisa segera mengalir sampai ke desa kami,” ujarnya.

Sementara pasca terjadinya erupsi Gunung Agung, beberapa waktu lalu desanya memang terpapar abu vulkanik, sebagian besar cubang air bersih milik warga setempat juga ikut terpapar abu vulkanik. “Air dalam cubang kami terpapar avu vulkanik. Kami bingung katanya itu tidak boleh diminum karena berbahaya. Tapi kami tidak punya pilihan lain ya terpaksa air itu kami pakai untuk memasak dan minum,” ungkap Nyoman Buda.

Itu terpaksa dilakukan lantaran untuk membeli air bersih dari mobil tangki  harganya cukup mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat di desanya. Disebutkannya untuk satu tangki air bersih harganya bisa mencapai 150 ribu Rupiah pertangki.