Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

KALA TIGA vs JAYA TIGA

Bali Tribune / Ketut Sumarta
balitribune.co.id | ADA yang istimewa pada rangkaian tiga hari sebelum hari suci Galungan. Mulai hari Minggu (Redite Paing, Dunggulan), lalu Senin (Soma Pon, Dunggulan), dan terakhir Selasa (Anggara Wage, Dunggulan). Tradisi Bali menamakan masing-masing: Panyekeban, Panyajaan, dan Panampahan. Setelah tiga hari ini terlampaui dengan selamat, sukses, barulah bertemu dengan perayaan hari suci Galungan, pada hari Rabu (Buda Kliwon, Dunggulan). 
 
Tiga hari pertama wuku (ruas pekan) Dunggulan ini istimewa, karena hanya tiga hari inilah yang secara berturut-turut menghadirkan secara bersamaan Astawara [siklus delapan harian] Kala dan Caturwara [siklus empat harian] Jaya sekaligus berturut-turut, selama tiga hari. Tak ada hari dan wuku lain lagi yang berturut-turut berisikan Kala tiga kali sekaligus Jaya juga tiga kali. 
 
Itu sebab dalam rangkaian tiga hari berurutan ini sang Kala Tiga senantiasa bersanding dengan sang Jaya Tiga. Kala Tiga itu masing-masing dinamakan: Kala Galungan, Kala Dunggulan, dan Kala Amangkurat
 
Kala berarti Waktu. Jaya berarti Menang. Kala/Waktu senantiasa bersanding dengan Jaya/Kemenangan. Sehari setelah Kala Tiga dan Jaya Tiga ini berurutan, barulah hadir yang dinamakan hari Galungan pada Buda (Rabu) Kliwon Dunggulan
 
Galung berarti bertempur, berperang. Dunggulan itu mengingatkan pada unggul, keunggulan. Unggul berarti ada di atas atau meng-atas-i, layaknya mahkota. Dalam perang, pertempuran, unggul itu kerap diartikan menang. Jaya. Hanya yang sudah memenangkan pertempuran atau perang itulah yang dapat dikatakan menang. Unggul. Jaya. Yang menang, jaya, tentu berkuasa, memperoleh kekuasaan atas dunia (amangku rat).
 
Tapi, di zaman serba instan, yang menjanjikan serba kemudahan hidup dalam kehidupan kini, orang-orang kebanyakan ingin menang, mau unggul, justru tanpa bersedia berperang, bertempur terlebih dahulu. Tak sedikit malah mau menang sendiri tanpa melewati pertempuran gagasan, pemikiran, sekalipun. Kebanyakan malah mau menang sendiri tanpa mempedulikan orang lain, ataupun menganggap orang lain sama sekali tak ada.
 
Padahal, tutur kehidupan lewat sistem kewaktuan Pawukon Nusantararaya, yang tetap rajeg dipedomani dan diberlakukan hingga kini di Bali, sudah begitu terang benderang: hanya manakala Jaya alias menang, unggung, atas Kala (Waktu) yang hadir menguntit mengepung terus-menerus dalam tiga siklus hari pertama di wuku Dunggulan inilah baru layak patut dan pantas dinamakan unggul. Tanpa menang atas Kala, sang Waktu, tidaklah patut dan pantas dinamakan unggul. Apalagi hendak mengaku-aku unggul. Menang. Jaya.
 
Pertanyaan mendasar kini: sudahkah kita benar-benar menang atas sang Kala Tiga, sehingga begitu riuh bertempik sorak berani mengatakan diri unggul, menang, jaya, dengan simbolik tancapan penjor jor-joran panji-panji kemenangan? Bahkan, sebelum usai rangkaian Kala Tiga terlewati pun, penjor-penjor kejayaan itu sudah ditancapkan, dikibarkan!
 
Tidakkah sejatinya justru malah sebaliknya: sedang kalah ditekuk kejayaan sang Kala Tiga [Kala Galungan dengan karakter suka berpola pikir negatif; Kala Dunggulan dengan karakter suka egois, mau menang sendiri; Kala Amangkurat dengan karakter kuasa otoriter], sehingga dari waktu ke Waktu kian jauh menjauh dari kesejatian sebagai makhluk manusia unggul berkesadaran Jiwa yang berkesantunan hidup urip-nguripi, saling menghidupi ruang-ruang kehidupan bersama? 
 
Dari hari ke hari bukan bertumbuh menjadi santun dengan kian kuat-kukuh pengendalian diri asah-asih-asuh, santun-santa-santi dalam sistem kehidupan yang saling berkooperasi, berkontribusi, malah sebaliknya: kian sengit berkompetisi untuk mendapat sebanyak-banyaknya dengan sikap jelas tegas nan tandas “mati iba idup kai” [semau gue], tanpa kerelaan melepas, memberi, mayadnya, berbagi, berderma.
 
Tanpa peduli waktu dan tempat di mana dan kapan pun, penjor-penjor jor-joranmati iba idup kai” ini malah terus saja berbiak membiak di dalam diri menelan korban sesama sesaudara, serumah tangga, sekawitan, sebanjar, sedesa, hingga sebangsa setanah-air. Bisa-bisa malah sebumi.
 
Jangan-jangan kebanyakan kita, sekarang ini, sejujur-jujurnya, justru telah jadi pencundang, atau bahkan sarang, sang Kala Tiga. Bukan pemenang, Jaya, atas sang Kala Tiga. Ya, jangan-jangan ….
wartawan
Ketut Sumarta
Category

Lonjakan Wisatawan Nataru, ITDC  Siapkan Manajemen Risiko

balitribune.co.id | Mangupura - Menyambut lonjakan wisatawan pada periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026, InJourney bersama InJourney Tourism Development Corporation (ITDC) memastikan kesiapan menyeluruh melalui penguatan manajemen risiko dan kesiapan operasional serta pelayanan prima di tiga kawasan pariwisata yang dikelola, yakni The Nusa Dua, The Mandalika, dan The Golo Mori.

Baca Selengkapnya icon click

Kajari Edi Irasan: Kasus Perbekel Sudaji, On Proses

balitribune.co.id | Singaraja - Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buleleng Edi Irsan Kurniawan mengatakan kasus dugaan korupsi dana desa dan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) di Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Buleleng, dengan terlapor Perbekel I Made Ngurah Fajar Kurniawan, on proses. Kepastian itu ia sampaikan untuk merespon tudingan masyarakat yang menyebut kasus tersebut mandeg.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Pariwisata Bali Sedang Hadapi Jeda Alami Tahunan Jelang Libur Nataru

balitribune.co.id | Mangupura - Dewan Pembina Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) DPD Bali, Gede Ricky Sukarta menerangkan gambaran umum okupansi atau tingkat hunian kamar hotel di Bali menjelang libur akhir tahun. "Secara umum memang benar, menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) ini kami melihat daily pick-up (angka pemesanan kamar yang masuk setiap hari) yang relatif lambat dibanding ekspektasi.

Baca Selengkapnya icon click

Mahakarya Bertema Alam Menggunakan Bahan Bekas Dipamerkan di Sudakara ArtSpace

balitribune.co.id | Denpasar - Seniman Bali asal Tejakula Kabupaten Buleleng, Nyoman Handi Yasa menghadirkan mahakarya seni yang unik dengan memanfaatkan bahan-bahan bekas pakai. Seni lukis yang menggunakan media dari kayu bekas dan ranting bekas salah satu upaya sang seniman menjaga lingkungan alam Bali ini tetap bersih. 

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Praktisi dan Akademisi Buleleng Bedah KUHAP Baru

balitribune.co.id | Singaraja – Sejumlah praktisi hukum dan akademisi membedah pemberlakuan  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan KUHAP Nasional yang akan berlaku mulai 2 Januari 2026. Dalam acara yang dikemas diskusi panel bertajuk Menilik KUHP dan KUHAP Baru digelar di Aula Kampus Universitas Panji Sakti (Unipas) Singaraja, Jumat (19/12).

Baca Selengkapnya icon click

Kolaborasi Pansus TRAP dan Pemkab Tabanan Tegakkan Aturan, Fokus Sejahterakan Petani

balitribune.co.id | Denpasar - Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang, Perizinan, dan Aset (TRAP) DPRD Provinsi Bali menegaskan komitmennya menjaga kelestarian Kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD) Subak Jatiluwih, Kabupaten Tabanan, dari berbagai pelanggaran tata ruang dan aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan serta sistem irigasi tradisional Subak.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.