balitribune.co.id | Hari Rabu tanggal 9 Maret 2022 ini diperingati sebagai Hari International Women’s Day (IWD). Rencananya akan ada aksi unjuk rasa di DPR RI dilakukan berbagai elemen masyarakat sebagai bentuk memperingati Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day tersebut.
Salah satu elemen masyarakat yang akan hadir dalam unjuk rasa di Gedung DPR RI adalah Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) guna menyuarakan pentingnya mewujudkan kesetaraan dan perlindungan yang lebih baik terhadap perempuan di Indonesia.
Masih banyak pekerja perempuan yang mendapat perlakuan diskriminatif dan pelecehan di tempat kerja. Pemerintah harus memaksimalkan pengawasan dan penindakan terhadap setiap pelanggaran hak-hak pekerja perempuan.
Kepada seluruh pekerja perempuan di Indonesia diserukan untuk bangkit bersama memperjuangkan hak-hak dasar perempuan di tempat kerja. Bangun kesadaran bersama, bahwa pekerja perempuan punya hak yang sama untuk bisa mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak. Bangkitlah dan berserikatlah, jangan hanya menitipkan nasib kepada pihak lain karena yang memahami hak dasar pekerja perempuan adalah perempuan itu sendiri. Ambil peran maksimal untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi perempuan Indonesia.
Selama ini pekerja perempuan telah menjalankan tugas ganda, yaitu sebagai pekerja dan juga sebagai perempuan yang menjalankan aktivitas rumah tangga. Pekerja perempuan banyak yang mengalami diskriminasi upah, dilarang menikah, larangan hamil, dan tidak mendapatkan hak cuti haid. Beberapa kasus diskriminasi ini harus lebih mendapat perhatian dari Pemerintah.
Mendapati realitas seperti itu, kepada Kementerian Ketenagakerjaan hendaknya membentuk pusat pengaduan khusus untuk pekerja perempuan. Pusat pengaduan dimaksud tentunya harus mampu memberikan perlindungan terhadap korban dan juga menindaklanjuti setiap kasus hingga tuntas dan berkeadilan.
Dalam peringatan Hari Perempuan Internasional atau International Women`s Day (IWD) 2022, ASPEK Indonesia juga menuntut, pertama; Dicabutnya Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja beserta berbagai aturan turunannya, karena telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. UU Cipta Kerja sangat merugikan pekerja karena telah menghilangkan jaminan kepastian kerja, jaminan upah dan jaminan sosial.
Kedua; Dicabutnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata, Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Agar pekerja yang putus hubungan kerja dan mengundurkan diri dapat segera mencairkan JHT tanpa harus menunggu usia 56 tahun.
Ketiga; Penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan dan berkeadilan, dengan menghapuskan praktik kerja kontrak dan outsourcing serta tolak PHK massal di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun anak perusahaan BUMN, termasuk di perusahaan swasta.