Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Ingat Imlek, Ingat Gus Dur

Bali Tribune / Hans Itta - Redaktur Pelaksana Harian Bali Tribune.

balitribune.co.id | Imlek meretas jalan panjang di bumi Indonesia yang berjuluk Zamrud Khatulistiwa. Dari masa ke masa perayaan tahun baru Imlek terjadi seperti gelombang laut, pasang surut. Dan itu menjadi catatan dalam sejarah Indonesia pada masa Orde Baru di bawah kekuasaan Soeharto selama 32 tahun.

Soeharto, “The Smiling General”, selama berkuasa tegas melarang perayaan Imlek dan ekspresi budaya Tionghoa di muka umum. Jenderal yang mengambil alih kekuasaan dari Presiden Soekarno, memang sarat kontroversi. Terlepas dari beberapa kasus kontroversial dan tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepadanya, kita tentunya juga harus menghargai peninggalan beliau yang juga menjadi sejarah besar perkembangan negara Indonesia.

Dalam konteks Imlek, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa selama Orde Baru berkuasa etnis Cina tak diakui sebagai suku bangsa dan dikategorikan sebagai nonpribumi. Seturut politik kebangsaan Orde Baru, etnis Cina diharuskan mengasimilasikan diri dengan suku-suku mayoritas di tempat mukim mereka.

Menurut begawan antropologi James Dananjaya, kebijakan itu berdampak lebih jauh daripada sekadar pergantian nama atau agama. Perlahan orang Tionghoa benar-benar melupakan jatidirinya.
Sebagaimana pendapat James dalam Imlek: 2000: Psikoterapi untuk Amnesia Etnis Tionghoa (Tempo:14/2/2000), akibat indoktrinasi yang dilakukan dengan sistematis tersebut, kebanyakan orang Tionghoa yang patuh pada politik pemerintahan Orde Baru, dengan sadar atau dengan tidak sadar, telah berusaha melupakan jati diri etnisnya sendiri, sehingga terjadilah autohypnotic amnesia.

Sejenak menilik sejarah, perayaan tahun baru Imlek mulai senyap sejak Soeharto mengambil alih kuasa sejak 1966. Seturut catatan Tomy Su (Kompas: 8/2/2005), ada 21 beleid beraroma rasis terhadap etnis Cina terbit tak lama setelah Soeharto mendapat Supersemar.
Di antaranya adalah kebijakan menutup sekolah-sekolah berbahasa pengantar Cina. Puncak rasisme rezim Si Jenderal yang Tersenyum adalah terbitnya Inpres No. 14/1967 tentang larangan agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina. Sejak itu, perayaan Imlek haram diramaikan di depan publik. Seni liongsamsi setali tiga uang. Pelarangan juga menyangkut pemakaian aksara Cina. Lagu-lagu berbahasa Mandarin pun lenyap dari siaran radio.
“Dengan demikian ethnic cleansing atas Tionghoa tidak hanya dalam pengertian fisik, tetapi juga pemusnahan segala hal yang berbau Tionghoa, termasuk kebudayaan dan tradisi agamanya,” tulis Tomy.
Semua itu dilaksanakan dengan alasan yang terang dibuat-buat: bahwa manifestasi agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina yang berpusat dari negeri leluhurnya dapat menimbulkan pengaruh psikologis, mental, dan moril yang kurang wajar terhadap warga negara Indonesia.
Berdasar beleid itu juga sebutan “Tionghoa” lalu berganti jadi “Cina”. Rezim berdalih bahwa semua kebijakan ini adalah demi proses asimilasi etnis yang lebih kafah.
Memang, perayaan Imlek tidak sepenuhnya dilarang. Inpres menitahkan, “perayaan-perayaan pesta agama dan adat istiadat Cina dilakukan secara tidak menyolok di depan umum, melainkan dilakukan dalam lingkungan keluarga”. Tak pelak, komunitas Cina seakan-akan terpisah dari kelompok masyarakat lainnya. Agaknya juga, gara-gara beleid inilah selama bertahun-tahun kemudian tumbuh stigma komunitas Cina yang eksklusif dan enggan berbaur.
Masa-masa suram itu akhirnya berakhir kala Reformasi bergulir pada 1998. Dalam masa baktinya yang singkat, Presiden Habibie menerbitkan Inpres No. 26/1998 yang membatalkan aturan-aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa. Inpres ini juga berisi penghentian penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Abdurrahman Wahid lah yang kemudian bertindak lebih jauh lagi. Ia muncul membela hak komunitas Cina dengan konsep kebangsaan baru yang diperkenalkannya.
Dalam konsep kebangsaan Gus Dur, tak ada yang namanya pribumi dan nonpribumi. Dikotomi semacam itu adalah kesalahan dan gara-gara itu komunitas Cina dinafikan dari nasionalisme Indonesia. Bagi Gus Dur, tak ada yang namanya “keturunan masyarakat asli” di Indonesia, karena bangsa Indonesia dibentuk oleh perpaduan tiga ras, yakni Melayu, Astro-melanesia, dan Cina. Ia sendiri mengatakan dirinya adalah keturunan blasteran Cina dan Arab.
Untuk melepaskan diri dari belenggu rasis semacam itu, Gus Dur lantas memperkenalkan konsep kebangsaan yang nonrasial. Leo Suryadinata dalam Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia (2010) mencatat, “Gus Dur menyebut kelompok-kelompok etnis di Indonesia sebagai ‘orang’ bukan ‘suku’. Ia berbicara tentang orang Jawa (etnis Jawa), orang Maluku (etnis Maluku) dan orang Tionghoa yang kesemuanya adalah orang Indonesia. Pada akhirnya ia mendesak ‘penduduk pribumi’ Indonesia untuk menyatu dengan etnis Tionghoa.”
Gus Dur pun merealisasikan gagasannya itu ketika naik jadi presiden pada 1999. Gus Dur yang dikenal sebagai pluralis itu menganulir Inpres No. 14/1967 dengan menerbitkan Inpres No. 6/2000. Sejak itulah, komunitas Tionghoa bebas kembali menjalankan kepercayaan dan budayanya. Selanjutnya, dengan Keppres No. 9/2001, Gus Dur meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif. Dengan kebijakan-kebijakan inklusif itu, maka masyarakat Tionghoa di semarang menyematkan julukan “Bapak Tionghoa” kepada Gus Dur.

Maka setiap kali menjelang perayaan Imlek, tentu kita selalu ingat Gus Dur. Sejak menjabat sebagai Ketua Nahdlatul Ulama, tiada henti Gus Dur membela penganut aliran kepercayaan dan pemeluk Konghucu untuk memperoleh haknya sebagai warga negara.***

wartawan
Hans Itta
Category

Satnight Santuy Astra Motor Bali, Ajang Seru Gen Z Jelang HMC 2025

balitribune.co.id | Denpasar – Menjelang digelarnya ajang modifikasi bergengsi Honda Modif Contest (HMC) 2025, Astra Motor Bali menggelar kegiatan seru bertajuk “Touring Satnight Santuy” yang diikuti oleh anak-anak muda Gen Z pecinta motor Honda. Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian kemeriahan HMC 2025 dan mendapat sambutan antusias dari para peserta pada 18 Oktober 2025.

Baca Selengkapnya icon click

DiskopUKMP Badung Dorong Wirausaha Baru Lewat Pelatihan Barber

balitribune.co.id | Mangupura - Dalam upaya mendorong tumbuhnya wirausaha baru di bidang jasa potong rambut atau barber, Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, dan Perdagangan (DiskopUKMP) Kabupaten Badung menggelar Pelatihan Barber UMKM Badung 2025.

Kegiatan ini dibuka oleh Plt. Kepala DiskopUKMP Badung, A.A. Ngurah Raka Sukadana, SP. M.Si., bertempat di Ruang Rapat Cempaka, Dinas Koperasi UKMP, Puspem Badung, Senin (20/10/2025).

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

HMC 2025, Stylo Gaya Veitnam Juara Media Pick Supra Chopper FFA

balitribune.co.id | Mangupura - Modifikasi Honda Stylo 160 milik Brian Minandi bergaya Vietnam, terpilih sebagai pemenang Honda Modif Contest (HMC) 2025 kategori Best Media Pick.

“Konsepnya mengikuti trend modifikasi negeri   Vietnam. Pemakain spare part bolt on proper dan simple dengan jadi motor ini layak juara,”ungkap Nadi Sastrawan salah satu juri media.  

Baca Selengkapnya icon click

TEI 2025, UMKM Binaan Astra Catatkan Nilai Transaksi Rp70,79 Miliar

balitribune.co.id | Tangerang - UMKM binaan Astra mencatatkan nilai transaksi sebesar Rp70,79 miliar (setara USD 4,29 juta) dan menandatangani delapan Memorandum of Understanding (MoU) dalam ajang Trade Expo Indonesia (TEI) 2025 yang berlangsung di ICE BSD, Tangerang, pada 15 hingga 19 Oktober 2025.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Asuransi Astra Raih Dua Penghargaan

balitribune.co.id | Jakarta - Membuktikan konsistensinya dalam membangun dan menjaga reputasi melalui produk asuransi mobil, Garda Oto, Asuransi Astra meraih beragam penghargaan diantaranya Juara 1 Indonesia Most Reputable Companies Kategori Asuransi Kerugian Mobil dengan peringkat Very Good pada Indonesia Most Reputable Companies Award 2025 oleh SWA dan Business Digest.

Baca Selengkapnya icon click

Festival Bahari di Bondalem sebagai Pengingat Visual Laut Adalah Fondasi Kehidupan

balitribune.co.id | Denpasar - Didukung Pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini Gubernur Bali, Festival Bahari yang mengusung tema Jaladhi Vistara akan digelar di Desa Bondalem, Tejakula Kabupaten Buleleng pada 25-27 Oktober 2025. Festival ini digelar sebagai upaya konservasi terumbu karang.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.