Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Kasus Djoko Tjandra : Betapa Rapuhnya Sistem Birokrasi Kita

Bali Tribune / Wayan Windia - dosen pada Fak. Pertanian Universitas Udayana dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Made Sanggra.

balitribune.co.id | Beberapa Jenderal (polisi) telah dicopot, dan menjadi korban kasus koruptor Djoko Tjandra (DT). Sebelumnya telah dicopot juga lurah Grogol Selatan, di DKI. Hal ini meng-indikasikan betapa rapuhnya sistem birokrasi kita. Bayangkan saja, seorang tokoh koruptor yang sudah lari, bisa keluar-masuk NKRI, tanpa ada deteksi.

Di samping itu, koordinasi antar sub-sistem birokrasi, juga sangat rapuh. Tensi ego-sektoral-nya tinggi sekali. Mereka tidak memperhatikan goal dan output, tetapi terpukau pada aspek teknis dan proses. Contohnya, kalau saja ada gotong-royong (saling mengingatkan) yang baik antar pihak polisi dan kejaksaan, maka red notice atas nama DT di Interpol tidak akan hilang. Itu berarti bahwa DT akan terdeteksi ketika masuk-ke luar Indonesia. Tetapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Demikian kata pepatah.

Kemudian, “dokumen penting” Bareskrim Polri tentang DT, juga bisa bocor. Ternyata bisa  mengendap di Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Hal ini menunjukkan juga, betapa rapuhnya “kerahasiaan” dokumen penting di markas Bareskrim. Tampaknya ada “saling intai” di markas itu. Tetapi kalau semua elemen bekerja profesional, dan sesuai dengan SOP dan kode etik, maka pasti saja tidak ada masalah. Tetapi kalau salah satu pihak berbuat curang, dan pembagian rejekinya tidak merata, maka muncullah kasus yang memalukan ini. Maka itu, tidak aneh kalau pihak Mabes Polri, akan menelusuri aliran dana di pihaknya, berkait dengan grafitasi DT.

Rupanya DT dalam kehidupan bisnisnya di Indonesia, sudah lama merancang dalam pikirannya, untuk berbuat curang. Lalu ia berusaha membina hubungan secara luas, dengan berbagai aparat (hukum) yang berkompeten. Mungkin ia sudah membinanya sejak para perwira berpangkat AKP atau Kompol. Yakni tatkala perwira itu sedang “miskin-miskin”nya dan kebutuhan keluarga sedang menanjak. Sebab, rasanya tidak mungkin seorang jenderal (polisi), tiba-tiba saja membantu seorang buronan untuk melakukan hal-hal yang sangat teknis. Logikanya, pasti hubungan keduanya sudah terjalin sangat lama.   

Jadi, kasus ini terjadi, karena masalah karakter. Mantan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian pernah nengatakan bahwa, sesungguhnya remunerasi yang diterima oleh anggota polri sudah besar. Tidak perlu minta-minta lagi. Oleh karenanya, pada eranya, Tito bertindak tegas terhadap anak-buahnya yang melakukan pungli, gratifikasi, dll. Hal yang sama, juga dilakukan oleh Kapolri Jendral (Pol) Adam Azis. Kasus ini mengindikasikan bahwa, masalah karakter sangat perlu terus ditempakan dalam sistem sistem pendidikan polri. Hal ini seirama dengan statemen dari Mendikbud Nadiel Makarim, bahwa masalah besar yang kini dihadapi oleh sistem pendidikan kita adalah masalah katakter.

Bahwa sesungguhnya, gajih atau take home pay yang diterima oleh aparat negara dan ASN, sudah cukup baik. Tetapi tokh masih saja terjadi kasus korupsi. Sudah ada peningkatan pendapatan berlipat-lipat dari aparat penagak hukum dan aparat keuangan negara, tetapi korupsi tokh tetap merajalela. Hal ini menandakan bahwa masalah kita saat ini, bukan masalah pendapatan (gajih). Namun, yang kita hadapi, adalah masalah karakter (soft skill).

Karakter bangsa kita sudah dikalahkan oleh arus globalisasi, yang menekankan pada kompetisi. Kemudian, proses kompetisi melahirkan karakter pragmatis, individualis, dan materialis. Akhirnya bermuara pada karakter mengejar harta, dan tahta, serta bisa saja terjerumus pada pelukan di pangkuan “wanita”.

Virus korona telah mengerem tabiat manusia yang eksploitatif dan eksploratif. Kemudian, mendidik manusia untuk sadar agar hidup prihatin. Tetapi tetap saja pertumbuhan ekonomi, selalu masih menjadi idola manusia, yang terlanjur tamak dan rakus. Cukup sulit untuk mengendalikannya. Cukup sulit untuk mangajak generasi baru Indonesia (dan dunia) untuk hidup sederhana dan hidup prihatin. Faktor lingkungan alam, selalu siap untuk dikorbankan demi mengejar kepuasan duniawi manusia.

RUU Cipta Kerja adalah sebuah contoh soal, betapa kita ini sangat mendewakan investasi, dan mengesampingkan lingkungan alam. Misalnya, dalam UU Kehutanan, dicatat bahwa hutan harus 30% dari seluruh kawasan. Teman-teman pencinta lingkungan mengatakan bahwa, keharusan hutan yang 30% itu, tidak ada lagi dalam RUU Cipta Kerja. Tujuannya, tentu saja agar kaum investor (kapitalis) bisa dengan leluasa menggunakan kawasan. Tanpa harus memperhatikan, bahwa 30% dari suatu kawasan, harus berupa hutan.             

Kasus ini merupakan contoh, bahwa kita sekarang sedang berusaha melegalisasikan kerakusan manusia terhadap alam. Filsafat Mahatma Gandhi acap kali dikutip. Bahwa sejatinya, alam ini sudah menyediakan hal yang cukup untuk kebutuhan manusia. Tetapi tentu saja tidak mencukupi untuk memenuhi kehendak manusia yang rakus.

Kerakusan inilah yang kemudian diimplementasikan manusia dalam kehidupannya di dunia. Mereka selalu ingin menikmati dunia. Tidak pernah merasa puas, tidak pernah merasa bahagia, tidak pernah merasa cukup, dan tidak pernah bersedia untuk mengucapkan syukur. Karakter inilah yang melahirkan watak korup, dan bahkan tidak perduli dengan kepentingan negara (NKRI). Sebuah negara-bangsa, yang dahulu ditegakkan dengan tetesan darah para pejuang kemerdekaan Indonesia.

 

wartawan
Wayan Windia
Category

Laksanakan Haluan Pembangunan Bali 100 Tahun, Gubernur Koster Matur Piuning di Pura Besakih

balitribune.co.id | Amlapura - Gubernur Bali Wayan Koster bersama jajaran Pemprov Bali, Rabu (24/12/2025) pagi melaksanakan persembahyangan bersama sekaligus prosesi Matur Piuning di Pura Agung Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, sebagai penanda diresmikannya pelaksanaan Haluan Pembangunan Bali 100 Tahun 2025–2125.

Baca Selengkapnya icon click

Tren Pariwisata Global 2026, Wisatawan Menghindari Destinasi Padat

balitribune.co.id | Mangupura - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Republik Indonesia melihat tren wisata global pada tahun 2026 cenderung untuk melepaskan diri dari stres. Orang-orang dari berbagai negara akan mencari tempat wisata atau destinasi yang benar-benar menghadirkan ketenangan dan pemulihan mental.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Konsolidasi Pembangunan Bali Seratus Tahun Telah Dimulai

balitribune.co.id | Gubernur Bali, Wayan Koster (Pak Koster) secara resmi memproklamirkan dimulainya pelaksanaan Haluan Pembangunan Bali Masa Depan 100 Tahun Bali Era Baru 2025–2125, di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Art Center Denpasar, pada hari Senin tanggal 22 Desember 2025, tiga hari menjelang perayaan Natal 2025.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.