‘Beruk’ Polesan Batok Kelapa yang Bernilai Ekonomi Tinggi | Bali Tribune
Diposting : 28 June 2022 22:40
M3 - Bali Tribune
Bali Tribune / BERUK- I Gede Suryawan memperlihatkan beruk karyanya pada Lokakarya Pembuatan Beruk di Kalangan Angsoka, Taman Budaya, Denpasar, Selasa (28/6).

balitribune.co.id | DenpasarKelapa adalah salah satu buah kaya manfaat. Tidak hanya isinya yang bisa dikonsumsi, tapi juga batoknya yang bisa menghasilkan ‘beruk’ bernilai ekonomi tinggi.

Perajin beruk, I Gede Suryawan memamerkan hasil kerajinannya, dari awal proses hingga menghasilkan sebuah karya. Pada kesempatan itu, Selasa (28/6) ia hadir sebagai narasumber Lokakarya Kerajinan Beruk di Kalangan Angsoka, Taman Budaya, Denpasar.

Dahulu, karena air belum tersalurkan dengan baik seperti sekarang, beruk dijadikan wadah mengangkut air, dengan menjinjing 10 beruk sekaligus, untuk menampung lebih banyak air dalam sekali angkut.

Saat ini pun, fungsi utama beruk masih dipertahankan sebagai tempat air. Karya-karya yang dihasilkan Suryawan di Bali umumnya digunakan sebagai tempat minum ataupun keperluan upakara seperti wadah tirta di Pura atau merajan.

Lebih dari itu, ia memandang beruk atau batok kelapa bisa dimanfaatkan lebih jauh lagi, dengan ide-ide inovatif yang bisa meningkatkan nilainya. Seperti kerajinan yang ia hasilkan dari batok kepala diantaranya tempat tissue, celengan, caratan, cangkir, tas, mangkok, piring, sendok, garpu, bokoran dan banyak lainnya. Karya-karyanya ini bahkan mampu menembus pasar luar negeri seperti, Republik Ceko, Amerika dan Polandia.

Usaha beruk yang ia beri nama "Yande Batok", dirintis tahun 1996 di Banjarangkan, Klungkung. Karena begitu banyaknya pohon kelapa di daerahnya, dengan harga yang juga murah, membuat Suryawan mencari cara agar kelapa-kelapa tersebut dapat berguna dan berdaya jual.

Pada zaman itu kelapa hanya dijadikan kopra dan minyak, sedangkan batoknya belum dilirik, hanya cenderung menjadi arang. Dari kondisi tersebut, maka munculah ide Suryawan untuk menjadikannya beruk.

Tentu bahan utama dari kerajinan beruk ini adalah buah kelapa. Tidak sembarang kelapa, yang bisa dimanfaatkan hanya kelapa kering dengan ukuran sesuai keperluan bentuk dari beruk. Serabutnya pun terkadang diperlukan untuk menambah estetika yang dihasilkan.

Dalam pengerjaannya diperlukan bahan-bahan penunjang tampilan beruk seperti batang pohon kelapa, tali ijuk, tali rotan, tusuk sate, besi, cat dan lainnya. Alat-alat yang ia gunakan juga cukup beragam, ada besi pengupas serabut, pencungkil daging kalapa, pengeplongan yang berfungsi membuat lobang pada kelapa, motor penggerak dan amplas berbagai ukuran.

Pengerjaannya dimulai dari mengupas serabut kelapa, pengupasan disesuaikan dengan bentuk produk yang akan dibuat, apakah beruk gantung atau beruk duduk. Setelah pengupasan awal biasanya terdapat sisa-sisa serabut, maka dari itu dilakukan penghalusan dengan amplas bulat P24, secara bertahap dilanjutkan dengan amplas P60, kemudian 120J, lalu amplas 150, terakhir yaitu dengan amplas 320 untuk mendapatkan hasil yang lebih halus dan mengkilap. Setelah itu barulah diproses sesuai bentuk yang direncanakan.

Di masa awal merintis, Suryawan bersama saudara laki-lakinya mengaku kesulitan dalam memasarkannya. Kala itu, pemasaran ia lakukan dengan cara menawarkan ke setiap art shop yang ia ketahui.

Dengan usaha yang terus menerus ia lakukan selama 6 bulan, sampai beruk-beruk hasil karyanya diterima dan mulai banyak dimanfaatkan. Itu juga ia akui berkat bantuan temannya yang ikut mencarikan pembeli.

Dalam lokakarya, Suryawan juga menyampaikan disamping batoknya, mulai dari serabut, daging kelapa, air kelapa, hingga debu atau abu kelapa pun bisa diolah. Selama ini serabut kelapa biasa ia jadikan bahan pembakaran, daging kelapa dijadikan "saur" atau serundeng kelapa, bisa juga dijadikan VCO atau minyak hasil ekstraksi kelapa, termasuk menjadi makanan yang diberi nama "sanggon" dan pepes celengis. Sedangkan untuk abunya ia akui masih dikembangkan untuk dijadikan bahan baku dupa.

Saat ini ia terus mendapat pasokan kelapa dari daerah Sulawesi Tengah, karena kelapa di Bali sendiri tidak memenuhi kebutuhannya sebagai perajin dan harganya yang akui lebih mahal.

Ia berharap, masyarakat khususnya anak muda kreatif bisa melirik kelapa secara utuh, melihat manfaat yang bisa dihasilkan. Lebih daripada itu menghasilkan pundi-pundi sehingga membantu menaikan taraf ekonomi serta membuka lowongan pekerjaan.