Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Jokowi Marah

Bali Tribune / Wayan Windia - Guru Besar pada Fak. Pertanian Unud, dan Ketua Stispol Wira Bhakti.

balitribune.co.id | Pada suatu kesempatan, Jokowi marah-marah. Dalam pertemuan itu hadir para menteri dan kepala daerah. Semuanya tiba-tiba terdiam. Pertemuan itu menjadi sepi, seperti kuburan. Jokowi marah, karena dikit-dikit aparatnya melakukan impor. Padahal barang sejenis sudah ada di dalam negeri. Tidak ada aura kecintaan pada produk dalam negeri, seperti yang menjadi tema dari pertemuan tersebut. Mungkin memang demikianlah watak aparat kita. Siapa yang tidak tahu, bahwa kalau melakukan impor, maka di sana ada fee? Buktinya, bahkan ada anggota DPR yang masuk bui, terkena kasus impor.

Pantaslah, ada anekdut yang populer di kalangan atas, bahwa: “kalau memang bisa panen di pelabuhan, untuk apa bertanam di dalam negeri?”. Katanya, akan lebih baik, lahan yang ada di dalam negeri, di tanami besi, semen, dan beton. Karena dianggap produktivitasnya lebih baik. “Kok susah-susah amat?” demikian celotehnya. Tetapi, itu semua adalah pikiran pragmatis. Pikiran yang terlalu sederhana. Egois, dan hanya mementingkan kantongnya sendiri.

Konsep meng-agung-kan produktivitas dan juga efesiensi, adalah konsep kapitalis. Tujuannya hanya untuk mendorong pertumbuhan dan nilai PDB. Mereka tidak perduli dengan kehidupan wong cilik,  pemerataan, dan keberlanjutan. Demikianlah, ketika Jokowi mengingatkan kembali tentang kewaspadaan pada kelangkaan pangan, maka barulah kita gelagapan dan tersadar. Bahwa besi, semen, dana beton, sama sekali tidak bisa dimakan. Bahwa kita harus mengkonsumsi pangan, dari hasil sektor pertanian. Bahwa kita harus menghirup oksigen dan menahan banjir dari eksistensi sektor pertanian. Bahwa kita (di Bali) harus memelihara kebudayaannya, dengan dukungan aktivitas subak di sektor pertanian.

Saya kira Jokowi adalah orang baik, yang berkembang dari orang bawah. Ia paham betul kebutuhan rakyat banyak. Tetapi pikiran Jokowi, akan terus berada di awang-awang, kalau bawahannya, dan pihak kepala daerah, tidak memberikan respon positif. Pikiran Jokowi akan terus nyaplir,  bila aparatnya hanya bisa impor, dan kepala daerah tidak bosan-bosannya menghancurkan sawah dan subak. Bahkan di Bali akan dibangun jalan tol yang akan menghancurkan 480 ha sawah. Kalau saja kepala daerah di Bali sadar pada kebutuhan pangan, maka masih ada jalan lain (meski lebih mahal) untuk menggantikan program jalan tol yang kini sedang dipersiapkan.

Untuk menggantikan kehilangan sawah yang dihancurkan, pemerintah tampaknya mulai tersadar. Bahwa ketahanan pangan Indonesia, akan dipertaruhkan. Lalu dibangunlah rice estate. Program seperti itu sudah ada sejak zaman Pak Harto, Pak SBY, dan terakhir program Pak Jokowi di Kalimantan. Program seperti itu, yang dilakukan sejak zaman Pak Harto, tidak kelihatan hasilnya secara nyata. Masalahnya? Karena ada masalah agroklimat, masalah ekonomi, dan sosial budaya.

Secara agroklimat, belum tentu lokasi pembuatan sawah itu, cocok untuk persawahan. Bahwa sawah yang kini eksis, adalah melalui proses ber abad-abad yang lalu. Kiranya, akan lebih cocok kalau sawah yang kini telah tersedia, dipelihara dengan maksimal, dengan cara kebijakan subsidi dan proteksi. Selanjutnya, secara ekonomi, belum tentu lebih menguntungkan, kalau dibandingkan dengan pendapatan yang diterima petani, sebelum dibangun rice estate. Termasuk kalau dihitung biaya tenaga kerja dalam keluarga, dan biaya managemen.

Akhirnya, secara sosial budaya, belum tentu pembangunan sawah yang baru di kawasan rice estate, diterima oleh masyarakat setempat. Kalau tokh harus didatangkan petani dari daerah lain, maka dikhawatirkan akan terjadi friksi sosial. Saya mempunyai mahasiswa dari Papua, yang membuat disertasi tentang pertanaman padi di Papua. Dikatakan bahwa penduduk asli Papua, sama sekali tidak mau mengikuti proses pertanaman padi yang dilakukan oleh para transmigran. Mereka enggan ber-interaksi.

Artinya, pembuatan rice estate akan memerlukan perjalanan yang amat panjang. Mungkin masih diperkukan beberapa dekade. Itupun bisa terjadi, kalau pemerintah secara aktif ikut melakuklan proses transformasi. Kalau tidak, mungkin diperlukan waktu yang lebih lama lagi. Artinya, untuk membuat sawah, tidak segampang  untuk menghancurkan sawah-sawah yang kini sudah eksis. Saya sering membayangkan susah payah Ida Rsi Markandya, ketika membangun sawah di Bali, pada 10 Abad yang lalu. Bahkan memakan korban ratusan anak buahNya. Kini para pejabat kita, tanpa beban, enak saja menghancurkannya. Bahkan tujuannya, hanya sekedar untuk menunjang aktivitas pariwisata, yang sudah terbukti sangat rapuh.

Kalau mau, saya kira pemerintah pusat dengan tegas bisa “memaksa” pemerimtah daerah, untuk melaksanakan UU tentang Lahan Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan (LP2B). Kemudian mematok sawah yang harus tersedia dalam RTRW propinsi, dan juga RTRW kabupaten/kota. Hanya dengan sikap yang tegas, maka sawah yang dahulu dibangun oleh leluhur kita dengan ber darah-darah, akan bisa diselamatkan eksistensi. Tujuannya sangat tidak main-main. Demi untuk ketahanan  pangan penduduk yang terus semakin menanjak. Sedangkan nafsu makan nasi penduduk Indonesia terus saja masih tinggi. Yakni, sekitar 120 kg/kapita. Dua kali lipat dibandingkan dengan penduduk negara maju.

Patut disadari bahwa keamanan dunia saat ini tidak sedang baik-baik saja. Invasi Rusia ke Ukraina membantah teori, bahwa dalam waktu 30 tahun ke depan, tidak akan ada serangan eksternal. Sedangkan banyak ada ramalan bahwa Indonesia akan menghadapi bahaya invasi dari Timur dan Barat untuk memperebutkan makanan. Dapat dibayangkan bahwa perang yang terjadi di kawasan sangat jauh, justru bisa mempengaruhi harga pangan dunia. Apalagi bila perang seperti itu terjadi di kawasan Asia-Pasifik. Intinya adalah, bahwa sawah di Indonesia (Bali) harus diselamatkan, agar Jokowi tidak terus marah-marah.

wartawan
Wayan Windia
Category

Dukung UMKM Lokal, Astra Motor Bali Bagikan Karya Kreatif untuk Konsumen Setia Honda

balitribune.co.id | Denpasar – Bertepatan dengan perayaan Hari Pelanggan Nasional (Harpelnas), Astra Motor Bali kembali memberikan apresiasi kepada konsumen setia Honda dengan menghadirkan bingkisan istimewa berupa produk kreatif hasil karya UMKM lokal binaan Astra Motor Bali.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Astra Motor Bali Ajak Siswa SDN 1 Kekeran Buleleng Belajar Safety Riding

balitribune.co.id | Denpasar - Astra Motor Bali bersama Duta Safety Riding dari SMAN Bali Mandara menggelar edukasi keselamatan berkendara untuk 75 murid kelas 4, 5, dan 6 di SDN 1 Kekeran, Buleleng. Kegiatan ini menjadi bagian dari komitmen Astra Motor Bali untuk menanamkan kesadaran "Cari Aman" sejak dini, agar anak-anak memiliki bekal penting dalam menjaga keselamatan diri di jalan raya.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Komisi II DPRD Badung Raker Penanggulangan Sampah di Kuta Selatan

balitribune.co.id | Mangupura - Komisi II DPRD Badung menggelar rapat kerja terkait permasalahan dan penanggulangan sampah di Kuta Selatan, Kamis (4/9). Rapat ini dipimpin Wakil Ketua DPRD Badung I Made Wijaya, didampingi Ketua Komisi II, I Made Sada, serta sejumlah anggota, I Wayan Luwir Wiyana, I Made Sudira, dan Wayan Sukses.

Baca Selengkapnya icon click

Puncak Karya Pura Pasek Gelgel Blahkiuh, Bupati Adi Arnawa: "Krama Raket Pasemetonan"

balitribune.co.id | Mangupura - Bertepatan hari suci Saraswati, Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa didampingi Ketua TP PKK Badung Ny. Rasniathi Adi Arnawa menghadiri sekaligus melakukan persembahyangan puncak karya Piodalan Ngenteg Linggih, Padudusan Alit, Melaspas, Mupuk Pedagingan, Rsi Gana di Pura Pasek Gelgel, Br. Kembangsari, Desa Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal, Sabtu (6/9).

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.