
balitribune.co.id | Denpasar - Lahan sawah di Bali terus menyusut. Berdasarkan data Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali, sejak 2019 hingga 2024, pulau ini kehilangan 6.521,81 hektare sawah atau turun 9,19 persen. Rata-rata, setiap tahun penyusutan mencapai 1,53 persen.
Kepala Bidang Penataan dan Pemberdayaan BPN Provinsi Bali, I Made Herman Susanto, menilai tren alih fungsi lahan ini masih dalam batas normal. Menurutnya, pemberitaan di media kerap menggambarkan kondisi lebih parah dari fakta lapangan.
“Kalau melihat kecenderungan, alih fungsi lahan tidak sebesar yang diberitakan. Biasanya persoalan muncul karena ada pelanggaran izin. Padahal kalau melalui mekanisme resmi, semua harus lewat sistem Online Single Submission (OSS),” kata Herman yang dihubungi melalui selulernya, Sabtu (20/9).
Dari data rekapitulasi, Denpasar menjadi wilayah dengan penyusutan sawah paling ekstrem: turun 38,03 persen dalam enam tahun terakhir, atau rata-rata 6,34 persen per tahun. Dari 2.164 hektare sawah pada 2019, kini hanya tersisa 1.341 hektare.
Gianyar menyusul dengan kehilangan 1.745,80 hektare atau 14,82 persen dalam periode yang sama. Buleleng juga mencatat penyusutan signifikan, yakni 845,66 hektare atau 9,54 persen.
Sebaliknya, Tabanan yang dikenal sebagai lumbung padi Bali justru mencatat penurunan paling kecil. Luas sawahnya berkurang 714,38 hektare atau 3,64 persen saja, dengan rata-rata penyusutan 0,61 persen per tahun.
Menurut Herman, perubahan tata ruang menjadi salah satu pemicu utama konversi lahan. Denpasar misalnya, banyak lahan sawah yang dalam rencana tata ruang ditetapkan sebagai area non-sawah.
“Seperti di Denpasar, karena memang bukan tanah sawah, maka bisa digunakan untuk pembangunan. Tata ruangnya berubah, sehingga pengurangan lahan sawah yang dilindungi (LSD) bisa dilakukan,” ujarnya.
Data yang digunakan BPN sejak 2019 berasal dari Luas Baku Sawah (LBS), Lahan Sawah Dilindungi (LSD), serta pembaruan sawah tahunan, sehingga perubahannya dapat dipantau secara rinci hingga ke tingkat kabupaten/kota.
Selain persoalan sawah, Herman juga menyinggung bencana banjir yang terjadi pekan lalu. Menurutnya, salah satu penyebabnya adalah bangunan yang berdiri di sempadan sungai.
“Bangunannya melewati sempadan sungai sehingga terancam oleh aliran. Dari pengecekan sertifikat, bangunan itu kemungkinan berdiri sebelum rencana tata ruang 2013 maupun revisi terbaru,” tegasnya.
Secara keseluruhan, luas sawah Bali kini tersisa 64.474 hektare pada 2024, dari 70.995,87 hektare pada 2019. Penyusutan terbesar secara persentase ada di Denpasar, sedangkan Tabanan relatif paling stabil.