Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Korona Melonjak, Bali Jangan Dibuka Dulu

Bali Tribune / Wayan Windia - dosen pada Fak. Pertanian Unud, dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Made Sanggra, Sukawati.

balitribune.co.id | Korona di Bali terus melonjak. Sebelum Hari Raya Idul Fitri, korona di Bali sepertinya terkendali. Bahkan Gubernur Wayan Koster sempat mengatakan bahwa penanganan Korona di Bali adalah yang terbaik di Indonesia. Banyak ada pujian. Diantaranya karena Bali berhasil memanfaatkan kearifan lokal, yakni desa adat, yang berinisiatif membentuk Satgas Gotong Royong.  Namun kemudian, secara pelan tetapi pasti, serangan virus korona terus menanjak. Dalam kondisi yang demikian, muncul istilah new normal. Bali ternyata ikut bersiap menyambut kedatangan new normal. Bahwa Bali akan mulai dibuka untuk pariwisata. Bahkan pada bulan September, Bali mulai dibuka untuk  wisatawan internasional.

Bali sebagai bagian dari NKRI, memang tidak bisa lepas dari kebijakan pemerintah pusat. Tetapi, aspek kesehatan penduduk, harus tetap menjadi pertimbangan utama. Dalam suatu diskusi merah-putih di BaliTV, muncul pertanyaan dari presenter Nyoman Winata. Mana yang lebih dipentingkan untuk Bali. Turis atau kesehatan penduduk. Semua narasumber, baik yang berasal dari sektor pariwisata dan pertanian, kompak mengatakan, bahwa kesehatan adalah yang utama. Itu berarti bahwa jiwa lebih penting dari dolar. Tetapi pemegang otoritas di Bali, tampaknya memiliki pemikiran lain. Bahwa Bali tetap akan dibuka, meski korona sedang menanjak.   

Tampaknya pemerintah berada dalam posisi sulit. Maju kena-mundur kena. Kalau Bali tidak dibuka, maka akan ada masalah ekonomi. Kalau Bali harus dibuka, maka akan ada masalah kesehatan. Tetapi tampaknya kita selalu kalah melawan kapitalis. Masalah ekonomi selalu mampu mengalahkan masalah kesehatan dan masalah ilmiah. Meskipun nanti, kalau Bali dibuka, harus mengorbankan kesehatan masyarakat, dan korona semakin merebak. Kasihan para tenaga kesehatan kita.

Memang kita bisa berkelit, dengan mengatakan bahwa Bali dibuka, tetapi tetap harus dengan mengikuti protokol kesehatan. Itu adalah stetemen yang klise. Pernyataan seperti itu sudah sejak lama digaungkan. Nyatanya, korona terus saja merebak di Indonesia, termasuk di Bali. Itu disebabkan, karena masyarakat kita tampaknya masyarakat yang tidak memiliki tanggung-jawab disiplin yang ketat. Uang dan ekonomi telah diletakkan di atas segala-galanya.

Sementara itu, masyarakat (kelas menengah) kita sudah terlanjur hidup dalam zone nyaman. Sudah terbiasa bepergian (berwisata), makan di restoran, hidup enak, metajen, melayangan, seke tuak, dll. Sulit untuk diajak untuk hidup prihatin berdampingan dengan korona. Secara teoritis, memang demikian watak-hidup manusia itu. Kalau ada peningkatan pendapatan, manusia bisa dengan cepat secara vertikal meningkatkan konsumsinya, dan hidup enak. Tetapi kalau ada penurunan pendapatan, maka manusia tidak mau secara vertikal menurunkan konsumsinya (menurunkan hidup enaknya). Penurunan konsumsinya umumnya dilakukan secara diagonal. Mungkin itulah dasar-dasarnya teorinya, kenapa pada saat-saat sulit, kita selalu kalah melawan kapitalis.

Kalau saja masyarakat kita di Bali tidak terlanjur hidup di sektor tersier, maka sebaiknya Bali ditutup saja dulu. Benahi kesehatan masyarakat, dan setelah serangan korona menurun atau melandai, barulah Bali dibuka untuk wisatawan. Untuk apa ada uang, untuk apa ada PAD,  kalau kita sakit, sedih, dan menderita. Akhirnya, pemerintah akan bertambah susah, dan para petugas kesehatan akan juga bertambah susah, kalau korona terus menanjak di Bali. Jangan terlalu dikuti-lah desakan kapitalis. Sifat kapitalis memang begitu. Kalau ada untung, ia simpan-simpan saja, agar mereka bertambah kaya. Tetapi kalau ada bencana, mereka tidak mau menggunakan keuntungan yang dulu-dulu itu untuk membantu karyawannya. Mereka selalu tergoda melakukan tindakan nekat (yang legal), yakni merumahkan karyawan dan mem-PHK. Dalam hal ini pemerintah sama sekali tidak bisa berkutik. Justru pemerintah yang susah dengan memberikan insentif, bebas ini, bebas itu, dll.    

Kini saatnya melakukan kilas balik. Sebaiknya didik masyarakat Bali untuk hidup dalam kehidupan yang prihatin. Filsafat orang Bali, bahwa hidup sebaiknya dalam sunya. Bukan hidup dalam somya. Setiap menjelang Nyepi, kita selalu dididik untuk hidup sunya dan melakukan intrsospeksi.  Tetapi tampaknya hal itu hanya sekedar ritual semata. Tidak ada pendalaman implementatif pada manusia Bali. Maka, ketika tiba-tiba kita diserang korona, masih saja kita cepat-cepat ingin hidup normal (new normal). Mungkin hal inilah yang membedakan kasus dampak korona di USA dan negara Barat, dibandingkan dengan di RRC dan negara-negara lain yang tidak terlalu mendewakan demokrasi. Korban di USA yang bertumbangan dengan cepat, jangan-jangan ada hubungannya dengan masyarakatnya yang tidak bisa diatur, atas nama demokrasi dan HAM.

Sebaiknya pemerintah mulai mendidik masyarakat untuk hidup sunya dan prihatin. Lalu Bali jangan dibuka dulu, menunggu serangan korona lewat. Kalau tidak dididik, maka kapan lagi kesempatan kita mendidik masyarakat. Dalam keadaan seperti sekarang inilah, ada kesempatan untuk membangun kesadaran-baru masyarakat. Kalau tidak, kapan lagi? Terlanjur kita hidup somya, dalam zone nyaman yang membahayakan.

wartawan
Wayan Windia
Category

Anggota DPRD Bima Nata dan Nyoman Artawa Dampingi Wabup Badung Hadiri Karya Melaspas Agung di Pura Dalem Bebalang, Carangsari

balitribune.co.id | Mangupura - Anggota DPRD Badung Bima Nata dan Nyoman Artawa mendampingi Wakil Bupati Badung Bagus Alit Sucipta menghadiri Karya Melaspas Agung Rsi Gana, Panca Kelud dan Pujawali Nyatur di Pura Dalem Bebalang, Banjar Bedauh, Desa Adat Carangsari, Desa Carangsari, Kecamatan Petang, Badung, Senin (12/5). 

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Ketua DPRD Bangli Dorong Percepat Perubahan APBD 2025

balitribune.co.id | Bangli - Ketua DPRD Bangli, I Ketut Suastika mendorong Pemkab Bangli untuk mempercepat pembahasan Perubahan APBD 2025. Jika sebelumnya pembahasan dilakukan  pada September, kini Suastika berharap bisa dilakukan Juni. Bahkan terkait percepatan pembahasan, Ketut Suastika mengaku telah berkoordinasi secara lisan dengan Bupati Bangli, Sang Nyoman Sedana Arta.

Baca Selengkapnya icon click

Sekda Sedana Merta Tinjau Pelaksanaan Tes PPPK Tahap II dan Beri Motivasi Peserta

balitribune.co.id | Amlapura - Sekretaris Daerah Kabupaten Karangasem, I Ketut Sedana Merta, melakukan peninjauan langsung pelaksanaan seleksi kompetensi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahap II yang berlangsung di Universitas Terbuka Denpasar. Seleksi ini ditujukan untuk mengisi 208 formasi PPPK yang masih tersisa dari total 2.676 formasi yang dialokasikan untuk Kabupaten Karangasem.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Pemkot Denpasar ‘Ngaturang Bhakti Pujawali’ di Pura Luhur Uluwatu

balitribune.co.id | Badung - Pemerintah Kota Denpasar ngaturang bhakti serangkaian Pujawali Pura Luhur Uluwatu pada Anggarakasih Medangsia, Selasa (13/5). Berbaur bersama pemedek dan masyarakat yang tangkil, Wakil Walikota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wubawa didampingi Penglingsir Puri Agung Jro Kuta, I Gusti Ngurah Jaka Pratidnya.

Baca Selengkapnya icon click

Residivis Banyuwangi Berulah di Jembrana, Gasak Motor dan Dompet di Jalan

balitribune.co.id | Negara - Seorang residivis kasus pencurian asal Banyuwangi, Jawa Timur, kembali berulah dengan melakukan serangkaian tindak pidana di Kabupaten Jembrana. Pria berinisial GAG, yang berasal dari Desa Kertosari, Kecamatan Banyuwangi, berhasil diringkus aparat kepolisian setelah melakukan aksi pencurian sepeda motor dan penjambretan di dua lokasi berbeda di wilayah Jembrana.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.