Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan.

Menggadai Ideologi

Bali Tribune

Oleh: Izarman

Apa yang membuat Anda bersorak girang ketika Jonathan Christie alias Jojo mengalahkan pebulutangkis China Chou Tien Chen di final Asian Games 2018 lalu? Apa yang membuat Anda gembira ketika smash Jojo masuk, dan membuat Anda kecewa ketika pengembalian bolanya nyangkut di net? Anda siapanya Jojo? Punya hubungan kekerabatan, teman sekolah atau teman dari teman?

Mengapa emosi Anda larut dalam perjuangan Jojo meraih medali emas untuk Indonesia? Mengapa Anda peduli Jojo, toh dia bukan siapa-siapa Anda? Mengapa Anda merasa diwakili Jojo mempertaruhkan nama baik Indonesia di mata dunia?

Jawaban atas pertanyaan ini akan mendudukkan Anda pada posisi sebagai warga negara Indonesia. Sebab, kalau Anda jujur, maka jawabannya adalah: karena Jojo mewakili Indonesia, karena saya dan Anda adalah warga negara Indonesia.

Ketika melebeli diri atau melebur dengan nation-state (bangsa - negara), sesungguhnya kita dengan sadar telah melepas identitas pribadi kita. Tak ada lagi suku, agama, ras dan golongan. Anda tidak melihat Jojo berkulit putih, bermata sipit dan beragama katolik. Jojo itu bangsa Indonesia, saya dan Anda juga bangsa Indonesia.

Indonesia terdiri dari 17.504 pulau dengan penduduk 269.536.482 jiwa mendiami wilayah seluas 1.905 juta km2, dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Ada 748 bahasa daerah, 1.340 suku di Indonesia dengan kelompok terbesar suku Jawa yakni 41 persen dari populasi (Wikipedia).

Apa yang membuat penduduk yang begitu banyak mendiami wilayah yang begitu luas, berpencar-pencar, bersatu menjadi satu bangsa – negara Indonesia? Kesamaan ide, gagasan, pandangan dan cita-cita yang disebut ideologi. Banyak tafsiran ahli tentang ideologi, tapi poinnya hampir sama yakni: konsep atau pandangan hidup serta sistem yang disepakati kelompok masyarakat untuk mencapai tujuannya.

Ideologi itulah yang menyatukan bangsa yang besar ini. Ideologi itulah yang membuat bangsa – negara Indonesia masih berdiri sampai sekarang sejak diproklamirkan 17 Agustus 1945. Ideologi melebur geografis, demografis, kepercayaan yang dianut perbedaan warna kulit, mata, rambut bahkan adat istiadat dan budaya. Semua menjadi satu: Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ideologi bangsa – negara yang besar ini sudah disepakati oleh Founding Fathers (Bapak Bangsa) serta tokoh-tokoh informal yang mewakili semua elemen bangsa yakni Pancasila. Itulah ide, gagasan, pandangan serta sistem yang disepakati untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara. Ke-5 silanya tidak saja menunjukkan jatidiri bangsa Indonesia, tapi sekaligus suplimasi dan implementasi dari ajaran semua agama yang dianut di Indonesia.

Founding Fathers atau Bapak Bangsa Indonesia adalah julukan untuk 68 tokoh terbaik Indonesia yang dimotori Soekarno, Mhd Hatta, Soepomo dan Mhd Yamin. Mereka adalah tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan serta meletakkan landasan dasar negara (ideologi) yang namanya Pancasila. Ke-68 tokoh ini mewakili semua suku, agama, ras (etnis) dan golongan di Indonesia. Ada 4 orang tokoh dari etnis Tionghoa (Oey Tjong Hauw, Oey Tiang Tjoe, Yap Tjwan Bing dan Siauw Giok Tjhan), serta puluhan yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu.

Jika hari ini ada sekelompok ‘anak bangsa’ ingin mengubah ideologi yang disepakati bapak bangsa, maka mereka bisa digolongkan sebagai anak durhaka. Anak yang tidak memiliki kebanggaan atas jerih payah bapaknya. Anak yang mengingkari serta mengkhianati perjuangan bapaknya.

Anak durhaka ini (khususnya yang ingin mendirikan negara khilafah), semakin menunjukkan perilakunya sejak Pilpres 2014. Perilaku yang disemangati sentimen agama dan perbedaan pilihan terhadap memimpin bangsa. Cara-cara yang ditempuh sungguh tidak terpuji, mulai dari kampanye hitam (black campaign), hoaks sampai fitnah.

Bahkan terakhir, ada anak bangsa yang mengadu kepada dunia bahwa Indonesia sedang dalam keadaan darurat (demokrasi) sehingga perlu pertolongan segera. Tagar INAelectionObserverSOS adalah cerminan dari melemahnya rasa kebangsaan. Kita tidak lagi yakin bahwa persoalan bangsa bisa kita selesaikan sendiri. Kita tidak yakin dengan kedaulatan negara. Kedunguan serta dukungan yang membabi buta terhadap capres dan partailah yang membuat anak bangsa ini ‘menggadaikan’ ideologinya kepada bangsa lain.

Pancasila sebagai ideologi bangsa – negara (sila ke-4) mengamanatkan pemilihan pemimpin serta wakil-wakil rakyat yang direpsentasikan oleh partai politik dilaksanakan secara demokrasi. Indonesia sudah menjalaninya sejak 1955, dan sejak reformasi (Pemilu 1999) disepakati secara langsung, dari sebelumnya melalui perwakilan (DPRD/DPR). Regulasinya disusun dan disepakati secara bersama melalui perwakilan, termasuk partai-partai politik.

Kini sebagian dari kita tidak memercayai kesepakatan itu, dan tidak yakin pemilu akan berjalan luber dan jurdil. Maka lagi-lagi cap ‘durhaka’ dan pengkhianat wajar kita sematkan di dada mereka. Narasi yang dibangun oleh para pendukung capres dalam pemilu 2014 dan 2019 di media sosial sungguh merongrong semangat  kebangsaan serta meluluhlantakkan rasa nasionalisme, mengikis kebanggaan berbangsa dan bernegara. Hanya gara-gara beda pilihan, sebagian anak bangsa tanpa sadar telah ‘menggadaikan’ ideologi bangsanya kepada bangsa asing.

Saya sungguh risau, jangan-jangan selepas Pilpres ini tak ada lagi yang menyemangati Jojo saat bertanding menghadapi atlet-atlet dari negara lain. Tidak ada lagi yang men-support Wewey Wita, atlet keturunan Tionghoa yang nama aslinya Yeo Chuwey di arena silat. Tidak ada lagi yang mengelu-elukan Lindswell Kwok, wanita kelahiran 24 September 1991 yang kini memeluk Islam (mualaf) di arena wushu.

Di ujung tulisan ini saya ingin meniru ungkapan presenter bola Valentino ‘Jebret’ Simanjuntak: Siapa Kita? Siapa kita? Indonesia!!! Kalau Anda tidak setuju, silakan mengadu ke negara asing! ***       

wartawan
habit
Category

Privatisasi Kolam Renang Air Panas Banyuwedang Ditolak, Krama Adat Pejarakan Tuntut Transparansi

balitribune.co.id | Singaraja – Ratusan krama (warga) Desa Adat Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng menggelar unjuk rasa, Selasa (10/6) siang. Mereka menolak privatisasi kolam air panas Banyuwedang Hot Spring milik desa adat setempat dan mendasak agar kerja sama dengan PT Bali Segara Gunung segera dibekukan.

Baca Selengkapnya icon click

Menteri Pariwisata: Kita Ingin Pembangunan Apapun Termasuk Kepariwisataan Harus Menjaga Keseimbangan

balitribune.co.id | Denpasar - Menanggapi isu lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan di Raja Ampat, Papua Barat Daya, Kementerian Pariwisata Republik Indonesia  terus mendorong koordinasi lintas kementerian dan lembaga agar keputusan yang diambil benar-benar selaras dengan arah pembangunan pariwisata berkelanjutan. 

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Wabup Karangasem Pandu Prapanca Lagosa, Serahkan Dua Ekor Sapi Kurban Bantuan Presiden RI

balitribune.co.id | Amlapura - Wakil Bupati Karangasem, Pandu Prapanca Lagosa menyerahkan dua ekor sapi berbobot satu ton yang merupakan bantuan langsung dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat menjelang Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah yang diterima langsung oleh Takmir dan pengurus Masjid At-Taqwa, Karangsokong, Subagan, Kamis (5/6) lalu untuk disembelih.

Baca Selengkapnya icon click

Desa Adat Penglipuran Raih Penghargaan Kalpataru Lestari 2025

balitribune.co.id | Bangli - Desa Adat Penglipuran meraih penghargaan Kalpataru Lestari 2025 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Penghargaan ini diserahkan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup, Dr. Hanif Faisol Nurofiq, dalam puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Pantai Kuta, Bali, Kamis, (5/6)

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads

Didominasi Wisatawan Mancanegara, Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Obyek Wisata Sangeh Meningkat Selama Libur Panjang Idul Adha

balitribune.co.id | Mangupura - Jumlah kunjungan wisatawan di Objek Wisata Alas Pala Sangeh mengalami peningkatan selama libur panjang Idul Adha kemarin. Namun, wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan alam dan keluncuan kera-kera di obyek wisata yang terletak di Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Badung itu didominasi oleh wisatawan mancanegara. Tiap harinya ratusan wisatawan asing terdata sebagai pengunjung obyek wisata itu. 

Baca Selengkapnya icon click

Gianyar Ikut Buang Sampah di TPS Liar Petang, Bupati Badung: Tutup Permanen

balitribune.co.id | Mangupura - Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa tegas telah menutup tempat penampungan sampah (TPS) liar di Banjar Angantiga, Desa Petang, beroperasi kembali. Pasalnya, keberadaan TPS ini terang-terangan telah merusak lingkungan.

Dan parahnya lagi, TPS ini kepergok menerima kiriman sampah dari luar Badung. Bahkan sejumlah truk sampah dari Kabupaten Gianyar diketahui ikut membuang sampah di TPS liar ini.

Baca Selengkapnya icon click
Iklan icon ads
Iklan icon ads
Bagikan Berita
news

Dikeluhkan Pelaku Usaha, Dewan Badung Siap Kaji Ulang Pajak Hiburan

Lorem, ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Aliquid, reprehenderit maiores porro repellat veritatis ipsum.