balitribune.co.id | Denpasar - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Republik Indonesia menegaskan seluruh akomodasi yang dipasarkan melalui Online Travel Agent (OTA) wajib memiliki izin usaha paling lambat pada 31 Maret 2026. Merchant yang tidak memenuhi ketentuan akan dihentikan penjualannya di OТА. Demikian dikutip dari akun resmi Kementerian Pariwisata Republik Indonesia (kemenpar.ri). Dalam rapat koordinasi, 29 Oktober 2025 pemerintah meminta OTA memastikan merchant mereka memenuhi ketentuan perizinan. Surat tindak lanjut dikirim pada 8 Desember 2025 untuk mengarahkan merchant segera mendaftar izin usaha.
Menteri Pariwisata Republik Indonesia, Widiyanti Putri Wardhana menyatakan, legalitas usaha bukan sekadar formalitas administratif. Izin melalui sistem OSS adalah prasyarat agar sebuah akomodasi pariwisata memenuhi standar keamanan, profesionalitas, dan kewajiban fiskal yang berdampak langsung pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan pajak pemerintah pusat," ujarnya.
Kemenpar telah melakukan penguatan tata kelola OTA dan akomodasi pariwisata untuk memastikan operasional platform OTA nasional dan asing berjalan tertib, aman, dan sesuai standar, Kementerian Pariwisata menyusun kebijakan penataan usaha akomodasi pariwisata. Kebijakan ini menegaskan pentingnya legalitas usaha sebagai bagian penting dari ekosistem digital pariwisata Indonesia.
Adapun langkah penataan OTA yang dilakukan Kemenpar ini sejak Maret 2025, pendataan pelaku usaha akomodasi, pembinaan dan pendampingan, edukasi perizinan, pengawasan terhadap seluruh pelaku usaha akomodasi. Penataan tersebut telah berjalan di Bali, D.I. Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat.