Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Hotel - Hotel di Bali Bisa Menjadi Rumah Hantu

Bali Tribune / Wayan Windia - Penulis adalah Guru Besar (E) di Fak. Pertanian Unud, dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Made Sanggra di Sukawati.
balitribune.co.id | Kita di Bali mengenal konsep Bhuana Agung (Alam Semesta) dan Bhuana Alit (Manusia). Bhuana Agung dipercaya memiliki elemen Pertiwi, Apah, Teja, Bayu, dan Akasa. Hal yang sepadan juga dimiliki oleh manusia. Kalau manusia badannyaa gerah, maka ia akan mandi. Kalau alam semesta mengalami panas terik, maka pada saatnya akan turun hujan. Demikian analogi yang disampaikan oleh para ahli klimatologi. Kalau manusia disakiti maka mereka akan melawan. Kalau alam disakiti, maka alam juga bisa murka. Banjir, tanah longsor, tsunami, kebakaran hutan, angin ngelinus, erosi, abrasi, intrusi, dan bencana lain, adalah pertanda bahwa alam sedang murka. Atau dalam bahasa yang lebih halus, bahwa alam sedang mencari keseimbangannya yang baru.  
 
Mungkin dalam analogi yang sama, kita di Bali akan mengalami hal yang serupa. Kita masih ingat bukan?. Tatkala kita akan membangun kawasan Nusa Dua lk. th 1985, ada rekomendasi dari Sceto (Perancis). Bahwa di Bali sebaiknya hanya diijinkan membangun 24.000 kamar hotel internasional. Tujuannya agar pariwisata Bali bisa berkelanjut dengan basis budaya. Tetapi saat ini kamar hotel internasional di Bali, sudah sekitar lima kali lipat dari rekomendasi. Tentu saja fenomena ini membawa berbagai implikasi, yang kini kita mulai rasakan di Bali. Tidak perlu saya uraikan di sini tentang implikasi negatif apa yang sudah kita rasakan di Bali, sebagai akibat dari pariwisata. Tentu saja ada implikasi positifnya. Semuanya sudah menjadi wacana publik yang luas.
 
Perang tarif adalah salah satu hal yang dirasakan oleh pemain pariwisata di Bali. Untuk mengatasi perang tarif, maka dikembangkanlah berbagai sarana dan prasarana (sapras) yang diperlukan oleh kaum kapitalis. Perluasan bandara, membangun bandara baru, jalan kereta api, membangun berbagai jalan baru, rencana reklamasi Teluk Benoa, dll. Pembangunan sapras yang baru, mengundang kedatangan kaum kapitalis yang lain. Siklus seperti itu terus terjadi. Para pejabat sangat suka dengan berbagai pembangunan yang bersifat fisik. Karena mereka bisa tepuk dada. Tetapi Tim Litbang Kompas mengatakan di Bank Indonesia Denpasar, bahwa setiap pembangunan fisik elit di Bali, selalu membawa kemunculan kawasan kumuh. Kawasan kumuh itu pada umumnya menghantam kawasan sawah. Sedangkan pembangunan fisik yang elit umumnya menghantam kawasan sempadan pantai, sempadan jurang, sempadan sungai dan juga sawah. Kemudian juga menghantam jaringan irigasi sawah. Sehingga sawah yang di hilir menjadi rusak dan tidak berfungsi.
 
Inilah cikal bakal dari kerusakan alam Bali. Karena kita sangat loba. Tidak mau ikut pada rekomendasi para ahli tentang jumlah kamar hotel internasional yang optimal di Bali. Kita menyerah- kalah melawan kapitalisme dan globalisasi. Kita terjerumus dalam alam Kaliyuga. Kerusakan alam Bali diakui oleh KBS-ACE. Gubernur Wayan Koster mengatakan bahwa alam Bali sudah terdegradasi. Wagub Cok Ace mengatakan bahwa secara sekale alam Bali sudah rusak. Hanya karena alam Bali memiliki taksu secara niskale, maka pariwisata masih berkembang di Bali.  
 
Kini KBS-Ace sedang berusaha keras untuk memulihkan alam, manusia, dan budaya Bali, dengan melaksanakan konsep Nangun Sat Kerthi Loka Bali.  Tetapi jalan yang akan dilalui tentu saja tidak mudah. Terlanjur alam Bali sudah rusak. Sawah dan subak semakin habis. Manusia Bali sudah terlanjur merasa nyaman. Kalau kurang nyaman, mereka bisa dengan mudah menjual lagi sawah-sawahnya. Manusia Bali dengan susah payah menjaga kebudayaannya. Tetapi alamnya terlanjur rusak. Para ahli  antropologi mengatakan bahwa, manusia itu adalah mahluk teritori. Ini berarti, kalau territorial manusia rusak, maka manusianya juga akan berubah.  
 
KBS-Ace membuat berbagai peraturan untuk menjaga alam dan manusia (khususnya petani) Bali. Tetapi tidak ada dukungan yang masif. Pergub No.99 tahun 2018 dibuat, adalah untuk membangun marwah petani Bali sebagai pendukung budaya Bali. Tetapi tidak dapat berjalan dengan baik. Perusda Bali yang diminta untuk membeli produk petani Bali (untuk kemudian disalurkan ke hotel, dll), ternyata perusda tidak memiliki uang yang cukup. Pihak hotel juga acuh tak acuh. Di mana ada kapitalis yang mau keuntungannya berkurang? Sehingga tetap saja petani Bali membangun komunitasnya dengan sistem auto-pilot. 
 
Bahkan ketika desa adat saat ini berpesta pora dengan bansos-nya yang naik drastis, ternyata subak harus gigit-jari. Tidak ada kenaikan bansos untuk subak di Bali. Dalam sejarah pembangunan di Bali, maka kalau bansos untuk desa adat naik, maka bansos untuk subak juga naik. Meskipun tidak proporsional. Pada saatnya nanti, kalau sawah dan subak di Bali sudah habis, maka barulah kita sadar bahwa desa adat tidak segala-galanya. Secara tradisional, desa adat dan subak di Bali dipercaya sebagai purusa dan predane.  Kalau hanya desa adat (puruse) yang berdaya, tetapi subak (predane) lumpuh, maka kebudayaan Bali akan lumpuh. Kalau kebudayaan Bali lumpuh, maka jangan harap pariwisata Bali akan berlanjut. Maka pada saat itulah hotel-hotel internasional di Bali akan menjadi rumah hantu.
 
Sekarang sudah mulai terjadi. Sudah ada hotel internasional sudah tidak dikelola dan sudah tidak berpenghuni. Itulah adalah embrio dari rumah-rumah hantu di Bali, yang tinggal di kamar-kamar hotel internasional yang kosong. 
wartawan
Wayan Windia
Category

Menghindari Beban Berlebih Masyarakat, Dewan Minta Pembahasan Perubahan Perda Pajak dan Retribusi Daerah Ditunda

balitribune.co.id | Singaraja - DPRD Buleleng melalui Panitia Khusus (Pansus) 1 pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, untuk ditunda. Usulan penundaan itu disampaikan Ketua Pansus I, Dewa Nyoman Sukardina, SE, dalam rapat kerja bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait pada Senin (15/9). 

Baca Selengkapnya icon click

Truk Rem Blong Tabrak Pohon dan Tiang WiFi di Jalur Denpasar-Gilimanuk

balitribune.co.id | Tabanan - Kecelakaan tunggal terjadi di jalur Denpasar-Gilimanuk, tepatnya di Bypass Ir Soekarno, Banjar Sanggulan, Desa Banjaranyar, Kecamatan Kediri, Tabanan pada Senin (15/9) sore. Kecelakaan tunggal itu terjadi pada sebuah truk yang sedang melintas dari arah Gilimanuk menuju Denpasar sekitar pukul 14.30 Wita.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Jembatan Gantung Yehembang Diresmikan, Permudah Akses Siswa dan Warga

balitribune.co.id | Negara - Harapan warga Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo untuk adanya akses yang lebih dekat menuju SMP Negeri 3 Mendoyo akhirnya terwujud. Wilayah permukiman yang dipisahkan oleh sungai ini kini telah dihubungkan dengan jembatan gantung. Jembatan Sri Kirana ini diresmikan Senin (15/9) kemarin.

Baca Selengkapnya icon click

Komunitas ID42NER Bali Cepat Tanggap Bantu Warga Terdampak Banjir di Denpasar

balitribune.co.id | Denpasar - Komunitas otomotif ID42NER Bali menunjukkan aksi nyata solidaritas dengan turun langsung membantu masyarakat terdampak banjir di kawasan Ubung Kaja, Denpasar, Senin (15/9). Banjir yang melanda wilayah tepi Sungai Jalan Witaraja itu menyebabkan kerusakan cukup parah: 48 Kepala Keluarga (KK) terdampak, ratusan sepeda motor dan puluhan mobil rusak berat.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Tinjau Wilayah Terdampak Banjir, Walikota Jaya Negara Pastikan Pembersihan dan Penanganan Cepat

balitribune.co.id | Denpasar - Walikota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara bersama Dandim 1611 Badung, Kolonel Inf. I Putu Tangkas Wiratawan menyusuri wilayah terdampak banjir di bantaran Sungai Badung pada Minggu (14/9). Hal tersebut guna memastikan proses pembersihan sisa banjir berjalan optimal. 

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.