Denpasar, Bali Tribune
Konflik yang dipicu pemekaran Desa Pakraman Tamblingan dari Desa Pakraman Munduk, Kabupaten Buleleng, hingga kini tak kunjung berakhir. Berlarut-larutnya kondisi ini sangat merugikan masyarakat, karena banyak bantuan pemerintah yang akhirnya tertahan dengan dalih masih konflik.
Konflik bermula ketika Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali menerbitkan SK Nomor 005/Kpts/MDP Bali/V/2008 tentang Pemekaran Desa Pakraman Tamblingan. Di sisi lain, Masyarakat Hukum Adat Dalem Tamblingan atau yang dikenal Catur Desa, yang terdiri dari empat desa administratif (Desa Munduk, Gobleg, Umajero, dan Gesing) menolaknya.
Catur Desa sendiri dikabarkan bersikap keras tidak mengakui pemekaran Banjar Adat (Dusun) Tamblingan sebagai bagian dari Catur Desa yang berdiri sendiri. Catur Desa berkeinginan Banjar Adat Tamblingan tetap jadi bagian dari Desa Munduk sebagaimana sebelumnya.
Berlarut-larutnya konflik ini, memantik reaksi IGK Kresna Budi, anggota DPRD Provinsi Bali asal Dapil Buleleng. "Konflik ini muncul karena adanya pemekaran yang hanya berdasarkan SK MUDP. Ironisnya, ketika konflik ini berlarut-larut, MUDP malah tidak bisa selesaikan," tuturnya, di Denpasar, Senin (30/5).
Menurut dia, jika keberadaan MUDP seperti ini, maka tak ada gunanya dibentuk. "Sudah buat masalah, tetapi tidak bisa diselesaikan. Gak ada gunanya MUDP. Lebih baik bubarkan saja MUDP. Dulu gak ada MUDP aman-aman saja kok," tandas Kresna Budi.
Menurut dia, dirinya sudah beberapa kali turun ke Desa Adat Munduk. "Masyarakat resah, masyarakat jadi tidak kompak hanya karena pemekaran ini. Lalu buat apa mekar kalau hanya memecah-belah seperti ini? Lebih baik dikembalikan ke kondisi sebelumnya," ujarnya.
Selain meminta bubarkan MUDP, Kresna Budi juga menyesalkan sikap Pemprov Bali dan Gubernur Made Mangku Pastika, yang terkesan ikut arus. Pasalnya selama beberapa tahun terakhir, Pemprov Bali justru menghentikan penyaluran bantuan keuangan khusus (BKK) untuk Desa Munduk.
"Pertanyaannya untuk salurkan BKK, pemerintah provinsi mengacu pada data pemerintah atau malah data MUDP? Pasti pakai data provinsi kan? Keliru kalau pemerintah gunakan dari dari luar," kecamnya.
Ia pun berharap, kasus Desa Munduk ini dijadikan pelajaran dalam hal pemekaran desa. "Apabila memicu situasi yang tidak kondusif, jangan dipaksakan. Lebih baik jangan dimekarkan kalau justru menjadi biang masalah, meskipun pemekaran memenuhi ketentuan. Kasihan kan Desa Muduk, mereka jadi korban kepentingan segelintir orang saja," pungkas Kresna Budi.