Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Kisruh KPK: Sebuah Analisa

Bali Tribune/Putu Suasta
balitribune.co.id | Setiap ketegangan sosial politik semestinya memiliki mamfaat, minimal dapat menambah wawasan dan kedewasaan masyarakat. Kisruh revisi UU KPK dan kontroversi pemilihan komisioner baru, sebagai contoh, semestinya dapat membuka wawasan masyarakat tentang berbagai kepentingan yang bertarung di dalamnya. Melalui dinamika yang berkembang masyarakat juga semestinya dapat mengidentifikasi hubungan atau pertentangan antar kepentingan yang bertarung tersebut. Dengan demikian masyarakat dapat semakin objektif dan rasional dalam menyuarakan pendapat mereka sesuai koridor demokrasi.
 
Sayangnya, proses identifikasi berbagai kepentingan dalam kisruh tersebut dikaburkan oleh simpang siur pesan-pesan atau informasi-informasi yang telah terdistorsi di tengah masyarakat. Perdebatan tidak lagi berpusat pada substansi, tetapi telah bergeser jauh pada soal-soal yang sesungguhnya tak berkaitan dengan persoalan inti. 
Secara masif dibangun narasi bahwa kelompok penentang revisi UU KPK adalah pendukung klilafah atau kini diistilahkan sebagai “polisi taliban” yang ditenggarai (tanpa bukti yang jelas) telah menguasai KPK. Kelompok pro-revisi dinarasikan sebagai pendukung koruptor yang beniat “membunuh KPK”. Demikian juga tentang kontroversi pemilihan komisioner baru. Rakyat tidak diarahkan untuk melihat secara objektif kapabilitas personal tiap calon dalam mengemban tugas kepemimpinan dan tidak diarahkan untuk menilai visi tiap calon tentang pemberantasan korupsi. 
Upaya mendistorsi opini masyarakat dalam beberapa minggu terakhir dilakukan melalui cara-cara yang menggugah emosi dan mengabaikan nalar kritis. Dua istilah yang kini populer yakni  “shooting the messenger” dan “playing victim” meringkas secara tepat berbagai cara menggugah emosi tersebut.
 
“Shooting the messenger” dalam pengertian luas dapat diterjemahkan sebagai upaya mendelegitimasi pihak atau kelompok tertentu yang vokal dalam berpendapat, bukan dengan membantah argumen mereka melalui data dan informasi terkait, tetapi dengan menyebarkan informasi-informasi tentang mereka yang kemungkinan besar tidak disukai masyarakat. Dalam beberapa minggu ini, misalnya, kita menyaksikan potongan vidio lama berisi pendapat atau kesaksian para tokoh yang memiliki kredential moral dan intelektual diviralkan kembali untuk mendiskreditkan kelompok-kelompok tertentu; afiliasi agama dan idiologi tokoh tertentu disorot secara tajam; sumber pendanaan lembaga tertentu diekspos secara luas untuk membangun “framing” keberpihakan mereka; statistik dimodifikasi sedemikian rupa untuk menunjukkan kegagalan lembaga tertentu; masih banyak contoh-contoh yang bisa dirunut untuk menunjukkan bagaimana operasi “shooting the messenger” ini dijalankan.
 
“Playing victim” dijalankan oleh pihak atau kelompok yang menjadi sasaran kritik tajam. Alih-alih menjawab kritik dengan data, mereka justru membangun narasi sebagai korban dari kezaliman kekuasaan dengan harapan mendapatkan simpati  dari masyarakat. Dua upaya pembangunan opini publik ini kontra produktif terhadap upaya pendewasaan demokrasi. Hal ini dapat diperjelas dengan meninjau secara singkat teori konflik antara elit dan massa
Distori Demokrasi
 
Dalam sebuah negara demokrasi, konflik antara elit dan massa dinilai para ilmuwan berperan signifikan dalam penguatan demokrasi. Konflik seperti itu terjadi karena perbedaan kepentingan antara elit dan massa (baca: masyarakat). Dalam isu pemberantasan korupsi sebagai contoh aktual pembahasan ini, dapat dikatakan bahwa massa memiliki kepentingan lebih besar akan berdirinya sebuah lembaga yang kuat dan efektif dalam melaksanakan upaya-upaya pemberantasan korupsi. Sebaliknya, elit menginginkan sebuah lembaga yang dapat mereka kontrol tetapi pada saat tertentu dapat digunakan sebagai sarana pencitraan terhadap contoh sukses program pemberantasan korupsi.
Perbedaan kepentingan antara elit dan massa, jika teridentifikasi dengan baik, dapat menyatukan massa untuk memperjuangkan kepentingan mereka melalui saluran-saluran demokrasi. Dalam kerangka seperti inilah demokrasi dapat menghasilkan lembaga-lembaga seperti KPK yang dapat berjalan efektif dan kuat untuk mengontrol kepentingan elit. Namun, sebagaimana ditunjukkan oleh Doyle Paul Jhonson, elit dapat menyamarkan kepentingan mereka sehingga tidak terindentifikasi oleh massa. 
 
Dalam kisruh KPK yang kini masih “memanas”, elit telah berhasil menyamarkan kepentingan mereka melalui berbagai upaya pembentukan opini yang diuraikan di atas. Hasilnya, rakyat terpolarisasi. Konflik “antara elit dan massa” akhirnya begeser menjadi konflik antar massa. Hal ini secara kasat mata tampak dalam keriuhan yang terjadi di media-media sosial dalam beberapa minggu terakhir dan juga dalam gerakan-gerakan massa di sekitar gedung KPK yang menunjukkan perbedaan secara tajam opini dua kelompok masyarakat. 
Dalam keadaan seperti ini, elit dapat dengan mudah menyukseskan agenda mereka tanpa mempedulikan lagi kontrol masyarakat. Maka tidak mengherankan jika DPR dapat merampungkan revisi UU KPK dalam waktu sekejap tanpa khawatir dikritik karena tidak menyediakan waktu memadai untuk mendapatkan masukan masyarakat. Fungsi kontrol masyarakat menjadi lemah karena kebebasan informasi dengan sukses dimamfaatkan untuk mendistorsi kesatuan masyarakat yang merupakan kekuatan terbesar dalam demokrasi.
 
wartawan
Putu Suasta
Category

Menghindari Beban Berlebih Masyarakat, Dewan Minta Pembahasan Perubahan Perda Pajak dan Retribusi Daerah Ditunda

balitribune.co.id | Singaraja - DPRD Buleleng melalui Panitia Khusus (Pansus) 1 pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, untuk ditunda. Usulan penundaan itu disampaikan Ketua Pansus I, Dewa Nyoman Sukardina, SE, dalam rapat kerja bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait pada Senin (15/9). 

Baca Selengkapnya icon click

Truk Rem Blong Tabrak Pohon dan Tiang WiFi di Jalur Denpasar-Gilimanuk

balitribune.co.id | Tabanan - Kecelakaan tunggal terjadi di jalur Denpasar-Gilimanuk, tepatnya di Bypass Ir Soekarno, Banjar Sanggulan, Desa Banjaranyar, Kecamatan Kediri, Tabanan pada Senin (15/9) sore. Kecelakaan tunggal itu terjadi pada sebuah truk yang sedang melintas dari arah Gilimanuk menuju Denpasar sekitar pukul 14.30 Wita.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Jembatan Gantung Yehembang Diresmikan, Permudah Akses Siswa dan Warga

balitribune.co.id | Negara - Harapan warga Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo untuk adanya akses yang lebih dekat menuju SMP Negeri 3 Mendoyo akhirnya terwujud. Wilayah permukiman yang dipisahkan oleh sungai ini kini telah dihubungkan dengan jembatan gantung. Jembatan Sri Kirana ini diresmikan Senin (15/9) kemarin.

Baca Selengkapnya icon click

Komunitas ID42NER Bali Cepat Tanggap Bantu Warga Terdampak Banjir di Denpasar

balitribune.co.id | Denpasar - Komunitas otomotif ID42NER Bali menunjukkan aksi nyata solidaritas dengan turun langsung membantu masyarakat terdampak banjir di kawasan Ubung Kaja, Denpasar, Senin (15/9). Banjir yang melanda wilayah tepi Sungai Jalan Witaraja itu menyebabkan kerusakan cukup parah: 48 Kepala Keluarga (KK) terdampak, ratusan sepeda motor dan puluhan mobil rusak berat.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Tinjau Wilayah Terdampak Banjir, Walikota Jaya Negara Pastikan Pembersihan dan Penanganan Cepat

balitribune.co.id | Denpasar - Walikota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara bersama Dandim 1611 Badung, Kolonel Inf. I Putu Tangkas Wiratawan menyusuri wilayah terdampak banjir di bantaran Sungai Badung pada Minggu (14/9). Hal tersebut guna memastikan proses pembersihan sisa banjir berjalan optimal. 

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.