
balitribune.co.id | Tabanan – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tabanan melalui Badan Anggaran mendorong pemerintah daerah setempat untuk melakukan pengelolaan keuangan yang lebih transparan.
Kendati, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan telah berhasil memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk kesebelas kalinya. Terakhir, opini itu diperoleh untuk pemeriksaan tahun anggaran 2024.
Dorongan dalam bentuk rekomendasi DPRD Tabanan itu disampaikan dalam rapat paripurna yang digelar pada Rabu (9/7).
Rekomendasi yang juga tindak lanjut laporan hasil pembahasan Banggar terhadap rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2024 itu dibacakan Sekretaris DPRD Tabanan, I Made Sugiarta.
Sugiarta yang juga Sekretaris Banggar DPRD Tabanan mengatakan, proses pembahasan ranperda telah melalui kajian mendalam antara Banggar dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) serta Inspektorat Daerah Tabanan.
Meski memperoleh WTP, Banggar tetap memberikan sejumlah rekomendasi strategis, di antaranya mendorong optimalisasi pendapatan daerah melalui digitalisasi sistem pajak dan retribusi.
“Meningkatkan pengelolaan aset berbasis transparansi, serta memperkuat kolaborasi antara perangkat daerah dan DPRD dalam pengawasan,” beber Sugiarta.
Banggar juga mendorong agar tenaga kontrak yang mengabdi di Pemkab Tabanan bisa diangkat menjadi PPPK penuh waktu.
Selain itu, DPRD Tabanan juga mendesak adanya perencanaan pembangunan yang memperhatikan mitigasi bencana dan kelestarian lingkungan.
Penyampaian rekomendasi itu juga dibarengi dengan kesepakatan DPRD Tabanan terhadap penetapan ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2024 sebagai perda.
Sikap yang sama juga diberikan untuk tiga ranperda lainnya yakni Penataan Banjar Dinas dan Rencana Pembangunan Industri Kabupaten Tabanan Tahun 2024–2044. Serta satu ranperda lainnya yakni Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Semesta Berencana Kabupaten Tabanan 2025–2029.
Menanggapi sikap tersebut, Bupati Tabanan, I Komang Gede Sanjaya yang hadir dalam rapat paripurna itu mengungkapkan, empat perda tersebut sangat penting sebagai landasan hukum untuk mendorong hilirisasi dan industrialisasi pada sektor pangan. “Tabanan ini adalah penghasil pangan terbesar di Bali. Sudah saatnya melangkah ke tahap industrialisasi,” kata Sanjaya.
Dengan adanya industrialisasi pada sektor pangan, nilai jual produk pertanian atau pangan bisa ditingkatkan. Ia mencontohkan dengan hasil olahan kelapa yang harganya bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Jauh dibandingkan bila kelapa itu dijual dalam satuan butiran.
Peningkatan nilai jual ini juga akan berlaku untuk produk-produk pertanian atau pangan lainnya seperti salak, manggis, durian, pengolahan beras, pakan ternak, hingga fasilitas penyimpanan (storage). “Kalau selama ini kita hanya jadi produsen bahan mentah, sekarang saatnya jadi produsen produk jadi. Itu visi industrialisasi yang mau dibawa,” tukasnya.