Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Dilema Konflik Sosial Berbasis Pura Masceti

Bali Tribune / Wayan Windia - Guru Besar pada Fak. Pertanian Unud, dan Ketua Stispol Wira Bhakti di Denpasar.

balitriune.co.id | Tatkala akan mulai membangun Museum Subak Masceti, saya agak sering ke kawasan itu. Termasuk rapat/diskusi dengan Bupati Anak Agung Gde Agung Beratha. Aura magis kawasan Pura Masceti memang terasa sangat kental. Ada deburan ombak yang bertalu-talu. Ada bangunan komplek Pura Masceti yang berdiri kokoh. Dan tak lupa bangunan wantilan, yang sering digunakan sebagai arena sabungan ayam. Kawasan Pura Masceti pernah tercatat sebagai salah satu lokasi arena sabungan ayam yang sangat tersohor di Bali. Di samping arena sabungan ayam di kawasan Pura Pangrebongan, kawasan Pura Taman Ayun, dan di kawasan Pamedilan.

Hingga bangunan Museum Subak Masceti terbangun, saya masih sering datang ke kawasan itu, untuk merancang isi museum. Juga merancang aktifitas museum. Tampaknya adem-adem saja. Sepertinya tak ada masalah dengan kawasan pura Kahyangan Jagat itu, yang dikelola oleh 20 subak di kawasan itu. Anggota-anggota subak itu berdomisili di empat desa adat, yakni Medahan, Keramas, Cukcukan, dan Tedung.  Tetapi pada akhir pekan yang lalu, saya mendapat kiriman dokumen dari kesepakatan dari tiga desa adat di sekitar Pura Masceti. Yakni Desa Adat Keramas, Desa Adat Cukcukan, dan Desa Adat Tedung.   

Lho, Desa Adat Medahan ke mana? Oh, ternyata di sinilah masalahnya. Tiga desa adat itu mencatat bahwa ada indikasi Desa Medahan akan melakukan pengambil-alihan secara paksa untuk pengelolaan Pura Kahyangan Jagat Masceti. Untuk itu, ketiga desa adat tersebut menyatakan penolakannya. Tentu saja tiga desa adat itu menolak, karena secara kune dreste (tradisi), sejak ber abad-abad yang lalu, Pura Masceti memang dikelola oleh subak. Tetapi kalau subak merasa kewalahan, maka subak itu akan meminta bantuan desa adat di sekitarnya.

Saya tidak melihat dalam dokumen itu, kenapa Desa Adat Medahan mengambil sikap seperti itu. Tetapi konflik/friksi pada umumnya terjadi, sebab-musabab sumbernya adalah uang. Di mana uang, di sana ada potensi konflik/friksi. Kemudian, tampaknya ditunjang oleh eksistensi Perda tentang Desa Adat. Sejak munculnya Perda tentang Desa Adat itu, muncul wacana di berbagai domain, bahwa Pulau Bali ini, katanya sudah habis di bagi oleh kawasan desa adat. Tidak ada yang tersisa. Padahal dalam Perda desa adat, tidak ada kalimat seperti itu. Memang ada pasal yang mengatur palemahan desa adat. Tetapi tidak ada kalimat seperti itu. Tetapi yang namanya politik kekuasaan, maka sang penguasa selalu mencari celah untuk menguasai. Persetan dengan kune dreste. 

Secara yuridis, Pemda Bali mengakui adanya eksistensi dan kewenangan desa adat, subak/subakabian, dan bendega. Hal ini tercermin pada adanya berbagai perda yang mengatur lembaga kearifan lokal tersebut. Dalam ilmu sosiologi kondisi ini disebut sebagai pengakuan terhadap konsep polisentri (McGinnis, 1999).

Inilah memang warisan kearifan lokal dari leluhur kita. Dibiarkan di akar rumput berkembang berbagai pusat kewenangan. Namun mereka itu didorong untuk berkoordinasi. Semuanya ini terjadi, karena topografi Pulau Bali yang miring. Pusat air (danau) ada di puncak Pulau Bali. Kondisi ini yang menyebabkan adanya subak/subakabian yang berbasis aliran hidrologis. Sedangkan desa adat adalah organisasi yang berbasis administratif. Jadi, adalah hal yang tidak mungkin kalau subak ditempatkan sebagai organisasi yang berada di bawah struktur desa adat. Sebab batas-batas organisasinya memang berbeda. Itulah sebabnya, leluhur kita di Bali mengembangkan konsep polisentri. Desa adat di sebut sebagai manifestasi  puruse dan subak disebut sebagai manifestasi predane (wawancara pribadi dengan almarhum Made Sanggra, tahun 2000).

Dalam hal ini, kewenangan subak ada di kawasan persawahan, kewenangan bendega ada di kawasan pantai, kewenangan desa adat/desa dinas ada di kawasan pemukiman, dan kewenangan subakabian ada di kawasan perkebunan. Pada setiap kawasan kewenangan, pasti ada pura (parhyangan), karena di sana pawongan dan palemahan. Artinya, ada pura berbasis kewenangan subak, ada pura berbasis kewenangan bendega, ada pura dengan basis kewenangan desa adat, dan ada pura berbasis kewenangan subakabian. Dalam hal ini, Pura Masceti adalah pura dengan basis kewenangan subak. Kondisi ini sudah berlangsung berabad-abad yang lalu, sebagai bagian dari tradisi atau kune dreste masyarakat Bali.

Sebaiknya kondisi yang sudah berjalan ber abad-abad yang lalu dengan harmoni dan kebersamaan sosial, janganlah diganggu lagi. Itu sudah merupakan warisan leluhur, dengan berbagai pertimbangan kebijakannya. Bila kita lakukan transformasi dan menimbulkan friksi, lalu untuk apa kita lakukan? Malu kita kepada leluhur kita dahulu, yang telah mewariskan artefak dan pengelolaannya berbasis subak di Pura Masceti. Tidak elok tampaknya, kalau sebuah pura kahyangan jagat dijadikan sumber konflik. Malu kita pada tetangga.

Sesuai tradisi, sebaiknya desa adat yang terkait, duduklah bersama. Kalau di kawasan itu ada rejeki, hak, dan kewajiban duduklah bersama secara paras paros. Kita punya berbagai istilah yang berbasis kebijakan kune dreste. Tentu saja semua istilah itu tidak muncul begitu saja. Pasti sebelumnya ada praktek-praktek empiris, yang sekarang kita wariskan sebagai bagian tradisi lokal. Semoga Ide Bethara ring Masceti, berkenan membuka hati dan menutup pikiran jahat dari para pemangku kepentingan. Semoga subak, bendega, subakabian, dan desa adat di Bali ajeg, sesuai kewenangannya masing-masing.

wartawan
Wayan Windia
Category

Lomba Tapel Ogoh-ogoh Mangucita, Melahirkan Kreator Muda Berbakat

balitribune.co.id | Mangupura - Serangkaian HUT Mangupura ke-16 digelar lomba tapel ogoh-ogoh kolaborasi antara Bank BPD Bali dengan Komunitas Jemari berlokasi Lapangan Puspem Badung berlangsung dari tanggal 22-23 November 2025. Menariknya, pada lomba tapel ini, para peserta diminta untuk membuat langsung (on the spot) tapel ogoh-ogoh di lokasi perlombaan. Tujuannya untuk memunculkan undagi mau pun kreator muda berbakat dalam bidang seni ogoh-ogoh.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Gubernur Ajak Generasi Muda Isi Kemerdekaan dengan Tindakan Nyata

balitribune.co.id | Tabanan - Peringatan Hari Puputan Margarana ke-79 diselenggarakan dengan khidmat di Taman Makam Pahlawan Margarana, Tabanan, Kamis (20/11). Dalam kesempatan itu, Gubernur Bali Wayan Koster menyerukan pentingnya peran generasi muda dalam menjaga dan mengisi kemerdekaan melalui kontribusi nyata bagi bangsa. 

Baca Selengkapnya icon click

aksa Tetangga Kekerasan Seksual Anak Kembali Terulang, Pelaku Orang Dekat

balitribune.co.id | Negara - Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Jembrana, hingga kini terus menjadi sorotan. Pasalnya statistik kasusnya terus mengalami lonjakan. Teranyar, kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur dialami seorang siswi di salah satu desa di Kecamatan Melaya. Kasus ini pun menjadi perhatian serius aparat terkait di Jembrana.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Umanis Galungan, Umat Hindu Berbagai Daerah Padati Pura Lempuyang

balitribune.co.id | Amlapura - Pada momen Umanis Galungan, umat Hindu dari berbagai daerah di Bali silih berganti datang untuk melakukan persembahyangan di Penataran Agung maupun di Pura Luhur yang berada di puncak Gunung Lempuyang.

Rangkaian Pujawali di Pura Sad Khayangan ini sudah berlangsung sejak beberapa hari lalu, dimana puncak karyanya berlangsung pada Wraspati Umanis Wuku Dungulan atau pada saat Umanis Galungan, Kamis (20/11).

Baca Selengkapnya icon click

Jawara Modifikator Region Pamerkan Karya di Final Battle HMC 2025

balitribune.co.id | Garut -  Diikuti ribuan modifikator, puncak pesta Honda Modif Contest (HMC) 2025 ditutup dengan hamparan puluhan modifikasi sepeda motor Honda yang berkelas, berkarakter, dan siap menginpirasi.Gelaran kreativitas yang mengusung tema #Ridecreation ini telah hadir di 10 kota besar di Indonesia dan berakhir pada puncak final battle HMC yang disaksikan ribuan pecinta sepeda motor Honda di Yonif 303 SSM Cibuluh, Garut, Jawa Barat pad

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.