Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

KORONA : INSENTIF 1,5 MILYAR DOLAR UNTUK PETANI (DI BANGLADESH)

Bali Tribune / Wayan Windia - Guru Besar (E) pada Fak. Pertanian Unud, dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Made Sanggra.
balitribune.co.id | Sebagai orang-pertanian, saya terpukau menyaksikan berita-strip di TV baru-baru ini. Bahwa pemerintah Bangadesh memberikan insentif kepada petani-nya sebesar Rp.1,5 milyar dolar, berkait dengan serangan korona. Kenapa saya terpukau? Karena seminggu sebelumnya saya membuat opini, agar petani (di Indonesia) diberikan insentif juga. Yakni berupa subsidi 100% pajak PBB. Karena saya beranggapan, bahwa pajak PBB itu sangat berat bagi petani. Pajak PBB itu besarnya sekitar 15% dari total biaya usahatani. Harus dibayar kontan. Sedangkan petani sulit memiliki uang kontan. 
 
Di samping itu, pajak PBB cendrung terus meningkat.  Karena disesuaikan dengan inflasi, dan juga disesuaikan dengan nilai jual sawah petani. Cukup sering para petani ribut dengan kenaikan pajak PBB tsb, karena tidak sebanding dengan pendapatannya dari usahatani. 
Saya sama sekali tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa, oponi saya itu ada kaitan dengan kebijakan pemerintah di Bangladesh. Tetapi setidaknya saya dapat menyangka, bahwa pikiran saya analog dengan pemimpin-pemimpin di Bangladesh. Meskipun negara itu masih berstatus miskin, namun perhatiannya kepada petani, patutlah saya puji. Kenapa? Karena memang tidak banyak pimpinan negara yang memiliki kesadaran untuk membangun sektor pertanian. 
 
Mereka mengira bahwa petani mau-tidak mau pasti akan bekerja ke sawah, karena petani juga perlu makan. Ya betul, petani juga perlu makan dari hasil pertaniannya. Tetapi negara perlu juga hadir di sektor pertanian dan di komunitas petani dalam kondisi yang sangat sulit. Tujuannya, agar mereka merasa tetap diperhatikan, dan bisa bergairah untuk bertani dengan produksi yang optimal. Dengan demikian para petani juga bisa memberikan sumbangan kepada negaranya, sebagai pensuplai bahan makanan.
 
Presiden Jokowi telah mulai mengingatkan stafnya agar mulai mengkoordinasikan masalah-masalah ketersediaan pangan.  Hal ini berarti bahwa produk pertanian harus ada untuk konsumsi publik, meski dalam keadaan wabah sekalipun. Disinilah makna pertanian sebagai sektor primer. Kalau pangan tidak cukup tersedia dalam kondisi wabah, maka akan timbul kepanikan dan kegelisahan. Oleh karenanya, saya kembali mengingatkan agar kebijakan pembangunan pertanian jangan sekali-kali dilupakan. 
 
Ketahanan pangan dan bahkan kedaulatan pangan harus mampu dijamin, sebelum melompat pada sektor tersier. Apa indikasinya suatu pemerintahan berorientasi pada ketahanan pangan atau kedaulatan pangan? Indikasinya tercermin dalam APBN dan APBD.  Jangan harap sektor pertanian bisa bangkit, tanpa ikut campur pemerintah. Sektor pertanian tidak bisa bergerak dengan auto pilot. Silahkan bercermin pada pembangunan pertanian pada zaman Pak Harto. 
 
Agar kebijakan pangan bisa tercapai, maka perlu ada GBHN. Mari kita kembali ke sektor pertanian melalui GBHN. Sehingga semua lapisan bisa bergerak bersama. Pembangunan Jangka Panjang (PJP) yang dibuat parpol pemenang pemilu, sama sekali tidak menjamin partisipasi publik dalam pembangunan nasional. Saya tahu, saat ini ada Permendagri No. 90 tahun 2019 yang meminta agar semua daerah harus searah pembangunannya dengan pusat. Sehingga dalam beberapa kasus, RPJMD harus disesuaikan. Tetapi itu hanya keahlian untuk memasukkan program atau kegiatan pemda dalam sistem yang ada di pusat. Ya, miriplah dengan GBHN. Tetapi secara politis sangat jauh berbeda. Sebab kalau GBHN dibuat oleh semua parpol, bukan hanya oleh parpol pemenang pemilu dengan grup-nya.     
 
Saya juga heran dalam pelaksanaan aturan PSBB yang pertama kali dilakukan di Jakarta. Dalam hal itu tercermin pemerintah kalah melawan tekanan ojol. Semula ada aturan bahwa ojol tidak boleh membawa penumpang (orang) yang berboncengan. Ketika banyak ojol yang ngomong bahwa pendapatannya akan berkurang, maka aturan pemerintah tiba-tiba saja berubah. Sebetulnya banyak ada info bahwa ojol itu tidak semua miskin. Mereka sudah ada pekerjaan tetap, namun mereka mencari tambahan dengan ojol. Berbeda dengan petani. Kalau begini, di mana kita tidak tegas, dan semua pihak tidak siap ikut prihatin untuk beberapa hari, maka korona akan agak lama dapat dihindari.
 
Sebetulnya petanipun sangat prihatin saat ini. Sayang tidak ada yang bisa ngomong. Juga tidak ada pers yang meng-ekspose. Sehingga petani tetap saja bertahan dalam kehidupan yang senyap. Petani juga tidak suka ber-organisasi. Karena mereka sibuk dengan kemiskinannya, dan sibuk untuk mengisi perutnya. Namun demikian, kita semua harus peka, agar kerak kemiskinan, yakni komunitas petani dan nelayan, juga bisa mendapatkan perhatian. Saya kira, kunci keberhasilan kita dalam menghindari kasus korona adalah kebersamaan dan kedisiplinan.
Kebersamaan, maknanya bahwa kita semua harus siap hidup prihatin bersama-sama. Misalnya, aturan yang sudah bagus tentang ojol, segera saja bisa berubah, karena ada tekanan isu. Padahal aturan tentang ojol itu bertujuan, untuk mempercepat kiat kita, agar masalah korona tidak berlarut. Selanjutnya tentang kedisplinan, saya tertarik pada pandangan dari Dubes Indonesia di Vietnam, Abdul Hadi. Ia mengatakan bahwa kunci keberhasilan Vietnam dalam mengatasi korona di negaranya adalah rakyatnya sangat disiplin. Kalau pemerintah sudah mengatakan aturan tertentu, maka rakyatnya taat sekali mengikutinya. Nyaris tidak ada pelanggaran. Aturannya ketat. 
 
Untuk itu saya setuju dengan pendapat Jendral TB Simatupang dalam bukunya Pelopor Dalam Perang dan Pelopor Dalam Damai. Bahwa di Indonesia perlu ada wajib militer. Mungkin tujuannya agar rakyat bisa disiplin, dalam ikut mengatasi masalah bangsa dan negara. Jangan kita sok bebas, sok demokrasi, dan sok HAM. Mungkin sistem politik ada pengaruh dalam mengatasi masalah korona. Amerika Serikat, Italia, Perancis, dan Spanyol ternyata koronanya terus membludak. Sedangkan RRT dan Vietnam bisa dengan cepat mengatasinya. Kenapa ? Mungkin karena sistem politiknya yang berbeda. 
wartawan
Wayan Windia
Category

Kunjungan ke Tanah Lot-Ulundanu Beratan Meningkat Selama Libur Panjang Waisak

balitribune.co.id | Tabanan – Kunjungan wisata di Tanah Lot, Kecamatan Kediri, dan Ulundanu Beratan di Kecamatan Baturiti, meningkat selama libur panjang Waisak 2569 BE / 2025. Peningkatan kunjungan itu mulai terjadi sejak Sabtu (10/5) atau akhir pekan lalu dan berlanjut sampai dengan hari ini.

Baca Selengkapnya icon click

Grup Astra Bali Gelorakan Gerakan Literasi dan Keberlanjutan

balitribune.co.id | Denpasar - Sabtu (10/5) menjadi momen penting bersatunya berbagai elemen dalam kegiatan Bootcamp Kebun Literasi, sebuah inisiatif kolaboratif antara Penerima SATU Indonesia Awards (SIA) perwakilan Bali, Grup Astra Bali, dan Kampung Berseri Astra (KBA) Tegeh Sari.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Brimob Bersenjata Sasar Titik Rawan Premanisme

balitribune.co.id | Denpasar - Guna menciptakan situasi kamtibmas yang aman dan kondusif, personel Polda Bali yang tergabung dalam Satgas Preventif Operasi Pekat Agung 2025 melaksanakan patroli dan menyampaikan imbauan kepada masyarakat terkait aksi premanisme dan kejahatan jalanan seperti begal.
Patroli menyasar Jalan Sedap Malam, Denpasar dan menyambangi masyarakat di sepanjang jalan untuk menyampaikan imbauan kamtibmas, Sabtu (10/5/2025).

Baca Selengkapnya icon click

Pemuda Bunga Timur Salurkan Bantuan Sosial untuk Korban Kebakaran

balitribune.co.id | Denpasar - Rasa kepedulian terhadap sesama kembali ditunjukkan oleh komunitas Pemuda Bunga Timur (PBT) Bali dengan memberikan bantuan sosial kepada korban musibah kebakaran di Jalan Akasia, Denpasar. Korban, atas nama Paul dan keluarganya, mengalami kejadian memilukan ketika kediaman mereka ludes dilalap api. Seluruh harta benda, termasuk sepeda motor, sertifikat tanah, dan dokumen-dokumen penting, habis terbakar.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Ormas Minggir Dulu, Bali Punya SIPANDU BERADAT

balitribune.co.id | Di Bali, urusan keamanan bukan cuma soal pasang CCTV dan patroli jam malam. Lebih dari itu, ini soal menjaga "wewidangan" alias wilayah adat dari gangguan yang bukan cuma datang dari maling ayam dan sejenisnya, tapi juga dari budaya luar yang kadang sok akrab, tapi ujung-ujungnya bikin rusuh.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.