balitribune.co.id | Gianyar - Perang Air atau Siyat Yeh yang menjadi puncak kegiatan dalam Festival Air di Desa Suwat, kini semakin mendunia. Terlebih lagi desa ini memiliki objek wisata air terjun dan penglukatan yang terbaik. Menarik, sejumlah wisatawan tidak hanya datang untuk menonton, beberapa diantaranya ikut terlibat dan berbaur dengan warga setempat.
Dalam suasana Gerimis di awal tahun, Rabu (1/1) justru menjadikan prosesi Siyat Air ini semakin ritmis. Ratusan krama Desa Adat Suwat dari empat penjuru mata angin menuju perempatan atau catus pata. Warga yang terdiri dari orang dewasa laki perempuan hingga anak-anak berjalan bertelanjang dada hanya mengenakan udeng, sarung dan selendang di pinggang. Di tengah-tengah empat pemangku mengumandangkan mantra-mantar lengkap dengan sesaji. Menyucikan air yang ada dalam gentong tanah dan meminta saksi dari Sang Hyang Surya.
Usai ritual, air dalam gentong tesebut dicampur dengan air yang berada di empat mobil damkar dan gentong-gentong yang ukurannya lebih besar. Dipimpin Bendesa Adat, siat yeh pun dilakukan.
Warga laki perempuan hingga anak anak saling melempar air dengan gayung yang telah dibagikan panitia. Hentakan gambelan baleganjur yang memacu semangat membuat suana menjadi semarak dan meriah. Semua warga basah, bersuka cita mensyukuri berkah yang dilimpahkan di desa tersebut.
Ditengah-tengah ratusan warga itu, sejumlah wisatawan mancanegara pun ikut meramaikan festival yang telah berlangsung 10 kali tersebut.
Jro Bendesa Adat Suwat, Ngakan Putu Sudibya menyatakan, Festival ini dirancang untuk mempromosikan Desa Adat Suwat sebagai destinasi wisata unggulan di Gianyar Utara. Selain melibatkan masyarakat lokal, wisatawan juga tampak diajak untuk merasakan pengalaman lebih dekat dengan desa melalui paket-paket wisata yang memungkinkan mereka menginap di Suwat.
"Perang air sebagai wujud syukur warga atas limpahan air yang memberikan kesejahteraan untuk warga. Dimana air di Suwat elain untuk keberlangsungan hidup, juga untuk objek wisata yang memberikan pendapatan untuk desa adat. Festival ini adalah bagian dari proses menuju kesejahteraan bersama," ungkapnya.
Festival Air Suwat ke-10 tidak hanya menjadi perayaan seni dan budaya, tetapi juga wujud nyata harmoni dan keberlanjutan ekonomi masyarakat Suwat. Selain itu, keuntungan dari usaha Suwat Waterfall sebesar Rp80 juta juga dibagikan kepada krama setelah festival ini. Setiap keluarga menerima bagian sebagai tanda berbagi kebahagiaan dan kesejahteraan. Keuntungan ini menjadi berkah tersendiri bagi Desa Suwat. Meskipun berada di wilayah terpencil, terbukti bisa menarik kunjungan wisatawan.
"Tak hanya untuk krama, kepada anak-anak kami juga bagikan hasil dari objek wisata agar semua dapat menikmati," pungkasnya.