Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Masyarakat Bali harus Menanggung Biaya Sosial untuk Pariwisata

Bali Tribune / Wayan Windia - Dosen pada Fak. Pertanian Univ. Udayana dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Made Sanggra, Sukawati.

balitribune.co.id | Gubernur Dr. Wayan Koster telah mengeluarkan pernyataan, bahwa Pulau Bali akan mulai dibuka untuk pariwisata domestik. Dinilai bahwa, keputusan itu diambil, sudah melalui berbagai tahapan. Tetapi berbagai elemen masyarakat menyatakan, bahwa keputusan gubernur itu, terlalu tergesa-gesa. Karena penyebaran virus korona masih marak di Bali, di Indonesia, dan juga di dunia.

Dua kawasan pusat pariwisata di Bali yakni di Kota Denpasar dan di Kab. Badung, meng-indikasikan bahwa serangan virus korona masih terus menanjak. Sebagai pembanding, bahwa Vietnam baru memulai membuka transportasinya (pariwisatanya), setelah tidak ada lagi serangan korona.

Kalau pintu untuk pariwisata di Bali betul-betul di buka, dan kemudian serangan virus korona kembali melonjak, sungguh kasihan masyarakat Bali kita. Banyak masyarakat harus menjadi korban. Demikian juga para dokter dan perawat di rumah sakit. Tetapi, itulah biaya sosial (social cost) yang harus dibayar oleh masyarakat Bali, demi untuk kehidupan pariwisata.

Kasus arus-balik setelah hari raya Idul Fitri, harus dianggap sebagai sebuah pelajaran. Begitu arus balik mulai ramai, maka mendadak sontak, serangan korona berbasis transmisi lokal mulai terjadi di Bali. Sebelumnya, yakni sebelum Idul Fitri, serangan korona di Bali masih terkendali. Hal ini membuktikan bahwa semakin banyak ada interkasi masyarakat, maka serangan korona akan semakin menggila. Hal itu disebabkan karena masyarakat kita, masih dalam kondisi sangat tidak disiplin.

Sebelumnya, bertahun-tahun masyarakat Bali telah juga harus membayar biaya sosial lainnya. Diantaranya, harga-harga yang mahal, polusi, intrusi, kemacetan lalu lintas, dan sawah-sawah yang terkonversi. Sekitar satu persen per tahun sawah-sawah di Bali hilang, sebagai implikasi dari serangan parwiisata.

Sekarang kita mengeluh bahwa harga hortikultura merosot tajam. Karena pariwisata macet total. Tetapi ketika sebelumnya, harga-harga hortikultura tinggi, petani di Bali tetap saja miskin. Indek Nilai Tukar Petani (NTP) tidak lebih dari 105. Hal itu disebabkan karena pihak hotel (kapitalis) membayar pembelian hortikultura kepada tengkulak, sekitar tiga bulan setelah proses pembelian. Maka tengkulak tentu saja  harus menekan harga  di tingkat petani. Jadi, petani yang sudah miskin harus memberi subsidi kepada tengkulak, dan kepada hotel. Sekali lagi, itulah biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat Bali untuk pariwisata.

Sementara itu keuntungan dari pariwisata belum tentu beredar di Bali. Banyak diantaranya sudah lari ke luar Bali dan bahkan mungkin ke luar Indonesia. Tetapi apa mau dikata? Pariwisata dan kapitalisme sudah menggurita di Bali. Sudah tidak ada jalan lain, dan tidak ada jalan kembali. Kita harus segera melakukan moratorium terhadap sektor pariwisata Bali. Tetapi siapa yang berani?

Gubernur Koster sudah melihat dengan tajam fenomena ini. Lalu dikeluarkanlah Pergub No. 99 tahun 2018. Tujuannya agar pihak hotel dll harus membayar kontan produk petani, dengan keuntungan 20% di atas biaya usahatani. Tetapi nyatanya tidak jalan dengan maksimal. Apalagi saat ini, ketika ada serangan korona pada sektor pariwisata. Ya tentu saja, mana ada kapitalis yang bersedia dikurangi keuntungannya? Orientasi kapitalis hanyalah :  keuntungan, produkivitas, dan efesiensi.

Itulah sebabnya, kenapa pernah ada wacana untuk memungut fee bagi wisatawan yang berwisata di Bali. Agar jelas, ada sumbangan riil dari wisatawan untuk Bali. Janganlah keuntungan dari kedatangan wisatawan, hanya dinikmati oleh  pihak hotel. Lalu wacana inipun akhirnya tenggelam entah ke mana. Lagi-lagi, kiranya hal itu disebabkan karena ada serangan dari kaum kapitalis, yang tidak mau keuntungannya berkurang.

Saat ini, geliat ekonomi Indonesia sangat tergantung dari geliat pariwisata di Bali. Kalau Bali bersedia membuka pariwisatanya, maka lambat namun pasti, ekonomi Indonesia akan ikut menggeliat. Masalahnya adalah, apakah masyarakat Bali harus lagi-lagi dikorbankan, dan harus menanggung biaya sosial untuk mengusung pariwisata ? Kesehatan masyarakat Bali terlalu mahal untuk dicoba-coba, hanya demi untuk kepentingan kapitalis.

Tetapi kita berada dalam rangkuman NKRI. Kita harus taat kepada pemerintah pusat. Apalagi pihak Pusat dan Bali berada dalam satu jalur politik. Saya kira negosiasi yang terjadi, akan mengalir pada “kekalahan” Pemda Bali. Namun kita memerlukan kemampuan lobi pimpinan daerah di Bali, untuk berdebat, sejauh mana keamanan dan kesejahteraan masyarakat Bali bisa dijamin.

Saya berpendapat bahwa, daerah yang dibuka untuk pariwisata, haruslah kawasan yang sudah mulai “bebas” dari serangan korona. Kalau NTT memang sudah memungkinkan untuk itu, sebaiknya NTT yang dibuka terlebih dahulu. Di NTT, ada Labuhan Bajo, Pulau Komodo, kawasan Pulau Sumba dll. Saya kira keindahan dan ke-khas-an kawasan Pulau Flores, tidak kalah hebat dengan Pulau Bali.

Sejak beberapa waktu yang lalu, sejumlah wisatawan sudah mulai mengalir ke NTT. Jokowi juga sudah berjanji akan mengembangkan Labuhan Bajo secara maksimal. Maka kinilah saatnya untuk membuka kawasan itu secara lebar bagi pariwisata. Pembangunan jangan hanya terlalu Bali dan Jawa sentris. Hal ini juga sangat berbahaya secara politis. Kita sudah ada pengalaman yang pahit pada saat awal kemerdekaan Indonesia. Berbagai pembrontakan dan sparatisme muncul karena pembangunan Indonesia yang dianggap tidak merata. Pada saat itu, pembangunan Indonesia dianggap terlalu Jawa sentris.

 

wartawan
Wayan Windia
Category
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Respons Cepat, Pengg***k ABG Diamankan

balitribune.co.id | Gianyar - Seorang pemuda dengan leher terg^^^k di bagian samping, kini harus menjalani  perawatan intensif.  Syukurnya, jajaran Polsek Blahbatuh Polres Gianyar berhasil mengamankan seorang pria yang diduga menjadi pelakunya. Kejadiannya  di depan Wins Bar, Jalan Ida Bagus Mantra, Banjar Medahan, Medahan, Kecamatan Blahbatuh, Selasa (4/11) dini hari.

Baca Selengkapnya icon click

Bupati Karangasem Terima Kunjungan Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga

balitribune.co.id | Amlapura - Bupati Karangasem, I Gusti Putu Parwata menerima kunjungan Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN RI (Wamendukbangga) Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka di Kantor Bupati Karangasem, Rabu (5/11).

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Sosialisasi Penguatan Integritas, Budaya Antikorupsi, dan Pengendalian Gratifikasi

balitribune.co.id | Mangupura - Komitmen Pemerintah Kabupaten Badung dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas, Bupati I Wayan Adi Arnawa membuka kegiatan Sosialisasi Penguatan Integritas, Budaya Antikorupsi, dan Pengendalian Gratifikasi Bagi Pemerintah Daerah yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI).

Baca Selengkapnya icon click

Komisi IV DPRD Badung Raker Bersama Disdikpora dan Diskes Bahas Program Tahun 2026

balitribune.co.id | Mangupura - Komisi IV DPRD Badung telah menggelar tapat kerja membahas program kerja tahun 2026, pada Selasa (4/11). Dalam rapat yang mengundang Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disdikpora) serta Dinas Kesehatan Badung ini membahas sejumlah program. Meliputi ratusan guru kontrak yang belum menjadi PPPK, dan kurangnya fasilitas kesehatan di Kecamatan Kuta Selatan.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.