Gianyar, Bali Tribune
Gelimang dolar rupanya membuat seorang guru Bahasa Inggris di SMPN 3 Sukawati lupa dengan tugasnya sebagai pengajar. Buktinya, dalam beberapa bulan terakhir, oknum Guru Tidak Tetap (GTT) tersebut, korupsi waktu dengan tidak pernah mengajar dan lebih memilih menjadi guide tour. Kondisi ini membuat Komisi II DPRD Gianyar geram dan mendesak agar eksekutif melakukan tindakan tegas.
Ketua Komisi II DPRD Gianyar, Putu Gede Pefbriantara tak kuasa menyembunyikan kekecewaannya saat sidak ke beberapa sekolah, Rabu (14/9). Dalam sidaknya, ia menemukan beberapa hal yang memprihatinkan, mulai dari guru tak pernah ngajar hingga proyek gedung sekolah yang tidak sesuai bestek.
“Kami memang sengaja menggelar sidak dalam suasana hari raya, karena rekanan nakal kerap memanfaatkan suasana hari raya untuk menghindari pengawasan,” ungkapnya.
Dugaan itupun benar, karena Febriantara dan anggoatanya menemukan sejumlah kejanggalan yang patut diseriusi. Berawal di SMPN 3 Sukawati, Febri mengaku mengecek kondisi bangunan proyek gedung sekolah dengan nilai tender Rp1,2 miliar yang pembangunannya sudah mencapai 30 persen. Untuk proyek gedung tidak ditemukan kejanggalan, namun saat melihat buku absensi guru, dirinya terkejut melihat ada guru GTT yang tidak pernah mengaja.
Kami bekerja keras dengan menggunakan APBD untuk memperjuangkan nasib 32 guru kontrak di SMPN 3 Sukawati untuk menjadi guru tidak tetap agar kesejahteraannya meningkat. Kini setelah berstatus GTT, justru ditelantarkan,” kesalnya.
Dari penjelasan pihak sekolah, jika oknum guru itu diketahui memiliki pekerjaan sampingan sebagai guide tour. Ironisnya lagi, pihak sekolah telah memberi kemudahan dengan mengatur jadwal mengajarnya agar yang bersangkutan tidak mengabaikan tugas. Namun oknum guru ini tetap saja ogah mengajar dan lebih memilih mengejar dolar. “Kalau memang dia sudah tidak ingin menjadi seorang guru, seharusnya mundur saja. Saya sudah meminta Kadisdik untuk meindaklanjuti segera secara tegas,” sesalnya.
Beranjak dari SMPN 3 Sukawati, kekesalan anggota dewan ini kembali muncul. Di SDN 1 Batubulan Kangin, Sukawati, Febri dan kawan-kawan langsung geleng-geleng kepala melihat konstruksi bangunan yang tidak sesuai bestek. “Besi tiang dan yang lainnya semuanya tidak sesuai dengan bestek. Seharusnya pihak pengawas lebih jeli dengan kondisi ini,” keluhnya.
Politisi muda asal Peninjauan, Batuan, Sukawati ini menyebutkan, program gedung sekolah dengan nilai tender Rp1,4 miliar itu sejatinya dianggarkan Rp1,8 miliar. Namun akibat imbas kebijakan tender online, nilai tender yang menang menjadi Rp1,4 miliar. “Dari nilai ini pula, sejak awal kami sudah mengkhawatirkan adanya kecurangan-kecurangan. Contohnya, ya ini, besi-besi yang digunakan tidak sesuai standar tender. Dalam waktu sepuluh hari kami minta diganti. Bila diabaikan, kami akan rekomendasikan masuk dafar black list rekanan ini,“ tegasnya.
Dari hasil sidak kemarin, Febri juga memberikan catatan untuk instansi terkait. Kondisi itu terjadi karena dipengaruhi lemahnya sistem pengawasan. “Kami mungkin bisa dibohongi, namun tumbalnya adalah kualitas. Apalagi gedung untuk sekolah, yang diperuntukkan tempat belajar mengajar yang membutuhkan kenyamanan,” pungkasnya.